KOMPONEN-KOMPONEN PEMBELAJARAN
Istilah pembelajaran merupakan terjemahan kata “instruction”. Sering kali orang membedakan kata pembelajaran dengan
“pengajaran”. Akan tetapi tidak jarang juga pula orang memberikan pengertian
yang sama untuk kedua kata tersebut. Menurut Arief S. Sadiam, kata pembelajaran
dan kata pengajaran dapat dibedakan pengertiannya. Kalau kata pengajarannya
hanya ada di dalam konteks pendidik dan murid di kelas formal. Sedangkan kata
pembelajaran tidak hanya ada dalam konteks pendidik-murid tetapi juga meliputi proses
pembelajaran yang tak dihadiri oleh pendidik secara fisik. Di dalam kata
pembelajaran ditekankan pada kegiatan belajar peserta didik melalui usaha-usaha
yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses
belajar. Dengan definisi tersebut, ada yang berpandangan bahwa kata
pembelajaran dan kata pengajaran pada hakikatnya sama, yaitu suatu proses
interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam mencapai tujuan yang telah
ditentukan.
Kedua pandangan tersebut dapat digunakan, yang terpenting adalah
interaksi yang terjadi antara pendidik dan peserta didik harus adil, yakni
adanya komunikasi timbak balik diantara keduannya, baik secara langsung maupun
tidak langsung atau melalui media. Peserta didik jangan selalu dianggap sebagai
subjek belajar yang tidak tahu apa-apa. Ia memiliki latar belakang belakang,
minat, dan kebutuhan, serta memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Peranan pendidik
tidak hanya terbatas sebagai pengajar (penyampaian ilmu pengetahuan), tetapi
juga sebagai pembimbing, pengembang, dan pengelola kegiatan pembelajaran yang
dapat memfasilitasi kegiatan belajar para peserta didik dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Gambar 8.1 adalah bagan kegiatan pembelajaran.
Setelah pendidik mempelajari kurikulum yang berlaku, selanjutnya
membuat suatu desian pembelajaran dengan mempertimbangkan kemempuan awal
peserta didik (entering behavior), tujuan yang hendak dicapai, teori
belajar dan pembelajaran, karakteristik bahan yang akan diajarkan, metode atau
media atau sumber belajar yang digunakan, dan unsur-unsur lainnya sebagai
penunjang. Setelah desain dibuat, kemudian KBM atau pembelajaran dilakukan.
Dalam hal ini ada dua kegiatan utama, yaitu pendidik bertindak mengajar dan
siwa bertindak belajar. Kedua kegiatan tersebut berinteraksi untuk mencapai
suatu tujuan yang telah ditetapkan. Pada akhirnya implementasi pembelajaran itu
akan mengahsilkan suatu hasil belajar. Hasil ini akan memberi dampak bagi pendidik
dan peserta didik.Bagi pendidik sebagian dampak pembelajaran (instructional effect) berupa hasil yang
dapat di ukur sebagaidata hasil belajar peserta didik (angka/nilai) dan berupa
masukan bagi pengembangan pembelajaran selanjutnya. Sedangkan bagi peserta
didik sebagai dampak pengiring (nurturent
effect) berupa terapan pengetahuan dan/kemampuan di bidang lain sebagai
suatu transfer belajar yang akan membantu perkembangan mereka mencapai keutuhan
dan kemandirian. Jadi, ciri utama dari kegitan pembelajaran adalah adanya
interaksi. Interaksi yang terjadi antara si belajar dengan lingkungan
belajarnya, baik itu dengan pendidik, teman-temannya, tutor, media pembelajaran
dan atau sumber-sumber belajar lain. Sedangkan ciri-ciri lainnya dari
pembelajaran ini berkaitan dengan komponen-komponen pembelajaran itu sendiri.
Di mana di dalam pembelajaran akan terdapat komponen-komponen yaitu: tujuan, materi/bahan
ajar, metode dan media, evaluasi, anak didik/peserta didik, dan adanya pendidik/pendidik.
Sebagai sebuah sistem, masing-masing komponen tersebut membentuk
sebuah integritas atau satu kesatuan yang utuh. Masing-masing komponen saling
berinteraksi, yaitu saling berhubungan secara aktif dan saling mempengaruhi.
Misalnya dalam menentukan bahan pembelajaran merujuk pada tujuan yang telah
ditentukan, serta bagaimana materi itu disampaikan akan menggunakan strategi
yang tepat yang didukung oleh media yang sesuai. Dalam menentukan evaluasi
pembelajaran akan merujuk pada tujuan pembelajaran, bahan yang disediakan media
dan strategoi yang digunakan, begitu juga dengan komponen yang lainnya saling
bergantung (interdipendensi) dan
saling terobos (interpenetrasi).
A. Tujuan Pembelajaran
1.
Hirarki Tujuan
Tujuan pembelajaran suatu target yang ingin dicapai, oleh
kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini merupakan tujuan antara dalam
upaya mencapai tujuan-tujuan lain yang lebih tinggi tingkatannya, yakni tujuan
pendidikan dan tujuan pembangunan nasional. Dimulai dari tujuan pembelajaran
(umum dan khusus), tujuan-tujuan itu bertingkat, berakumulasi, dan bersinergi
untuk menuju tujuan yang lebih tinggi tingkatannya, yakni membangun manusia
(peserta didik) yang sesuai dengan yang di cita-citakan. Secara hierarki tujuan
tersebut dapat digambarkan pada Gambar
8.3.
a.
Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan tujuan yang sifatnya umum
dansering kali disebut dengan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan ini
merupakan tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dan didasari oleh falsafah
Negara (Indonesia didasari oleh Pancasila). Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, tujuan
pendidikan nasional (Indonesia) adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggungjawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
b.
Tujuan Institusional/Lembaga
Tujuan institusional merupakan tujuan yang ingin
dicapai oleh setiap sekolah atau lembaga pendidikan. Tujuan institusional ini
merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan sesuai dengan jenis dan sifat
sekolah atau lembaga pendidikan. Oleh karena itu, setiap lembaga pendidikan
memiliki tujuan institusionanya sendiri-sendiri. Tidak seperti tujuan nasional,
tujuan institusional lebih bersifat konkret. Tujuan institusional ini dapat
dilihat dalam kurikulum setiap lembaga pendidikan.
c.
Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler adalah tujuan yang ingin dicapai oleh
setiap bidang studi. Tujuan ini dapat dilihat dari GBPP (Garis-garis Besar
Program Pengajaran) setiap bidang studi. Tujuan kurikuler merupakan penjabaran
dari tujuan institusional, sehingga kumulasi dari setiap tujuan kurikuler ini
akan menggambarkan tujuan institusiona.
d.
Tujuan instruksional/Pembelajaran
Tujuan instruksional adalah tujuan yang ingin dicapai
dari setiap kegiatan instruksional atau pembelajaran. Tujuan ini seringkali
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
1)
Tujuan Instruksional/Tujuan
Pembelajaran Umum
Tujuan instruksional umum adalah
tujuan pembelajaran yang sifatnya masih umum dan belum dapat menggambarkan
tingkah laku yang lebih spesifik. Tujuan instruksional umu ini dapat dilihat
dari tujuan setiap pokok bahasan suatu bidang studi yang ada dalam GBPP.
2)
Tujuan instruksional/Pembelajaran
Khusus
Tujuan instruksional khusus merupakan
penjabaran dari tujuan instruksional umum. Tujuan ini dirumuskan oleh pendidik
dengan maksud agar tujuan instruksional umum tersebut dapat lebih
dispesifikasikan dan mudah diukur tingkat ketercapainya. Untuk
memudahkan pendidik dalam mengembangkan dan merumuskan tujuan pembelajaran
khusus ada beberapa kreteria yang dapat dijadikan patokan, yaitu:
a)
Menggunakan kata kerja
operasional. Contohnya: peserta didik dapat menerapkan rumus bukan peserta
didik dapat memahami rumus.
b)
Harus dalam bentuk hasil
belajar, bukan apa yang dipelajari. Contohnya: peserta didik dapat,…., bukan Peserta
didik dapat mengetahui cara-cara mengubah kalimat akatif menjadi kalimat pasif.
c)
Harus dalam bentuk tingkah laku
peserta didik, bukan tingkah laku pendidik. Contohnya: Peserta didik dapat,…., bukan
Pendidik dapat menjelaskan,……,
d)
Hanya meliputi satu jenis
kemampuan, agar mudah dalam menilai pencapaian tujuan. Bila lebih dari satu, dan
setelah dilakukan tes TIK tersebut tidak tercapai karena peserta didik tidak
dapt mengerjakan dengan benar, maka pendidik akan mengalami kesulitan dalam
menentukan kemampuan yang belum dikuasai dan mana yang sudah dikuasai.
Untuk
memudahkan penjabaran dan perumusan tujuan instruksional/pembelajaran khusus, dapat
dilakukan dengan memilah menjadi empat komponen, yaitu ABCD, A = Audience, B = Behavior, C = Condition
dan D = Degree (Baker, 1971).
Sedangkan Lee (1973) mengemukakan lima komponen, yaitu who (siapa: peserta didik/anak didik), behavior (tingkah laku), what
(tentang apa, apa yang dipelajari), criterion
(kreteria ketercapainya tujuan), dan condention
(dalam kondisi pembelajaran yang bagaimana). Dalam praktiknya, komponen dari Baker
yang sering digunakan, dengan penjelasan yaitu:
a)
A : sasaran siapa yang belajar. Dirumuskan
secara spesifik agar jelas untuk siapa tujuan belajar itu diarahkan. Contohnya:
Peserta didik SD kelas 6, Peserta didik SMU kelas 1 semester 1, dan sebagainya.
b)
B : perilaku spesifik yang diharapkan dilakukan
atau dimunculkan peserta didik setelah KBM. Rumusan perilaku ini mencakup kata
kerja aktif transitif dan objeknya. Contohnya: menyebutkan bagian-bagian tubuh.
c)
C : keadaan/syarat yang harus dipenuhi atau dikerjakan peserta
didik saat dites. Contohnya: dengan mengamati, tanpa membaca kamus dengan benar
dan sebagainya.
d)
D : batas minimal tingkat kebrhasilan terendah yang harus
dipenuhi dalam mencapai perilaku yang diharapkan. Penentuan batas ini
tergantung pada: jenis bahan materi, penting tidaknya materi, tinggi rendahnya
sekolah, sifat kemampuan yang harus dimiliki. Contohnya: paling sedikit tiga
buah, paling lambat tiga minggu, minimal 80%, dan sebagainya.
Sebagai
contoh rumusan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) yang berisi empat komponen
tersebut adalah “setelah membaca wacana yang diberikan pendidik, peserta didik
kelas 3 SMA semester 1 (unsur C dan A) dapat menunjukkan contoh penggunaan gaya
bahasa sarkasme paling sedikit tiga buah (unsur B dan D). “Pada kenyataanya, unsur
A biasanya hanya ditulis satu kali di awal penulisan tujuan atau disebutkan
pada identitas rencana pembelajaran. Begitu pula dengan unsur C, sering kali
tidak disebutkan bila memang tidak menekankan pada suatu kondisi pembelajaran
yang khusus.
Seiring
dengan perkembangan yang ada saat ini, pemerintah pusat tidak lagi menyusun
kurikulum nasional, tetapi hanya menetapkan SKL (Satuan Kompetensi Lulusan) dan
Standar Isii berikut Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap mata
pelajaran. Kurikulu dikembangkan oleh masing-masing sekolah/madrasah yang
dikenal dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dan silabusnya.
B. Bahan Pembelajaran
Bahan atau materi pembelajaran pada
dasarnya adalah “isi” dari kurikulum, yakni berupa mata pelajaran atau bidang
studi dengan topik/subtopik dan rinciannya. Secara umum isi kurikulum itu dapat
dipilah menjadi tiga unsur utama, yaitu: logika (pengetahuan tentang benar dan
salah; berdasarkan prosedur keilmuan), etika (pengetahuan tentang baik-buruk), bermuatan
nilai moral, dan estetika (pengetahuan tentang indah-jelek), berupa muatan
nilai seni. Sedangkan bila memilahnya berdasarkan taksonomi Bloom dkk., bahan pembelajaran
itu berupa kognitif (pengetahuan), afektif (sikap/nilai), dan psikomotor
(keterampilan). Bila dirinci lebih lanjut, isi kurikulum atau bahan
pembelajaran itu dapat dikategorikan menjadi enam jenis, yaitu: fakta, teori/konsep,
prinsip, proses, dan nilai, serta keterampilan.
1.
Fakta adalah sesuatu yang telah
terjadi atau telah dialami/dikerjakan, bias berupa objek atau keadaan tentang
sesuatu hal
2.
Konsep/teori adalah suatu ide
atau gagasan atau suatu pengertian umum, suatu set atau sistem pernyataan yang
menjelaskan serangkaian fakta, dimana pernyataan tersebut harus memadukan, universal,
dan meramalkan.
3.
Prinsip merupakan suatu
aturan/kaidah untuk melakukan sesuatu, atau kebenaran dasar sebagai titik tolak
untuk berpikir.
4.
Proses adalah serangkaian
gerakan, perubahan, perkembangan atau suatau cara/prosedur untuk melakukan
kegiatan secara operasional.
5.
Nilai adalah suatu pola, ukuran
normal, atau suatu tipe/model. Ia berkaitan dengan pengetahuan atas kebenaran
yang bersifat umum.
6.
Keterampilan adalah kemempuan
untuk melakukan sesuatu, baik dalam pengertian fisik maupun mental.
Tugas
pendidik disini adalah memilih dan mengembangkan bahan pembelajaran. Dalam
memilih bahan pembelajaran, pendidik dapat mempertimbangkan kreteria-kreteria yaitu:
relevansi (secara psikologis dan sosiologis), kompleksitas, rasional/ilmiah, fungsional,
ke-up to date-an, dan komprehensif/keseimbangan. Sedangkan pengembangan bahan
ajar yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: sekuen kronologis, sekuen
kausal, sekuen structural, sekuen logis dan psikologis, sekuen spiral, dan
lain-lain.
Dalam
perkembangan bdan pemanfaatannya bahan pembelajaran, pendidik dapat
melakukannya dengan dua cara, yaitu: resources by design, yaitu sumber-sumber
belajar yang dirancang dan dikembangkan untuk kepentingan pembelajaran, dan
resources by untilization, yaitu sumber-sumber belajar yang ada di lingkungan
sekitar yang dapat digunakan dan dimanfaatkan bagi kepentingan pembelajaran.
C. Strategi dan Metode Pembelajaran
Strategi
dan pembelajaran merupakan salah satu komponen di dalam sistem pembelajaran, yang
ti8dak dapat dipisahkan dari komponen lain di dalam sistem tersebut. Dengan
kata lain, strategi pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
Faktor-faktor (variabel) yang mempengaruhi strategi pembelajaran ialah: (1)
tujuan, (2) materi, (3) peserta didik, (4) fasilitas, (5) waktu, dan (6) pendidik.
Metode
dan teknik dalam di dalam proses pembelajaran bergantung pada tingkah laku yang
terkandung di dalam rumusan tersebut. Denga kata lain, metode dan teknik yang
digunakan untuk tujuan yang menyangkut keterampilan atau sikap. Sebagai contoh:
1) tujuan untuk aspek pengetahuan (peserta didik dapat menjelaskan konsep
kebersihan); 2) tujuan untuk aspek keterampilan (peserta didik dapat
membersihkan ruang kelas); 3) tujuan untuk sikap (peserta didik dapat
menghargai kebersihan). Untuk tujan pertama (aspek pengetahuan), metode tanya
jawab dan diskusi dapat digunakan. Untuk tujuan kedua (aspek keterampilan)
tidak cukup dengan hanya bicara (tanya jawab dan diskusi), akan tetapi harus
sampai pada praktek membersihkan ruangn di bawah bimbingan pendidik. Apalagi
untuk tujuan ketiga (aspek sikap), tidak semudah itu tujan tersebut dapat
dicapai. Dalaam hal ini perlu memilih strategi yang tepat, termasuk pembiasaan
dan disertai contoh dari pendidik. Jadi, jelas bahwa strategi belajar mengajar
yang digunakan dipengaruhi oleh tujuan pengajaran itu sendiri. Beberapa faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan strategi pembelajaran adalah yaitu.
1. Faktor Tujuan
Tujuan
merupakan faktor yang paling pokok, sebab faktor yang ada dalam situasi
pembelajaran, termasuk strategi pembelajaran, diarahkan dan diupayakan
semata-mata untuk mencapai tujuan.
Tujuan
pengajaran menggambarkan tingkah laku yang harus dimiliki peserta didik setelah
proses pembelajaran selesai dilaksanakan. Tingkah laku yang harus dimiliki peserta
didik dapat dikelompokkan ke dalam kelompok pengetahuan, keterampilan dan
sikap. Penggunaan strategi atau metode dan teknik di dalam proses pembelajaran
tergantung pada tingkah laku yang terkandung di dalam rumusan tujuan tersebut.
Dengan kata lain, metode dan teknik yang digunakan untuk tujuan yang menyangkut
keterampilan atau sikap. Sebagai contoh:
a.
Tujuan untuk aspek pengetahuan:
peserta didik dapat menjelaskan konsep kebersihan.
b.
Tujuan untuk aspek keterampilan:
peserta didik dapat membersihkan ruangan kelas.
c. Tujuan untuk aspek sikap: peserta didik menghargai kebersihan.
Untuk
tujuan pertama (aspek pengetahuan), metode tanya jawab dan diskusi dapat
digunakan. Akan tetapi, untuk tujuan kedua (aspek keterampilan) sudah barang
tentu tidak hanya dengan bicara bicara (tanya jawab dan diskusi) saja, akan
tetapi harus sampai praktek membersihkan ruangan di bawah bimbingan pendidik.
Apalagi untuk tujuan ketiga (aspek sikap), tidak akan semudah itu tujuan
tersebut akan tercapai. Dalam hal ini kita perlu memilih strategi yang lebih
tepat lagi, termasuk pembiasaan dan contoh dari pendidik. Jad jelas kiranya
bahwa strategi belajar mengajar yang digunakan dipengaruhi oleh tujuan
pengajaran itu sendiri.
2. Faktor Materi
Dilihat
dari hakikatnya, ilmu atau materi pengajaran memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Karakteristik ilmu atau materi pelajaran membawa implikasi
terhadap penggunaan cara dan teknik di dalam proses pembelajaran. Barangkali
atas dasar inilah maka tiap bidang studi atau mata pelajaran memiliki strategi
yang berbeda dengan mata pelajaran lain, sehingga mncul metode khusus untuk
mata pelajaran, seperti metode khusus IPA, metode khusus Matematika, metode
khusus IPS, dan sebagainya. Secara teoritis di dalam ilmu atau mata pelajaran
terdapat beberapa sifat materi, yaitu: fakta, konsep, prinsip, masalah, prosedur
(keterampilan), dan sikap (nilai). Mengajarkan materi-materi tersebut berbeda
antara yang satu engan yang lainya tergantung pada sifatnya.
a.
Mengajarkan fakta kelihatannya
tidak terlalu sulit, sebab tujuan utamanya ialah mengajarkan peserta didik agar
tetap ingat terhadap fakta yang diajarkan atau yang dipelajari.
b.
Mengajarkan konsep bukan hanya
mengajarkan peserta didik untuk menghafal akan konsep tersebut. Akan tetapi, yang
lebih utama ialah supaya peserta didik memahami atribut-atribut konsep
tersebut. Untuk itu antara lain kita dapat menggunakan metode diskusi dengan
pendekatan deduktif atau induktif.
c.
Mengajarkan Prinsip bertujuan agar peserta didik mampu menerapkan prinsip-prinsip
tersebut di dalam praktik. Oleh karena itu, mengajarkan prinsip harus diikuti
engan kegiatan praktik penerapan prinsip yang harus dilakukan oleh peserta
didik.
d.
Mengajarkan pemecahan masalah memiliki langkah-langkah: 1) mengenal permasalahan, 2) merumuskan masalah,
3) mengumpulkan berbagai data atau keterangan untuk pemecahan masalah, 4) merumuskan dan
menyeleksi kemungkinan pemecahan masalah, dan 5) implementasi dan
evaluasi. Dalam hal ini tugas pendidik memberi pengarahan dan bimbingan di
dalam setiap langkah pemecahan masalah tersebut.
e.
Mengajarkan Keterampilan Motorik (prosedur
praktik) berujuan supaya peserta didik mampu melakukan praktik keterampilan
tersebut. Metode yang dapat digunakan antara lain simulasi atau demonstrasi
yang diikuti dengan latihan.
f.
Megajarkan Sikap lebih sulit dan memerlukan
waktu yang relatif lebih lama. Tujuan utama mengajarkan sikapa ialah agar peserta
didik memiliki sikap atau nilai tertentu. Untuk itu perlu ada upaya penghayatan,
contoh, dan pembiasaan.
3.
Faktor Peserta didik
Peserta
didik sebagai pihak yang berkepentingan di dalam proses pembelajaran, sebab
tujuan yang harus dicapai semata-mata untuk mengubah perilaku peserta didik itu
sendiri. Itulah sebabnya sangat tidak bijakasana bila proses pembelajaran tidak
didasarkan pada faktor peserta didik itu sendiri. Sehubungan dengan itu
beberapa hal yang perlu dipertimbangkan ialah jumlah peserta didik yang
terlibat dalam proses pembelajaran. Metode dan teknik yang digunakan di dalam
proses mengajar, antar lain bergantung pada jumlah peserta didik.
Metode
an teknik yang digunakan di dalam proses belajar dengan jumlah peserta didik
puluhan orang akan berbeda dengan metode dan teknik di dalam pross belajar
mengajar dengan jumlah peserta didik beberpa orang saja. Dalam hal ini perlu
dipertimbangkan bahwa:
a.
Peserta didik sebagi
keseluruhan. Dalam arti segala aspek pribadinya diperhatikan secara utuh.
b.
Peserta didik sebagai pribadi
tersendiri. Setiap peserta didik memiliki perbedaan dengan yang lain dalam hal:
kemampuan, cara belajar, kebutuhan, dan sebagainya.
c. Tingkat perkembangan peserta didik mempengaruhi proses pembelajaran.
Faktor
fasilitas turut menentukan proses dan hasil belajar, bila kita merencanakan
akan menggunakan metode demonstrasi di dalam mengajarkan suatu keterampilan tertentu
kepada peserta didik dengan menggunakan alat pelajaran yang telah ditetapkan.
Akan tetapi, jika alatnya kurang lengkap atau sama sekali tidak ada, maka
proses belajar yang direncanakan tidak dapat dilaksanakan sebagaimana metinya
dan hasilnya tidak akan tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
4. Faktor Waktu
Faktor
waktu dapat dibagi dua, yaitu yang menyangkut jumlah waktu dan kondisi waktu.
Hal yang menyangkut jumlah waktu ialah berapa puluh menit atau jam pelajaran
yang tersedia untuk proses pembelajaran. Sedangkan yang menyangkut kondisi
waktu ialah kapan pun atau pukul berapa pelajaran itu dilaksanakan. Pagi, siang,
sore atau malam, kondisinya akan berbeda. Hal tersebut akan berpengaruh
terhadap proses pembelajaran yang terjadi.
5. Faktor Pendidik
Faktor
pendidik adalah salah satu penentu, pertimbagan semua faktor di atas akan
sangat bergantung kepada kreativitas pendidik. Dedikasi dan kemempuan pendidiklah
yang pada akhirnya mempengaruhi pelaksanaan proses pembelajaran.
D. Beberapa Strategi Pembelajaran dan Metode Mengajar
Di bawah ini kita diskusikan secara singkat strategi dan metode
mengajar yang dapat digunakan sebagai alternatif upaya pencapaian tujuan
pembelajaran:
1. Strategi Ekspositori Klasikal
Dalam
strategi pembelajaran ekspositori klasikal, pendidik lebih banyak menjelaskan
pesan yang sebelumnya telah diolah sendiri, sementara peserta didik lebih
banyak menerima pesan yang telah jadi. Strategi seperti ini biasanya apabila: 1) jumlah peserta didik
cukup banyak, 2) sumber pelajaran jumlah sangat terbatas, apabila jika hanya
satu, yaitu yang dipergunakan oleh pendidik, 3) media lain tidak ada,
kecuali sumber buku yang pergunakan oleh pendidik dan papan tulis, dan 4) waktu yang
tersedia sagat sedikit dibandingkan dengan materi pelajaran yang relatif lebih
banyak tujuan yang ingin dicapai lebih banyak bersifat pengetahuan.
Bila strategi pembelajaran
seperti ini terpaksa harus dilakukan, disarankan:
a.
Pendidik harus menguasai materi
pelajaran sepenuhnya.
b.
Selingi dengan tanya jawab, supaya
peserta didik lebih aktif.
c.
Berikan tugas yang harus
dikerjakan peserta didik pada saat itu atau di luar jam pelajaran.
d.
Berikan balikan terhadap
pekerjaan peserta didik yang telah dikoreksi.
e.
Berikan kesempatan pada peserta
didik yang menghadapi kesulitan untuk berkonsultasi di luar jam pelajaran.
f.
Harus disadari bahwa strategi
belajar mengajar seperti itulah lebih cocok untuk aspek kognitif tingkat
rendah.
2.
Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab sebagai salah satu
metode mengajar yang mempunyai peranan meingkatkan kadar berpikir peserta didik.
Metode tanya jawab dapat digunakan antara lain untuk: (1) mendiagnosis
perkembangan peserta didik, (2) menentukan tingkat kemempuan kognitif peserta
didik, (3) menetapkan studi tambah, (4) memperkaya materi
pelajaran. Menurut Donald C. Orlich (1990:195) semua pertanyaan dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga kategori dasar, yaitu (1) convergen, (2) divergen, dan (3) evaluatif. Pada pertanyaan
convergen terfokus pada tujuan yang lebih terbatas atau lebih terarah kepada
jawaban tertentu. Denga pola pertanyaan convergen, kemampuan peserta didik
lebih terarah kepada tingkat kognitif rendah, yaitu aspek ingatan atau
pemahaman. Pertanyaan-pertanyaan convergen digunakan antara lain pada saat gru
memulai pelajaran sebagai ungkapan kemampuan awal sisa atau pengungkapan
apersepsi, pada saat menyimplkan berbagai fakta atau keterangan, pada saat
merumuskan konsep, atau dengan maksud lebih banyak peserta didik yang terlibat
memberikan jawaban. Beberapa contoh pertanyaan convergen:
a. Coba Anda sebutkan ciri-ciri tanaman monokotil!
b. Coba Anda jelaskan cara terjadinya peredaran darah!
Pola
pertanyaan divergent terarah kepada respons peserta didik yang bervariasi
terhadap pertanyaan pendidik tiap peserta didik dapat merespons berbeda dari
yang lain. Dalam hal ini memungkinkan sekali banyak pendapat yang dapat
dipandang benar. Dengan pertanyaan divergent, kegiatan peserta didik dapat
berkembangan menjadi diskusi. Pendidik tidak perlu banak membatasi respons peserta
didik. Peserta didik diberi kebebasan merespons sesuai dengan pendapatnya.
Dengan pola pertanyaan divergent, kemempuan peserta didik lebih terarah kepada
kognitif tingkat tinggi, yaiyu penerapan, analisis, dan sintesis. Contohnya
pertanyaan divergent adalah:
a. Dampak apa yang akan terjadi dalam kehidupan di masyarakat bila
demokrasi terpasung?
b. Apa yang akan terjadi dalam sekolah yang tidak memiliki aturan
berperilaku?
Pola
oertanyaan evaluatif merupakan pertanyaan divergent yang ditambah denga
evaluasi berdasarkan kreteria. Jika peserta didik merespons terhadap suatu
pertanyaan yang kmudian responsnya itu diikuti dengan argumentasi atau alas an
berasarkan kreteria, maka pertanyaan tersebut tergolong pada pertanyaan evaluatif.
Contoh pertanyaan evaluatif:
Mengapa pertanyaan divergent dan evaluatif lebih baik dari pada
pertanyaan convergent untuk meningkatkan sikap positif pada diri peserta didik?
3.
Strategi Heuristik
Terdapat
dua sub strategi belajar mengajar pada strategi heuristik, yaitu discovery dan inquiry, kadang-kadang
disebut juga metode diskoveri dan inkuiri atau metode penemuan. Aund (1975)
mengemukakan bahwa discovery adalah
proses mental, di mana individu mengasimilasi konsep dan prinsip. Atau dengan
kata lain, proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Atau
dengan kata lain, proses discovery
terjadi apabila peserta didik terlibat dalam menggunakan proses mentalnya untuk
menemukan beberapa konsep atau prinsip. Sevagai contoh: “Mengapa sepotong kayu
terapung di dalam air?”. Setelah melalui proses pengukuran isi kayu dan berat
kayu, diperoleh berat jenis kayu. Kemudian dibandingkan dengan berat jenis air.
Diperoleh jawaban bahwa kayu terapung di atas air dikarenakan berat jenis
j\kayu lebih kecil dari pada berat jenis air. Akhirnya, ditarik kesimpulan
bahwa benda yang berat jenisnya lebih kecil dari air, akan terapung di
permukaan air.
Kegiatan
discovery sering terjadi pada
pelajaran IPA di laboratorium di mana peserta didik mencari konsep atau prinsip
dengan petunjuk langkah-langkah yang harus dilakukan; yang disebut juga guild discovery inquiry laboratory lesson.
Inquiry mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatanya dari pada
discovery, misalnyta merumuskan
problema, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, menganalisis data, dan
menarik kesimpulan, yang disertai sikap objektif, jujur, hasryat ingin tahu, dan
terbuka. Jadi, inkuiry adalah
perluasan proses discovery yang
igunakan dengan cara yang lebih terbuka.
4.
Pengajaran Kelompok
(Kecil)
Bentuk pengajaran kelompok bias
terjadi melalui kerja kelompok atau diskusi kelompok.
a.
Kerja Kelompok
Peserta didik
diberikan tugas untuk mengerjakan sesuatu secara berkelompok (4-6 orang). Hal yang perlu
diperhatikan pendidik:
1)
Mengelompokan peserta didik
berdasarkan kemampuan, minat, bakat, atau pertimbangan lain yang relevan dengan
jenis tugas.
2)
Membagikan tugas pada setiap
kelompok sesuai dengan kemampuan, minat, bakat, anggota kelompok di atas.
3)
Mengawasi dan memberikan
motivasi kepada setiap anggota kelompok untuk bekerja sebaik-baiknya (semua
aktif/berpartisipasi).
4)
Memberi bantuan kepada kelompok
yang memerlukan.
5)
Memberikan balikan terhadap
setiap pekerjaan peserta didik.
6)
Memimpin kegiatan kulminasi
dalam bentuk pertanggungjawaban setiap kelompok, dapat pula diakhiri dengan
penyelenggaraan pemeran.
b.
Diskusi Kelompok
Diskusi merupakan
proses tukar pendapat di antara partisipan. Dengan metode diskusi para peserta
didik diharapkan belajar lebih aktif untuk menemukan rumus sendiri. Diskusi
kelompok kecil memilki beberapa ciri antara lain: 1) jumlah kelompok diskusi terdiri dari beberapa
orang (4-6 orang), 2) membahas suatu topik atau permasalahan bersama, 3) prosesnya mencakup
pengantar, tukar pendapat, dan evaluasi rumusan ide, 4) mengarah kepada
beberapa tujuan, dan 5) interaksi terjadi secara verbal.
Banyak keuntungan yang dapat diraih oleh peserta
didik dari aktivitas belajar melalui diskusi kelompok kecil. Disamping
diperoleh rumusan-rumusan hasil diskusi, juga menumbuhkembangkan sikap
demokrasi, kritis, berpikir kreatif, kemampuan mengungkapkan pendapat secara
sistematis, mengembangkan rasa tanggungjawab, menumbuhkan keberanian
mengungkapkan pendapat, dan meningkatkan motivasi belajar.
Untuk meningkatkan keefektifan kegiatan
para partisipan kelompok kecil, pendidik menekankan pada dua keterampilan
proses, yaitu: keterampilan inkuiri, dan keterampilan bekerja sama. Pendidik
dapat memfasilitasi diskusi kelompok kecil dengan menggunakan beberapa asumsi
mengenai proses interaksi kelompok kecil, yaitu: interaksi, proses, struktur, peranan,
kepemimpinan, dan kekompakan kelompok.
5.
Pengajaran Perorangan (Individual)
Pengajaran
perorangan dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan pengajaran klasikal terutama
dengan maksud: Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk maju sesuai
dengan kecepatan masing-masing. “Memaksa” peserta didik untuk belajar lebih
aktif, bila dalam pengajaran individu ini digunakan paket belajar (modul atau
berprograma), untuk mengatasi kesulitan mengajar bagi pendidik yang kurang
kompeten.
Bentuk
pengajaran perorangan dengan menggunakan paket belajar, yang banyak
dikembangkan di Indonesia ialah pengajaran modul sebagai pengembangan dari
pengajaran berprograma (khususnya tipe linier). Prinsip dasar berprograma dan
modul adalah belajar dengan langkah pendek. Artinya, belajar sedikit demi
sedikit tapi mantap. Untuk itu bahan belajar harus harus dipecah menjadi unit
terkecil dan peserta didik harus lebih aktif belajar. Untuk itu peserta didik
harus dirangsang supaya melakukan kegiatan belajar, umpamanya dengan cara
diberi tugas atau pertanyaan. Belajar merupakan proses perkembangan. Artinya
hasil belajar berupa perubahan perilaku secara berangsur-angsur (tidak terjadi
sekaligus). Oleh karena itu, materi pelajaran harus diajarkan secara bertahap
dan berkesinambungan. Peserta didik akan belajar lebih giat bila ia merasa
berhasil. Keberhasilan akan menjadi pendorong belajar. Oleh karena itu, di
samping materi pelajaran disesuaikan dengan kemampuan dan pengalaman peserta
didik, pelajaran harus disajikan secara menyenangkan. Belajar terjadi secara
individual. Hai ini disebabkan karena seorang peserta didik memilki perbedaan
dari peserta didik lain dalam hal belajar, umpanya cara belajar dan kecepatan
belajar.
E. Kriteria Penggunaan Strategi Pembelajaran dan Metode Mengajar
Proses pembelajaran yang baik harus memiliki dan memenuhi sejumlah
kriteria, antara
lain:
1.
Memiliki tingkat relevansi
epitemologis yang tinggi, artinya proses belajar yang dilakukan peserta didik
relevan dengan hakikat ilmu yang sedang dipelajari peserta didik.
2.
Memiliki tingkat relevansi
psikologis. Dalam hal ini ilmu dipandang sebagai alat berpikir. Makin tinggi
kadar berpikir peserta didik didalam kegiatan belajar, makin berkualitas proses
pembelajaran tersebut.
3.
Memiliki tingkat relevansi
sosiologis.kriteria ini dilihat dari segi kesempatan peserta didik menghayati
nilai-nilai sosial.di dalam proses pembelajaran yang memberi kesempatan kepada
peserta didik menghayati nilai-nilai sosial, seperti: saling menghargai
pendapat, bekerja sama dan sejenisnya, maka dilihat dari kriteria ini proses
tersebut cukup baik.
4.
Memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk berpartisipasi secara optimal.proses pembelajaran yang
terlalu didominasi oleh pendidik dinilai tidak baik.
5.
Memiliki tingkat efisiensi dan
efeksifitas yang tinggi.hal ini dilihat dari tingkat pencapaian tujuan yang
optimal dan komprehensif serta dengan sumber daya yang relatif hemat.
F. Media Pembelajaran
1.
Media Visual
Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat
dengan menggunakan indra penglihatan. Jenis media inilah yang sering digunakan
oleh para pendidik untuk membantu menyampaikan isi atau materi pelajaran. Media
visual ini terdiri atas media yang tidak dapat diproyeksikan (non-projected visuals) dan media yang
dapat diproyeksikan (projected visualas).Media
yang dapat diproyeksikan ini bisa berupa gambar diam (still pictures) atau bergerak (motion
pictures).
2.
Media Audio
Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam
bentuk auditif (hanya dapat didengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian,
dan kemauan para peserta didik untuk mempelajari bahan ajar. Program kaset
suara dan program radio adalah bentuk dari media audio. Penggunaan media audio
dalam kegiatan pembelajaran pada umumnya untuk melatih keterampilan yang
berhubungan dengan aspek-aspek keterampilan mendengarkan. Dari sifatnya yang
auditif, media ini mengandung kelemahan yang harus di atasi dengan cara
memanfaatkan media lainnya. Terdapat beberapa petimbangan apabila akan
menggunakan media audio ini, diantaranya:
a.
Media ini hanya akan mampu
melayani mereka yang sudah tidak mempunyai kemampuan dalam berfikir abstrak.
b.
Media ini memerlukan pemusatan
perhatian yang lebih tinggi dibanding media lainnya.oleh karena itu, dibutuhkan
teknik-teknik tertentu dalam belajar melalui media ini.
c.
Karena sifatnya auditif, jika
ingin memperoleh hasil belajar yang baik diperlukan juga pengalaman-pengalaman
secara visual. Sedangkan kontrol belajar bisa dilakukan melalui penguasaan
perbendarahaan kata-kata, bahasa, dan susunan kalimat.
3.
Media Audio-Visual
Sesuai dengan
namanya, media ini merupakan kombinasi audio dan visual, atau biasa disebut
media pandang-dengar. Dengan menggunakan media ini, dalam batas-batas tertentu
dapat menggantikan peran dan tugas pendidik. Dalam hal ini, pendidik tidak
selalu berperan sebagai penyaji materi
(teacher) tetapi karena penyajian materi bisa diganti oleh media, maka
peran pendidik bisa beralih menjadi fasilitator belajar, yaitu memberikan
kemudahan bagi para peserta didik untuk belajar. Contoh dari media audio-visual
diantaranya program video/televisi pendidikan, video/televisi instruksional, dan
program slide suara (sound slide).
4.
Kelompok Media Penyaji
selain cara pengelompokan di atas, Donald T. Tosti dan
Jhon R. Ball penyusun pengelompokkan media menjadi tujuh kelompok media penyaji,
yaitu; (a) kelompok kesatu: grafis, bahan cetak, dan gambar diam, (b) kelompok
kedua: media proyeksi diam, (c) kelompok ketiga: media audio, (d) kelompok
keempat: media audio visual, (e) kelompok kelima: media gambar hidup/film, (f)
kelompok keenam: media televisi, dan (g) kelompok ketujuh: multimedia.
5.
Media Objek dan Media Interaktif
selain ketujuh
kelompok media di atas, masih ada media lain yang tidak termasuk media penyaji,
yaitu media objek dan media interaktif.
a.
Media Objek
Media objek
merupakan media tiga dimensi yang menyampaikan informasi tidak dalam bentuk
penyajian, melainkan melalui ciri fisiknya sendiri, seperti ukuran, bentuk, berat,
susunan, warna, fungsi dan sebagainnya. Media ini dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu: media objek sebenarnya dan media objek pengganti. Media objek
sebenarnya dibagi dua jenis, yaitu: media objek alami dan media objek buatan.
Media objek alami dapat dibagi kedalam dua jenis yaitu: objek alami yang hidup
dan objek alami yang tidak hidup. Sebagai contoh objek alami yang hidup adalah
ikan, burung elang, singa dan sebagainya. Sedangkan contoh objek alami yang
tidak hidup adalah batu-batuan, air, kayu dan sebagainya. Objek buatan, yaitu
buatan manusia, contohnya gedung, mainan, jaringan transportasi dan sebagainya.
Media
objek kelompok kedua terdiri atas benda-benda tiruan yang dibuat untuk
mengganti benda-benda sebenarnya. Objek-objek pengganti dikenal dengan sebutan
replika, model dan benda tiruan. Replika dapat didefenisikan sebagai reproduksi
statis dari suatu objek dengan ukuran yang sama dengan yang sebenarnya.model
merupakan sebuah reproduksi yang kelihatannya sama, tetapi biasanya di perkecil
atau diperbesar dalam skala tertentu. Bila tiruan ada dua macam, yaitu pertama
meupakan bangunan yang dibuat kurang lebih menyerupai suatu benda yang besar, misalnya
bagian dari sebuah kapal terbang (sayap). Bentuk benda tiruan yang kedua ialah
bentuk yang menggambarkan mekanisme kerja suatu benda, misalnya sistem
pembakaran automobil.
b.
Media Interaktif
Karakteristik terpenting kelompok media ini
adalah bahwa siswa tidak hanya memperhatikan media atau objek saja, melainkan juga
dituntut untuk berinteaksi selama mengikuti pembelajaran. Sedikitnya ada tiga
macam interaksi.interaksi yang pertama ialah yang menunjukan peserta didik
berinteraksi dengan sebuah program, misalnya peserta didik diminta mengisi
blanko pada bahan blajar terprogram.bentuk interaksi yang kedua ialah peserta
didik berinteraksi dengan mesin, misalnya mesin pembelajaran, simulator, laboratorium
bahasa, komputer, atau kombinasi diantaranya yang berbentuk video interaktif.
Bentuk interaksi ketiga ialah mengukur
interaksi antara peserta didik secara teratur tapi tidak terprogram; misalnya
dapat dilihat pada berbagai permainan pendidikan atau simulasi yang melibatkan peserta
didik dalam kegiatan atau masalah, yang mengahruskan mereka untuk membalas
serangan lawan atau bekerja sama dengan teman seregu dalam memecahkan masalah.
Dalam hal ini peserta didik harus dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang
timbul karena tidak ada batasan yang kaku mengenai jawaban yang benar. Jadi
permainan pendidikan dan simulasi yang berorientasikan pada masalah memiliki
potensi untuk memberikan pengalaman belajar yang merangsang minat dan
realistis. Oleh karena itu pendidik menganggapnya sebagai sumber terbaik dalam
urusan media komunikasi.
G. Evaluasi Pembelajaran
1.
Pengertian Evaluasi dan Pengukuran
Ada
tiga hal yang saling berkaitan dalam kegiatan evaluasi pembelajaran yaitu
evaluasi, pengukuran, dan tes. Ketiga istilah itu sering di salahartikan
sehingga tidak jelas makna dan kedudukannya. Groonlund mengemukakan evaluasi
adalah suatu proses yang sistematis dari pengumpulan, analisis, dan
interpretasi informasi/data untuk menentukan sejauh mana peserta didik telah
mencapai tujuan pembelajaran. Kemudia pengukuran adalah suatu proses yang
menghasilkan gambaran berupa angka-angka mengenai tingkatan ciri-ciri khusus
yang dimiliki oleh individu (peserta didik). Sedangkan tes adalah suatu alat
atau prosedur yang sistematis untuk mengukur suatu sampel perilaku.
Sejalan dengan pendapat di atas, Hopkins dan
Antes mengemukakan evaluasi adalah pemeriksaan secara terus-menerus untuk
mendapatkan informasi yang meliputi pendidik, peserta didik, program pendidikan,
dan poses belajar mengajar untuk mengetahui tingkat perubahan peserta didik dan
ketetapan keputusan tentang gambaran peserta didik dan efektivitas
program.sedangkan pengukuran adalah suatu proses yang menghasilkan gambaran
berupa angka-angka berdasarkan hasil pengamatan mengenai beberapa ciri mengenai
suatu objek, orang atau peristiwa.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa evaluasi lebih bersifat komprehensif yang didalamnya meliputi
pengukuran. Sedangkan tes merupakan salah satu alat atau bentuk dari
pengukuran. Pengukuran lebih membatasi kepada gambaran yang bersifat
kuantitatif (berupa angka-angka) mengenai kemajuan belajar peserta didik (learning progress), sedangkan evaluasi
atau evaluasi bersifat kualitatif. Di samping itu, evaluasi pada hakikatnya
merupakan suatu proses membuat keputusan tentang nilai suatu objek.
Keputusan evaluasi (value judgment) tidak hanya didasarkan pada hasil pengukuran (quantitative description), pengamatan (qualitative description). Baik yang
didasarkanpada hasil pengukuran (non-measurement)
pada akhirnya menghasilkan keputusan nilai tentang suatu objek yang dinilai. Mursell
mengatakan ada tiga hal pokok yang dapat kita evaluasi dalam pembelajaran, yaitu:
(a) hasil langsung dari hasil belajar (b) transfer sebagai akibat dari belajar,
dan (c) proses belajar sendiri.
Hasil dari usaha belajar tampak dalam
bentuk perubahan tingkah laku, baik secara subtansif maupun secara
komprehensif. Perubahan itu ada yang dapat diamati secara langsung ada pula
yang tidak dapat diamati secara langsung. Perubahan itu juga ada yang terjadi
dalam jangka pendek ada pula yang terjadi dalam jangka panjang. Namun demikian,
bagaimanapun baiknya alat evaluasi yang digunakan hanya mungkin dapat
mengungkap sebagian tingkah laku dari keseluruhan hasil belajar yang
sebenarnya. Evaluasi yang baik harus menilai hasil-hasil yang autentik dan hal
ini dengan hal ini dilakukan dengan mengetes hingga manakah hal itu dapat
ditransfer. Evaluasi harus dilakukan dengan tepat, teliti dan objektif terhadap
hasil belajar sehingga dapat menjadi alat untuk mengecek kemampuan peserta
didik dalam belajarnya dan mempertinggi prestasi belajarnya. Disamping itu, dapat
menjadi alat pengontrol bagi cara mengajar pendidik, serta dapat membimbing
murid untuk memahami dirinya (keunggulan dan kelemahannya).
2.
Jenis-jenis Evaluasi Pembelajaran
unsur
pokok dalam evaluasi pembelajaran adalah: (a) objek yang akan dievaluasi, (b) kriteria
pembanding, dan (c) keputusan (judgment). Objek evaluasi dalam pembelajaran meliputi isi
program pembelajaran, tingkat efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program dan
tingkat keberhasilan, program pembelajaran (out
put program).kemudian kriteria sebagai pembanding meliputi kriteria
internal (relatif) dan kriteria eksternal (mutlak atau absolut). Kriteria yang
bersifat relatif menggambarkan posisi objek yang dinilai terhadap objek lainnya
yang bersumber kepada kriteria yang sama. Sedangkan kriteria yang bersifat
mutlak/absolut menggambarkan posisi objek yang dinilai ditinjau dari kriteria
yang telah ditentukan sebelumnya.
Keputusan merupakan hasil pertimbangan atau
perbandingan antara objek yang dinilai berdasarkan hasil pengukuran terhadap
objek tersebut dengan kriteria yang ditentukkan sebelumnya judgment hasil evaluasi bersifat kualitatif. Evaluasi pembelajaran
harus memenuhi persyaratan teknis yang memadai agar informasi yang diperoleh
benar-benar akurat, sehingga keputusan-keputusan yang diambil berdasarkan data
itu sangat tepat.
Persyaratan umum yang harus dipenuhi dalam
evaluasi pembelajaran antara lain: (a) validitas,
yaitu dapat mengukur karakteristik perubahan tingkah laku peserta didik
sesuai dengan tujuan pembelajaran; (b) reliabilitas,
yaitu menunjukan keajegan
gambaran hasil yang diperoleh meskipun dilakukan beberapa kali evaluasi; (c) objektivitas, yaitu hasil
penilaian mencerminkan kondisi kemampuan peserta didik sebagaimana adanya dan
tidak terpengaruh oleh unsur-unsur subjektivitas penilai; (d) representatif, yaitu adanya keseimbangan
dan keterwakilan setiap tujuan dan pokok materi pembelajaran yang diujikan; (e) fairness, yaitu mengemukakan
persoalan-persoalan denagan wajar, tidak bersifat jebakan dan tidak mengandung
kata-kata yang bersifat menjebak; (f)
praktis, yaitu efektif dan efisien, mudah dilaksanakan, diolah, dan
ditafsirkan.
Menurut fungsinya, evaluasi dibedakan keempat
jenis, yaitu; formatif, sumatif, diagnostik, dan penempatan. Evaluasi formatif
menekankan pada upaya perbaikan proses pembelajaran. Evaluasi sumatif lebih
menekankan kepada penepatan tingkat keberhasilan belajar setiap peserta didik
yang dijadikan dasar dan penentuan nilai, dan/atau kenaikan dan kelulusan peserta
didik. Evaluasi diagnostik menekankan pada upaya memahami kesulitan peserta
didik dalam belajar, sedangkan evaluasi penempatan menekankan pada upaya untuk
menyelaraskan antara program dan proses pembelajaran dengan karakteristik
kemampuan peserta didik.
Menurut caranya, evaluasi dibedakan atas dua
jenis, yaitu: evaluasi kuantitatif dan evaluasi kualitatif. Evaluasi kualitatif
biasanaya lebih bersifat subjektif dibandingkan evaluasi kuantitatif. Penilaian
kuantitatif biasanya dinyatakan dalam bentuk angka-angka, sedangkan evaluasi
kualitatif dinyatakan dengan ungkapan seperti “sangat baik, baik, cukup, kurang,
sangat kurang”, atau “sangat memuaskan, memuaskan, kurang memuaskan, dan tidak
memuaskan”. Evaluasi kuantitatif biasanya dilakukan apabila pendidik ingin
memberikan nilai akhir terhadap hasil belajar peserta didiknya. Sedangkan
evaluasi kualitatif dilakukan apabila pendidik ingin memperbaiki hasil belajar peserta
didiknya.
Berdasarkan tekniknya, evaluasi dibedakan
antara tes dan nontes. Teknik tes dapat dibedakan menurut materi yang akan
dinilai, bentuk, dan caranya. Menurut materi yang dinilai dibedakan tes hasil
belajar, tes kecerdasan, tes bakat khusus, tes minat dan tes kepribadian.
Menurut bentuknya dibedakan tes uraian dan tes objektif. Menurut caranya
dibedakan tes tulisan, tes lisan, dan tes tindakan. Teknik nontes biasanya
digunakan untuk menilai proses pembelajaran. Alat-alat khusus untuk melaksanakan
teknik nontes ini dapat dilakukan melalui pengamatan, wawancara, angket, hasil
karya/laporan, karangan dan skala sikap. Berdasarkan kriteria yang digunakan
dibedakan kedalam evaluasi bedasarkan acuan patokan (PAP) dan evaluasi
berdasarkan acuan norma (PAN).
3.
Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi menurut syarat-syarat psikologis
bertujuan agar pendidik mengenal peserta didik Selengkap mungkin dan agar peserta
didik mengenal dirinya seutuhnya. Di samping Itu, evaluasi juga berguna untuk
mempertinggi hasil pengajaran, karena itu Evaluasi tidak bisa di pisahkan dari
belajar dan mengajar, dan intinya adalah Evaluasi belajar dengan tujuan untuk
memperbaikinya. Evaluasi harus dilakukan Oleh semua yang bersangkutan, bukan
hanya pendidik tapi juga peserta didik sendiri, evaluasi Harus di tinjau dari
keseluruhan.
Berdasarkan hasil evaluasi, pendidik
dapat mengetahui sampai dimana Penguasaan bahan pelajaran atau kecakapan
masing-masing peserta didik. Selain itu, evaluasi juga dapat digunakan pendidik
sebagai alat untuk memperbesar motivasi belajar peserta didik, sehingga dapat
mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi. Evaluasi dalam pembelajaran dapat
membantu pendidik dalam mengambil keputusan-keputusan yang efektif dalam
pembelajaran. Gronlund mengemukakan ada tiga jenis keputusan yang dapat
dilakukan oleh pendidik berkaitan dengan proses evaluasi yaitu: 1) keputusan pada
permulaan pengajaran, 2) keputusan pada saat pengajaran berlangsung, dan 3) keputusan pada
akhir pembelajaran.
Keputusan pada awal pengajaran berkaitan
dengan informasi mengenai sejauh mana kemampuan dan keterampilan yang harus
dimiliki peserta didik untuk memulai pelajaran (entering behavior), dan sejauh
mana bahan pelajaran yang akan diberikan telah di ketahuai siwa (pretest).keputusan
pada aat pengajaran berlangsung berkaitan dengan tugas-tugas belajar mana yang
dapat dilakukan oleh peserta didik dengan baik.dan tugas-tugas mana yang
memerlukan pertolongan (perlu dibantu), kemudian peserta didik mana yang
menghadapi kesulitan dalam belajarnya sehingga memerlukan progrm
remedial.keputusan pada akhir pengajaran berkaitan dengan informasi mengenai peserta
didik manakah yang telah menguasai bahan pelajaran yang diberikan serta dapat
melanjutkan kepada program pengajaran berikutnya, dan nilai apa yang harus
diberikan kepada setiap murid. Manfaat bagi peserta didik evaluasi dalam
pembelajaran dapat membantu peserta didik: (a) memperkuat motivasi belajanya, (b)
memperbesar daya ingat dan trabsfer belajarnya, (c) memperbesar pemahaman peserta
didik terhadap keberadaan dirinya, dan (d) memberikan umpan balik tentang
efektivitas pembelajaran.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa tujuan evaluasi dalam pembelajaran meliputi: (a) untuk
melihat produktifitas dan efektivitas proses pembelajaran, (b) untuk
memperbaiki dan menyempurnakan kegiatan pendidik, (c) untuk memperbaiki, menyempurnakan,
dan mengembangkan program belajar mengajar, (d) untuk mengetahui
kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi oleh peserta didik selama kegiatan
belajar dan mencarikan jalan keluarnya, dan (e) untuk menempatkan peserta didik
dalam situasi belajar mengajar yang tepat sesuai dengan kemampuannya.
Adapun fungsi utama evaluasi dalam
pembelajaran dapat dikelompokan ke dalam empat fungsi, yaitu: (a) fungsi
formatif, evaluasi dapat memberikan umpan balik bagi pendidik sebagai dasar
untuk memperbaiki proses pembelajaran dan mengadakan program remedial bagi peserta
didik yang belum menguasai sepenuhnya materi yang dipelajari; (b) fungsi
sumatif, yaitu dapat mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap
materi pelajaran, menentukan angka nilai sebagai bahan keputusan kenaikan kelas
dan laporan perkembangan belajar peserta didik, serta dapat meningkatkan
motivasi belajar peserta didik; (c) fungsi diagnostik, yaitu dapat mengetahui
latar belakang peserta didik (psikologi, fisik, dan lingkungan), yang mengalami
ksulitan belajar ;dan (d) fungsi seleksi dan penemptan, yaitu hasil evaluasi
dapat dijadikan dasar untuk menyeleksi dan menempatkan peserta didik sesuai
dengan minat dan kemampuan.
4.
Prinsip-prinsip Umum Evaluasi dan Pembelajaran
Prinsip-prinsip evaluasi dan pembelajaran
sangat diperlukan sebagai panduan dalam prosedur pengembangan evaluasi, karena
jangkauan sumbangan evaluasi dalam usaha perbaikan pembelajaran sebagian
ditentukan oleh prinsip-prinsip yang mendasari pengembangan dan pemakaiannya.
Sekaitan dengan prinsip-prinsip penilaian tersebut, ada enam prinsip penilaian,
yaitutes hasil belajar hendaknya: (1) mengukur hasil-hasil belajar yang telah
ditentukan dengan jelas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran; (2) mengukur
sampel yang representatif dari hasil belajar dan bahan-bahan yang tercakup
dalam pengajaran; (3) mencakup jenis-jenis pertanyaan/soal yang paling sesuai untuk
mengukur hasil belajar yang diinginkan; (4) direncanakan sedemikian rupa agar
hasilnya sesuai dengan yang akan digunakan secara khusus; (5) dibuat dengan
reabilitas yang sebesar-besarnya dan harus ditafsirkan secara hati-hati; dan
(6) dipakai untuk memperbaiki hasil belajar.
Selain hal-hal di atas, evaluasi hasil belajar
hendaknya: (a) dirancang sedemikian rupa sehingga jelas abilitas yang harus
dinilai, materi evaluasi, alat evaluasi, dan interpretasi hasil evaluasi; (b)
menjadi bagian yang integral dari proses pembelajaran; (c) agar hasilnya
objektif, evaluasi harus menggunakan berbagai alat evaluasi dan sifatnya yang
komprehensif; (d) diikuti dengan tindak lanjutnya. Dari segi lainnya, prinsip-prinsip
evaluasi dalam pembelajaran meliputi; (a) prinsip keterpaduan; (b) prinsip cara
belajar peserta didik aktif; (c) prinsip kontinuitas (d) prinsip koheensi; (e)
prinsip keseluruhan; (f) prinsip pedagogis; (g) prinsip diskriminalitas; dan (h)
prinsip akuntabilitas.
Tujuan pokok evaluasi pembelajaran adalah
untuk mengetahui efektifitas proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Indikator keefektifan itu dapat dilihat dari perubahan tingkah laku yang
terjadi pada peserta didik. Perubahan tingkah laku yang terjadi itu
dibandingkan dengan perubahan tingkah laku yang diharapkan sesuai dengan tujuan
dan isi program pembelajaran. Oleh karena itu, instrumen evaluasi harus
dikembangkan bertitik tolak kepada tujuan dan isi program, sehingga bentuk dan
format tes yang dikembangkan sesuai dengan tujuan dan karakteristik bahan ajar
serta proporsinya sesuai dengan keluasan dan kedalaman materi pelajaran yang
diberikan. Disamping itu, hasil evaluasi harus dianalisis dan ditafsirkan
secara hati-hati sehingga informasi yang diperoleh betul-betul akurat
mencerminkan keadaan peserta didik secara objektif.
Informasi yang objektif dapat dijadikan bahan
masukan untuk perbaikan proses dan program selanjutnya. Evaluasi dalam
pembelajaran tidak semata-mata untuk menentukan rating peserta didik, melainkan
juga harus dijadikan sebagai teknik atau cara pendidikan. Sebagai teknik atau
alat pendidikan, evaluasi pembelajaran harus dikembangkan secara terencana dan
terintegrasi dalam program pembelajaran, dilakukan secara kontinu, mengandung
unsur pedagogis, dan dapat lebih mendorong peserta didik aktif belajar.
5.
Prosedur Pengembangan Alat Evaluasi Pembelajaran
a. Faktor-faktor yang Perlu Dipertimbangkan dalam Pengembangan Alat
Evaluasi.
Secara umum alat evaluasi dapat dikelompokan
kedalam dua kelompok, alat evaluasi bentuk tes dan evaluasi bukan tes. Agar informasi
tentang karakteristik tingkah laku individu yang dinilai akurat atau
mencerminkan mendekati keadaan yang sebenarnya, sehingga informasi itu dapat
digunakan sebagai dasar untuk membuat keputusan penting dalam pendidikan dan
pembelajaran, maka alat evaluasi yang digunakan harus memenuhi persyaratan
teknis sebagai alat ukur yang baik. Karakteristik alat evaluasi yang baik
menurut Hopkins dan Antes adalah alat evaluasi tersebut memiliki keseimbangan, spesifik
dan objektif. Keseimbangan dan kekhususan (spesifikasi) berkaitan langsung
dengan validitas, objektifitas berkaitan langsung dengan reliabilitas dan
berkaitan tidak langsung dengan validitas, yaitu melalui keterkaitan antara
validitas dan reliabilitas. Untuk memperoleh perangkat alat evaluasi yang
seimbang (proposional) dapat dilakukan dengan cara membuat tabel spesifikasi
(kisi-kisi) mengenai topik-topik yang akan dimasukan kedalam perangkat alat
evaluasi. Untuk memperoleh butir-butir alat evaluasi yang spesifik dapat
dilakukan melalui identifikasi kompetensi dan tujuan-tujuan khusus pembelajaran,
selanjutnya dijadikan dasar perumusan butir alat evaluasi. Untuk memproleh
hasil yang objektif dilakukan dengan membuat pedoman penskoran pengolahan dan
penafsiran yang jelas dan terinci.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
perencanaan evaluasi pembelajaran, yaitu: (1) jenis dan karakteristik
kompetensi dan tujuan pembelajaran yang dikembangkan; (2) pengambilan sampel
perilaku yang akan diukur; (3) penilaian jenis dan tipe alat evaluasi yang akan
digunakan; (4) aspek yang akan diuji; (5) format butir soal; (6) jumlah butir
soal; (7) distribusi tingkat kesukaran butir soal.
Kemudian dalam menentukan bentuk alat evaluasi
mana yang akan digunakan, perlu mempertimbangkan hal-hal beriku: (1)
karakteristik kompetensi dan mata pelajaran yang akan diujikan; (2) tujuan
khusus pembelajaran yang harusdicapai peserta didik; (3) tipe informasi yang
dibutuhkan dari tujuan evaluasi; (4) usia dan tingkat perkembangan mental peserta
didik yang akan mengikuti tes; dan (5) besarnya kelompok peserta didik yang
akan mengikuti tes.
b.
Langkah-langkah pengembangan
evaluasi pembelajaan
Langkah-langkah
pokok dalam pengembangan evaluasi pembelajaran meliputi:
1)
Menentukkan Tujuan Evaluasi
Langkah pertama yang harus
dilakukan oleh seorang pengembang alat evaluasi Adalah menentukkan tujuan
yang ingin di capai dari kegiataan evaluasi tersebut. Tujuan ini akan
menentukkan jenis/model dan karakter dari alat evaluasi yang akan Dikembangkan.
Ada empat kemungkinan tujuan dilakukannya kegiatan evaluasi, Yaitu: (a)
evaluasi dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja atau proses Pembelajaran.evaluasi
ini sering disebut evaluasi formatif, (b) evaluasi dengan Tujuan untuk
menentukan keberhasilan yang dicapai oleh peserta didik.evaluasi ini sering juga disebut dengn
evaluasi sumatif, (c) evaluasi dengan tujun untuk mengidentifikasi kesulitan yang dihadapi
oleh peserta didik dalam mempelajari suatu pelajaran. Evaluasi ini sering
disebut evaluasi diagnostik, (d) evaluasi dengan tujuan untuk menempatkan peserta
didik dalam posisi yang sesuai dengan kemampuannya.
2)
Mengidentifikasi Kompetensi
yang Akan Diukur
kompetensi merupakan
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak. Seorang peserta didik dikatakan kompeten apabila ia
memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu
setelah melalui proses pembelajaran, yang secara sistematis dipola atau dikondisikan.
3)
Membuat Tabel Spesifikasi
(Kisi-Kisi)
Seperti
kita maklumi bahwa bagaimanapun bentuk dan jenis alat evaluasi yang Dikembangkan, hanya
merupakan sampel perilaku yang dapat kita ukur dari Keseluruhan perubahan perilaku
sebagai akibat dari proses pembelajaran. Untuk memperoleh
perangkat alat evaluasi yang seimbang (proporsional) dan representatif,
dapat dilakukan dengan cara membuat tabel spesifikasi atau kisi-kisi. Untuk
memperoleh butir-butir soal yang spesifik dapat dilakukan melalui identifikasi
kompetensi, hasil belajar dan indikator-indikatornya, selanjutnya dijadikan dasar perumusan
alat evaluasi. Dengan cara-cara di atas, diharapkan butir-butir soal yang
dirumuskan dapat menjadi sampel yang representatif dalam perangkat alat
evaluasi itu. Manfaat lain dari tabel kisi-kisi adalah sebagai panduan Bagi para
pengembang/pendidik dalam penulisan alat evaluasi. Kisi-kisi biasanya
disusun dalam format matrik lajur dan kolom penyusun kisi-kisi alat evaluasi
ini dapat dilakukan bersama-sama di antara beberapa orang pendidik
mata pelajaran sejenis, dan/atau beberapa orang pendidik dari berbagai mata pelajaran, khususnya
untuk mengukur ketercapaian kompetensi lintas mata pelajaran, kompetensi
antar rumpun pelajaran dan kompetensi lulusan.
Secara
garis besar model kisi-kisi ini dibagi ke dalam dua bagian, kisi-kisi induk (umum)
dan kisi-kisi khusus. Kisi-kisi induk merupakan pengembangan dari unsur-unsur yang
telah ada dalam kurikulum, sedangkan kisi-kisi khusus merupakan penjabaran dari
model atau jenis alat evaluasi yang dipilih.unsur-unsur yang terkandung dalam
kisi-kisi induk meliputi; (a) standar kompetensi, (b) kompetensi dasar, (c)
hasil belajar, (d) indikator-indikator dan (e) jenis/model evaluasi. Unsur standar kompetensi,
kompetensi dasar, hasil belajar dan indikator sudah tercantum dalam kurikulum
setiap mata pelajaran pada setiap jenjang atau level. Adapun kisi-kisi yang
khusus, baik unsur-unsurnya maupun formatnya, pada setiap jenis alat
evaluasi berbeda-beda. Misalnya, format alat evaluasi jenis tes, berbeda dengan
jenis nontes, portofolio, tes penampilan, ataupun authentic assessment.
Tabel Format Kisi-Kisi
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Hasil Belajar
|
Indikator
|
Hasil evaluasi
|
4)
Menulis Alat Evaluasi (Butir
Soal) Sesuai dengan Kisi-Kisi
Agar informasi tentang karakteristik tingkah
laku individu yang dinilai akurat atau mencerminkan mendekati keadaan yang
sebenarnya, sehingga informasi itu dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat
keputusan penting dalam pendidikan dan pengajaran, maka alat evaluasi yang
digunakan harus memenuhi persyaratan teknis sebagai alat ukur yang baik. Karakteristik
alat evaluasi yang baik menurut Hopkins dan Antes adalah alat evaluasi tersebut
memiliki keseimbangan, spesifik dan objektif. Keseimbangan dan kekhususan
(spesifikasi) berkaitan langsung dengan validitas, objektivitas berkaitan
langsung dengan reliabilitas dan berkaitan tidak langsung dengan validitas, yaitu
melalui keterkaitan antara validitas dan reliabilitas. Untuk memperoleh
perangkat tes yang seimbang (proporsional), dapat dilakukan dengan cara membuat
tabel spesifikasi (kisi-kisi) mengenai topik-topik yang akan dimasukan ke dalam
perangkat tes. Untuk memperoleh butir-butir soal yang spesifik dapat dilakukan
melalui identifikasi kompetensi dan tujuan-tujuan khusus pembelajaran, selanjutnya
dijadikan dasar perumusan butir soal. Untuk mendapatkan hasil yang objektif
dilakukan dengan membuat pedoman penskoran, pengolahan dan penafsiran yang
jelas dan terinci.
Cara-cara di atas, dapat diharapkan
butir-butir alat evaluasi yang dirumuskan dapat menjadi sampel yang
representatif (seimbang), spesifik dan objektif.
Langkah-langkah pokok yang ditempuh dalam
penulisan butir alat evaluasi adalah: (a) merumuskan defenisi konsep aspek
materi penbelajaran yang akan diujikan; (b) merumuskan definisi konsep aspek materi
pelajaran yang akan diujikan; (c) menentukkan atau memilih indikator-indikator
yang menjadi karakteristik pencapaian dari setiap konsep yang hendak diukur;
dan (d) membuat kunci jawaban yang merumuskan pedoman penskoran, pengelohan dan
penafsiran
5)
Pelaksanaan Evaluasi
Setelah
penulisan soal selesai dan telah disusun penomorannya serta telah diperbanyak
sesuai dengan jumblah peserta, kemudian alat evaluasi tersebut disajikan kepada
peserta tes. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan evaluasi antara
lain: waktu yang harus disediakan untuk mengerjakan tes, petunjuk cara
mengerjakan soal, pengaturan posisi tempat duduk peserta didik, dan menjaga
ketertiban dan ketenangan suasana kelas, sehingga peserta tes dapat mengerjakan
soal-soal tersebut dengan penuh konsentrasi.
6)
Pemeriksaan Hasil Evaluasi
Hasil
jawaban peserta res hendaknya diperiksa dengan cermat dan diberi skor sesuai
dengan petunjuk dan pedoman penskoran yang telah ditetapkan. Teknik penskoran
dalam setiap bentuk soal biasanya berbeda-beda. Oleh karena itu, pedoman
penskoran harus ditentukan terlebih dahulu. Buatlah kunci jawaban atau
rambu-rambu jawaban yang diinginkan beserta pembobotan skornya, beserta waktu
dan tenaga yang cukup leluasa, sehingga tidak terburu-buru terutama dalam
pemeriksaan hasil tes soal bentuk uraian.
7)
Pengolahan dan Penafsiran Hasil
Evaluasi
Skor
yang diperoleh dari tes dapat diolah dalam berbagai teknik pengolahan
tergantung informasi yang dibutuhkan. Seperti rata-rata skor, standar deviasi, variansi,
kecendungan sentral, menentukan batas lulus, mentransfer skor kedalam nilai
baku (skala 10, skala 4, dan lain-lain). Ada dua pendekatan penafsiran hasil
tes yaitu berdasarkan acuan patokan (PAP) dan pendekatan berdasarkan acuan
norma (PAN). Acuan patokan untuk mendeskripsikan tinggkat penguasaan peserta
didik terhadap materi yang diteskan, sedangkan acuan norma untuk melihat
kedudukan di antara peserta didik atau peserta tes. Pendekatan yang mana yang
akan dipilih tergantung dari tujuan pelaksanaan tes.
8)
Penggunaan Hasil Evaluasi
Penggunaan
hasil evaluasi ini sangat erat kaitannya dengan tujuan evaluasi tersebut, apakah
untuk tujuan formatif, sumatif, dianostik, atau penempatan. Hasil penilaian ini
sangat berguna terutama sebagai bahan perbaikan program pengajaran, melihat
tingkat ketercapain kurikulum, memotivasi belajar peserta didik, bahan laporan
kepada orang tua peserta didik dan sebagai bahan laporan kepada atasan untuk
kepentingan supervisi dan monitoring program serta sebagai bahan penyusun
program berikutnya sebagai tindak lanjut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar