Kamis, 09 Februari 2012

TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA BERKENAAN GENGAN KEHIDUPAN BERKELUARGA


TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA BERKENAAN GENGAN KEHIDUPAN BERKELUARGA

1.  Pengertian Keluarga
      Bab ini menguraikan tugas perkembangan remaja dalam hubungannya dengan persiapan mereka untuk memasuki kehidupan baru, yaitu kehidupan berkeluarga. Sebagaimana telah diuraikan di depan bahwa secara biologis pertumbuhan remaja telah mencapai kematangan seksual,yang berarti bahwa secara biologis remaja telah siap melakukan fungsi reproduksi. Kematangan fungsi seksual tersebut berpengaruh terhadap dorongan seksual remaja dan telah mulai tertarik pada lawan jenis.Garrison (1956) menyatakan bahwa dorongan seksual pada massa remaja adalah cukup kuat, sehingga perlu dipersiapkan secara mantap tentang hal-hal yang berhubungan dengan perkawinan, karena masalah tersebut mendasari pemikiran mereka untuk mulai menetapkan pasangan hidupnya. Untuk ini sekolah perlu memberikan perhatian secara khusus tentang masalah-masalah perkawinan tersebut, dalam bentuk pendidikan seksual atau kegiatan lain bagi remaja sebagai persiapan baginya dalam menghadapi fungsinya sebagai orang tua di kemudian hari.
      Berkenaan dengan upaya untuk menetapkan pilihan pasangan hidup, perkembangan sosial psikologis remaja ditandai dengan upaya menarik lawan jenis dengan berbagai cara yang ditunjukkan dalam bentuk perilaku. Remaja laki-laki berupaya untuk mencapai posisi prestasi akademik dan atletik (bidang olah raga) yang baik, sebab kedua hal itu merupakan gejala yang ”dinilai” sebagai pertanda unggul dan menunjukkan kehebatan di antara sesama laki-laki. Sebaliknya bagi remaja wanita berupaya untuk menjadi ”seorang wanita” yang baik. Upaya untuk menjadi perempuan yang baik itu diartikan sebagai ”wanita yang dikenal baik”di mata laki-laki, maka seorang gadis perlu berperilaku ”baik”sebagaimana ”diharapkan oleh laki-laki”. Wanita perlu menjadi gadis yang ”manis”, tidak perlu hebat di bidang akademik, tidak terlalu banyak bicara di depan kelas,tetapi harus menjadi wanita yang sportif di hadapan seorang laki-laki (Sherman dan Wood, 1979: 152). Dari studi yang dilakukan Mirra Komarovsky (Sherman dan Wood, 1979: 152), 40 persen gadis yang diwawancarai menyatakan lebih banyak membisu pada saat berkencan dengan laki-laki, sekurang-kurangnya ”hanya bicara seperlunya”. Popularitas bagi wanita pada kenyataannya diartikan sebagai wanita yang berhasil dalam pergaulan di sekolah memengan, bukan karena kehebatan dalam ”berfikir” dan dalam perilaku atletisnya. Ia (mereka) lebih baik memainkan perannya dalam ”pimpinan penggembira” atau cherleader.peringatan ulang tahun ke-17,bagi seorang gadis sangat penting.sebab hal itu berarti pula sebagai ”advertensi” baginya dalam upaya menentukan pilihan pasangan hidupnya. Dalam situasi pergaulan yang khusu atau berkencan,seorang gadis hendaknya dalam sikap pasif dan perjaka yang lebih bersikap aktif.
      Pada umumnya remaja, khususnya wanita,tidak mengalami kesulitan untuk menerima tugas tersebut. Hanya sebagian kecil dari mereka mengalami sedikit kesulitan. Umumnya mereka yang mengalami kesulitan itu adalah remaja wanita (gadis) yang menginginkan kedudukan yang sama dengan laki-laki. Ia (mereka) merasa dan menganggap dirinya memiliki potensi yang sama dengan laki-laki, sehingga ia ingin bebas dan mandiri seperti halnya laki-laki. Ia lebih mengagumi kehebatan ayah, sehingga pemikirannya terbawa untuk ingin sama dengan ayahnya (havihurst dalam Kasiram, 1985:55).

2.  Timbulnya Cinta dan Jatuh Cinta
      Hampir setiap pemuda (laki-laki atau wanita) mempunyai dua tujuan utama,pertama menemukan jenis pekerjaan yang sesuai dan kedua menikah dan membangun sebuah rumah tangga (keluarga).hal ini tidak harus selalu muncul dalam aturan tertentu, tetapi perlu di catat bahwa seorang remaja akan mengalami ”jatuh cinta” di dalam masa kehidupannya setelah mencapai belasan tahun (Garrison,1956: 483). Mulai saat itu laki-laki dan perempuan telah berangan-angan untuk menemukan pasanagn hidup yang ideal. Hal ini tentu saja merupakan tugas yang amat berat. Gejala perilaku setiap orang yang jatuh cinta tidak selalu sama dan mungkin seorang remaja telah mulai mempelajari peran seksual lebih baik dibandingkan remaja lain, dan sebaliknya terdapat remaja yang belum mengetahui mengenai peran seksual yang sebenarnya.
      Alasan atau faktor yang mempengaruhi seseorang mengalami jatuh cinta bermacam-macam, antara lain adalah faktor kepribadian, faktor fisik, faktor budaya,latar belakang keluarga, dan faktor kemampuan. Seperti pertimbangan yang digunakan oleh orang Jawa, dalam pemilihan pasangan hidup dilihat dari tiga segi yaitu : ”bibit” atau faktor keturunan, ”bebet” atau faktor status sosial,dan ”bonot” atau faktor ekonomi.
      Para ahli ilmu jiwa sosial sependapat bahwa konsepsi yang menentukan saling tertariknya antara person relevan dengan upaya menciptakan hubungan yang aktab (intim) dan hal itu berlangsung dalam kurun waktu yang relatif panjang. Hal ini ditentukan oleh banyak hal, antara lain adalah: penampilan masa kini, antisipasi masa depan, pertimbangan biaya, dan hal yang berkaitan dengan peranan masing-masing pihak dalam mengawali dan menjaga hubungan satu sama lain (Levinger – 1980, dalam Worchel dan Cooper, 1983: 279). Secord dan Backman (1974) menyatakan bahwa menciptakan hubungan yang intim, dicapai melalui tiga tahap yaitu:
·         Tahap eksplorasi, menjajagi masalah-masalah yang berhubungan dengan pujian atau penghargaan dan keuangan.
·         Tahap penawaran, di mana pasangan itu menjalin berbagai janji. Tidak ada ketentual formal dalam perjanjian ini, tetapi yang muncul dan dianggap penting dalam hal ini adalah saling pengertiannya tentang latar belakang hubungan mereka.
·         Tahap komitmen. Tahap komitmen ini ditandai oleh saling ketergantungan masing-masing.
Di samping tiga tahap ini Backman mengajukan tahap ke empat yang disebut tahap institusionalisasi yang ditandai kesepakatan-kesepakatan untuk hidup masa depan. Hal ini juga ditandai oleh pemahaman satu sama lain termasuk pemahaman pihaklain yang menyaksikan hubungan tersebut (dalam Worchel dan Cooper, 1983: 179) .Hasil penelitian belum membedakan antara berbagai macam pendekatan tentang bagaiman mengenal tahap-tahap itu, hampir semua teori menyepakati adanya perubahan tentang cara pasangan itu saling beraktifitas untuk meningkatkan keakraban hubungan mereka.
      Teori lain telah pula mendiskusikan adanya sedikit perbedaan pandangan tentang tahap-tahap yang ada dalam perkembangan keakraban hubungan antar remaja (Levinger, 1980). Dari diskusi dapat diidentifikasi perubahan-perubahan  perilaku remaja dalam melakukan pergaulan dengan lawan jenis. Perubahan perilaku itu telah dikemukakan secara ringkas oleh Burgess dan Huston sebagai berikut:
1.      Mereka lebih sering berhubungan dalam periode waktu yang agak lama.
2.      Mereka mencapai pendekatan bila terpisah dan merasa ada peningkatan hubungan bila bertemu kembali.
3.      mereka terbuka satu sama lain tentang perasaan yang mereka rahasiakan dan secara fisik menunjukkan keakraban.
4.      mereka menjadi lebih terbiasa dan saling berbagi perasaan suka dan duka.
5.      Mereka mengembangkan sistem komunikasi mereka sendiri, dan komunikasi itu meningkat lebih efisien.
6.      mereka meningkatkan kemampuan masing-masing dalam merencanakan dan mengantisipasi kenyataan kehidupan dalam masyarakat nanti.
7.      Mereka menyinkronkan tujuan dan perilakunya,dan mengembangkan pola interaksi yang cenderung tetap.
8.      Mereka meningkatkan investasi mereka dalam hubungan dan memperluas lingkup kehidupan mereka yang penting.
9.      Mereka sedikit demi sedikit mulai merasakan bahwa interes mereka masing-masing merupakan ikatan yang tak dipaisahkan demi kebaikan hubungan mereka.
10.  Mereka meningkatkan perasaan saling menyenangi, mempercayai, dan mencintai demi kepentingan bersama.
11.  Mereka melihat hubungan tersebut sebagai yang tak tergesar, atau setidak-tidaknya sebagai suatu yang unik.
12.  Mereka semakin akrab satu sama lain sebagai sejolo dan bukan sebagai individu.

3.  Masyarakat dan Perkawinan
      Pemilihan pasangan hidup merupakan tugas perkembangan yang didorong faktor biologis. Pemilihan pasangan hidup yang terakhir dengan perkawinan, berarti merupakan pertanda terbentuknya inti kekeluargaan atauperluasan dan kelanjutan tentang pemekaran keluarga. Perkawinan antara laki-laki dan wanita tidak dengan begitu saja dapat terjadi,walaupun masing-masing dapat berpendapat bahwa hal itu dirasakan sebagai hal yang ”bebas”. Kenyataannya setiap masyarakat di dunia memiliki norma berkenaan dengan masalah perkawinan. Dengan pengertian ini berarti bahwa perkawinan antara pria dan wanita bukan saja masalah yang didorong oleh faktor biologis, melainkan diatur oleh berbagai aturan atau norma yang berlaku di dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Eshleman dan Cashion (1983: 311) menyatakan bahwa norma perkawinan yang berlaku di setiap masyarakat dapat dibedakan menjadi dua katagori, yaitu: exogami dan endogami. Dalam exogami,norma yang hampir berlaku secara universal,seperti larangan kawin antara laki-laki dan perempuan dari satu ibu, satu bapak, kawin antara saudara sekandung,perkawinan antara saudara sepupu, perkawinan sama jenis, dan semacamnya.
      Dalam masalah perkawinan, setiap masyarakat di dunia memiliki hukum dan peraturan adat yang menjadi pedoman bagi setiap anggota masyarakat dalam menetapkan pasangan hidupnya. Apabila gadis dan perjaka melangsungkan perkawinan, banyak pihak yang kenyataannya akan terlubat, sebab mereka akan turut menerima akibatnya, terutama keluarganya (Light dan Keller, 1982: 383). Terhadap masalah perkawinan terdapat perbedaan pandangan antara laki-laki dan wanita. Hasil penelitian Adam (Garrison, 1956: 483) menyatakan bahwa 60 persen wanita yang mengisi angket menyatakan bahwa pernikahan itu didorong oleh faktor cinta da keamanan. Bagi laki-laki dalam memberikan keterangan 70 persen menyatakan bahwa perkawinan itu adalah masalah faktor keinginan hidup bersama dan mengurangi ketegangan,sedang faktor dorongan cinta menurut laki-laki menduduki urutan ketiga.
      Di samping faktor fisik (biologis) dan psikologis,faktor-faktor lain yang dijadikan pertimbangan dalam menetapkan calon pasangan hidup aalah kesamaan-kesamaan dalam hal: ras, bangsa, agama, dan status sosial ekonomi. Khusus tentang faktor sosial ekonomi mencakup berbagai aspek, antara lain misalnya menyangkut masalah pergaulan dan pekerjaan. Remaja telah banyak memiliki pengalaman dan memperhatikan serta belajar dari keadaan lingkungan. Lingkungan kehidupan keluarga yang digelar di lingkungannya sangat majemuk, baik dilihat dari kondisi ekonomi, tingkat pendidikan, maupun agama dan kebudayaan. Atas dasar itu. Secara psikologis remaja banyak menerima pengaruh dari lingkungan tentang kehidupan berkeluarga. Hal semacam ini dengan sendirinya akan dapat membentuk sikap dan cita-cita tentang kehidupan berkeluarga (yang dibayangkan) di masa yang akan datang dan berpengaruh dalam kriteria penetapan pasangan hidupnya. Sikap yang terbentuk pada remaja bervariasi, sehingga dapat menimbulkan perilaku yang positif, seperti belajar dan bekerja keras, baik dalam upaya mewujudkan cita-citanya. Tapi sebaliknya hal ini dapat pula menimbulkan bayangan rasa takut untuk melangkah mewujudkan cita-citanya. Akibat ketakutan tersebut tentu saja dapat mempengaruhi perilaku dan perbuatannya di dalam masyarakat yang mungkin merupakan pelarian.

IMPLIKASI TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

      Memperhatikan banyaknya faktor kehidupan yang berada di lingkungan remaja maka pemikiran tentang penyelenggaraan pendidikan juga harus mempethatikan faktor-faktor tersebut. Sekalipun dalam penyelenggaran pendidikan di akui bahwa tidak mungkin memenuhi tuntutan dan harapan seluruh faktor yang berlaku tersebut.
1.      pendidikan yang berlaku di Indonesia, baik pendidikan yang diselenggarakan di dalam sekolah maupun di luar sekolah, pada umumnya diselenggarakan dalam bentuk klasikal. Penyelenggaraan pendidikan klasikal ini berarti memberlakukan sama semua tindakan pendidikan kepada semua remaja yang tergabung di dalam kelas, sekalipun masing-masing di antara mereka sangat berbeda-beda. Pengakuan terhadap kemampuan setiap pribadi yang beraneka ragam itu menjadi kurang. Oleh karena itu yang harus mendapatkan perhatian di dalam penyelenggaraan pendidikan adalah sifat-sifat dan kebutuhan umum remaja, seperti pengakuan akan kemampuan, ingin untuk mendapatkan kepercayaan,kebebasan,dan semacamnya.
2.      Beberapa usaha yang perlu dilakukan di dalam penyelenggaraan pendidikan,sehubungan dengan minat dan kemampuan remaja yang dikaitkan terhadap cita-cita kehidupannya antara lain adalah:
a.       Bimbingan karir dalam upaya mengarahkan siswa untuk menentukan pilihan jenis pendidikan dan jenis pekerjaan sesuai dengan kemampuannya.
b.      Memberikan latihan-latihan praktis terhadap siswa dengan berorientasi kepada kondisi (tuntutan) lingkungan.
c.       Penyusunan kurikulum yang komprehensif dengan mengembangkan kurikulum muatan lokal.
3. Keberhasilan dalam memilih pasangan hidup untuk membentuk keluarga banyak ditentukan oleh pengalaman dan penyelesaian tugas-tugas perkembangan masa-masa sebelumnya. Untuk mengembangkan model keluarga yang ideal maka perlu dilakukan:
  1. Bimbingan tentang cara pergaulan dengan mengajarkan etika pergaulan lewat pendidikan budi pekerti dan pendidikan keluarga.
  2. Bimbingan siswa untuk memahami norma yang berlaku baik di dalam keluarga, sekolah, maupun di da;lam masyarakat. Untuk kepentingan ini diperlukan arahan untuk kebebasan emosional dari orang tua.
4. Pendidikan tentang nilai kehidupan untuk mengenalkan norma kehidupan sosial kemasyarakatan perlu dilakukan. Dalam hal ini perlu di lakukan pendidikan praktis melalui organisasi pemuda,pertemuan dengan orang tua secara periodik dan pemantapan pendidikan agama baik di dalam maupun di luar sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar