METODE PENENTUAN JARAK DI ASTRONOMI
Di dalam
astronomi, metode yang digunakan dalam penentuan jarak adalah metode paralaks.
Paralaks merupakan metode yang digunakan dengan melihat pada pergeseran dua
titik tetap relatif satu terhadap yang lain dilihat dari sudut pandang
pengamat.
Paralaks Trigonometri
Penentuan jarak bintang baru berhasil dilakukan
pada abad ke-19 dengan menggunakan metode paralaks trigonometri. Akibat dari
gerak edar bumi, bintang dekat akan terlihat bergeser terhadap bintang jauh.
Dan bintang tersebut seolah bergerak menempuh lintasan ellips relatif terhadap
latar belakang bintang yang jauh. Gerak ellips tersebut merupakan pencerminan
gerak bumi. Sudut yang dibentuk oleh bumi dan matahari ke bintang inilah yang
diebut paralaks bintang. Semakin jauh letak bintang, lintasan ellipsnya makin
kecil, paralaksnya juga makin kecil.
Dengan mengetahui jarak bumi -
matahari, serta paralaks bintang, jarak bintang bisa diketahui dari hubungan :
Metode paralaks trigonometri
hanya bisa digunakan untuk mendapatkan jarak bintang-bintang terdekat (untuk
jarak ratusan parsec).
Paralaks Spektroskopik
Dalam pengamatan, terang suatu bintang diukur
dalam satuan magnitudo. Dari pengamatan magnitudo semu bintang serta kelas
spektrum bintang juga bisa diketahui. Dengan mendefinisikan magnitudo mutlak
bintang sebagai magnitudo bintang yang diandaikan diamati pada jarak yang sama,
yaitu 10 parsec. Untuk bintang-bintang jauh, dengan membandingkan kelas
spektrum bintang dari hasil pengamatan dengan bintang yang kelas spektrumnya
sama dan sudah diketahui jaraknya, magnitudo mutlak bintang bisa diketahui dari
hubungan pada temperatur (kelas spektrum dengan M). Selisih magnitudo semu dan
magnitudo mutlak akan memberikan harga jarak bintang dari pengamat setelah
dikoreksi terhadap serapan antar bintang :
Kondisi tanpa adanya debu akan
mempermudah penentuan magnitudo absolut bintang. Untuk bintang dekat, efek debu kecil dan bisa
diabaikan.
Paralaks Rata-Rata
Perhitungan jarak bintang dengan paralaks rata-rata dilakukan untuk
bintang-bintang yang sangat jauh. Penentuan paraks rata-rata melibatkan
sejumlah bintang yang memiliki kelas spektrum dan kelas luminositas yang sama
sehingga diharapkan magnitudo mutlak semua bintang dalam gugus akan sama.
Untuk menentukan paralaks rata-rata, diamati gerak bintang yang akan
memberi informasi jaraknya. Gerak sejati bintang bisa diuraikan dalam 2
komponen yakni komponen yang searah dengan arah apex-antapex dan komponen yang tegak lurus arah apex – antapex dan tidak
terpengaruh gerak matahari. Bila merupakan komponen kecepatan tangensial pada arah , maka : , yang
digunakan adalah harga rata-rata untuk semua bintang. Paralaks rata-rata
sekelompok bintang itu akan memenuhi persamaan : dimana
. Dari pengamatan terhadap dan masing-masing bintang, harga magnitudo mutlak
bintang kelompok itu bisa ditentukan dari hubungan :
Dari sini harga paralaks masing-masing bintang bisa ditentukan dan jarak
bisa diketahu.
Paralaks Gerak Gugus
Penentuan jarak berdasarkan gerak bintang juga
bisa dilakukan dengan mengamati gerak sejati bintang dalam gugus bintang. Untuk
gugus yang tidak terlampau jauh, lintasan bintang dalam gugus terlihat memusat
pada suatu titik. Titik temu vektor gerak sejati inilah yang disebut titik
vertex. Jika A merupakan sudut yang dibentuk oleh gugus bintang dan titik
vertex dan V merupakan kecepatan gugus dalam ruang dimana Vr
merupakan kecepatan radialnya, maka kecepatan tangensialnya gugus adalah : Dengan mengetahui kecepatan tangensial, jarak
bisa diketahui dari hubungan : , merupakan gerak sejati bintang.
Paralaks Dinamik
Dalam
pengamatan bintang ganda visual, parameter orbit yang dapat ditentukan adalah
sudut inklinasi , sudut setengah sumbu
besar , eksentrisitas orbit , periode orbit . Hubungan antara
sudut setengah sumbu besar dan setengah sumbu
besar adalah : atau dengan jarak
dinyatakan dalam AU sehingga hubungan jarak dan paralaks yang berlaku adalah ; paralaks dalam detik
busur.
Dari hubungan Hukum Keppler Ketiga didapat :
Jika sudut setengah sumbu besar orbit masing-masing bintang adalah dan maka :
atau , Dan massa bintang memenuhi : .
Pada sistem bintang ganda visual, magnitudo mutlak bolometrik setiap
komponen dapat ditentukan, dan luminositasnya dapat diketahui : , dan dari hubungan empirik massa-luminositas :
Dari hubungan-hubungan ini dapat
diketahui jarak bintang jika pada pengamatan bintang ganda visual telah
diketahui dengan langkah sebagai
berikut :
- Langkah 1 : Pendekatan pertama, anggap massa total
- Langkah 2 : Tentukan paralaks dari hubungan
- Langkah 3 : Tentukan magnitudo mutlak bolometrik untuk masing-masing komponen
- Langkah 4 : Tentukan massa masing-masing bintang dari hubungan massa-luminositas
- Langkah 5 : Ulangi langkah 2
- Langkah 6 : Ulangi langkah 3
Langkah-langkah ini diulang
sampai mendapat beda harga p, M1 dan M2 yang cukup kecil.
Jarak bisa didapat dari hubungan paralaks dan jarak :
Cepheid Sebagai Lilin
Penentu Jarak
Tahun 1784,
John Goodricke menemukan kalau bintang Cepheid berubah cahayanya secara berkala
dan diduga merupakan komponen bintang ganda. Tapi pada tahun 1914 Shapley
menemukan kalau bintang ini berubah-ubah cahayanya bukan karena Cepheid
merupakan bintang ganda gerhana melainkan bintang ini berdenyut.
Secara teori hubungan periode perubahan cahaya dan rapat massa bintang
memberikan :
Pada bintang Cepheid juga ditemukan hubungan
antara luminositas dan periode perubahan cahaya. Hubungan ini menyatakan
semakin terang suatu Cepheid, makin besar periodenya. Untuk mengetahui jarak
variabel Cepheid di galaksi lain, diambil hubungan titik nol yakni titik pada
periode dimana magnitudo mutlaknya nol. Untuk mendapatkan hubungan titik nol,
dapat ditentukan dengan membandingkannya dengan Cepheid dalam Galaksi kita pada
gugus bintang yang jaraknya sudah diketahui. Dengan mengandaikan Cepheid yang
diamati memiliki sifat sama dengan Cepheid di Galaksi kita, maka periode
perubahan cahaya dan luminositasnya dianggap sama juga. Karena luminositas
dianggap sama maka Magnitudo mutlak bisa diketahui dari hubungan :
Maka modulus jarak bisa
diketahui dengan m dari pengamatan pada bintang variabel Cepheid galaksi lain
yang diamati, maka jarak pun bisa diketahui :
MENENTUKAN POSISI
BENDA-BENDA LANGIT
Bola langit digunakan untuk menentukan posisi
benda-benda langit sehingga memudahkan dalam pengamatan. Untuk keperluan itu,
digunakan berbagai sistem koordinat bola langit.
Altitude – Azimuth
Misalkan seorang pengamat di bumi, dalam gambar
bola langit posisi pada pusat bola. Bola langit terbagi menjadi 2 hemisphere
oleh adanya horizon. Salah satu hemisphere tak terlihat karena terhalang
horizon bumi.
Titik pada bola langit yang tepat berada diatas
pengamat disebut zenith. Benda langit (misalnya pada posisi x) terlihat pada
bagian hemisphere yang tampak, dan memiliki ketinggian sudut jika diukur dari
horizon. Ketinggian ini disebut altitude. Busur antara benda langit dengan
zenith disebut jarak zenith.
Misalkan altitude dinyatakan dengan a, dan jarak
zenith dengan z
Selanjutnya, misalkan ditarik sebuah lingkaran
besar dari Z, melintasi x, lalu berpotongan dengan lingkaran besar ekuator. Panjang
busur yang diambil dari acuan arah utara (titik U) sampai ke perpotongan tadi
disebut azimuth.
Penentuan
posisi dengan altitude dan azimuth dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari,
misalnya mengetahui posisi terbit matahari pada saat ekuinoks, atau misalnya
untuk memastikan kemana pandangan harus diarahkan untuk mengamati hilal pada
hari tertentu.
Sistem Ekuatorial
Dalam
pengamatan dengan alat bantu semacam teleskop, sistem koordinat yang biasa
dipakai adalah sistem ekuatorial. Dudukan teleskop kebanyakan didesain
ekuatorial untuk memudahkan dalam mengikuti track obyek yang diamati.
Ada 2 jenis
sistem koordinat ini, yang satu menggunakan deklinasi dan sudut jam, sedang
yang lainnya menggunakan deklinasi dan ascensiorecta. Sistem koordinat ini
bergantung pada posisi lintang dan bujur mana pengamat di bumi berada.
Deklinasi – Sudut Jam
Yang dimaksud dengan deklinasi adalah jarak antara
benda langit dengan garis ekuator langit. Pada gambar diatas, deklinasi
adalah garis DX. Besarnya deklinasi sifatnya tetap, karena itu deklinasi ini
dapat digunakan untuk memperkirakan posisi bintang yang terlihat oleh pengamat
yang berada pada lintang berbeda-beda. Bintang dengan deklinasi 0o,
terlihat oleh pengamat di ekuator berada di zenith saat melintasi meridian.
Oleh pengamat di lintang 30o, bintang yang sama berada di belahan
langit selatan dengan altitude 60o saat melintasi meridian.
Pada gambar bola langit, sudut jam adalah sudut
XAZ. Acuan pengukuran sudut jam adalah dari meridian pengamat ke meridian
obyek. Benda langit yang berada di meridian pengamat disebut memiliki sudut jam
0h. Ketika baru terbit, sudut jam benda langit tersebut adalah – 6h,
dan saat tenggelam + 6h.
Deklinasi – Ascensiorecta
Sistem ekuatorial ini digabungkan dengan lintasan semu matahari
(ekliptika). Bidang ekliptika ini akan berpotongan dengan bidang ekuator
langit, dan titik perpotongannya adalah pada titik ekuinoks. Pada gambar
dibawah, titik vernal equinox (Aries) dinyatakan dengan simbol γ.
Ascensiorecta (Right Ascension –
RA) adalah busur pada ekuator langit yang ditarik dari titik vernal equinox ke
arah timur hingga ke meridian benda langit. Pada gambar dinyatakan dengan busur
γC. Besarnya berkisar antara 0h – 24h atau setara dengan perputaran 360o.
Penggunaan RA adalah sebagai
alternatif dari penggunaan sudut jam (Hour Angle – HA), karena besarnya HA
tidak pernah tetap. Misalnya untuk penulisan katalog, posisi benda langit yang
diberikan adalah posisi fixed, karena itu dipilihlah RA sebagai salah satu
sumbu koordinat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar