Minggu, 20 Maret 2016

KOMPONEN-KOMPONEN PEMBELAJARAN



KOMPONEN-KOMPONEN PEMBELAJARAN


Istilah pembelajaran merupakan terjemahan kata “instruction”. Sering kali orang membedakan kata pembelajaran dengan “pengajaran”. Akan tetapi tidak jarang juga pula orang memberikan pengertian yang sama untuk kedua kata tersebut. Menurut Arief S. Sadiam, kata pembelajaran dan kata pengajaran dapat dibedakan pengertiannya. Kalau kata pengajarannya hanya ada di dalam konteks pendidik dan murid di kelas formal. Sedangkan kata pembelajaran tidak hanya ada dalam konteks pendidik-murid tetapi juga meliputi proses pembelajaran yang tak dihadiri oleh pendidik secara fisik. Di dalam kata pembelajaran ditekankan pada kegiatan belajar peserta didik melalui usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar. Dengan definisi tersebut, ada yang berpandangan bahwa kata pembelajaran dan kata pengajaran pada hakikatnya sama, yaitu suatu proses interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Kedua pandangan tersebut dapat digunakan, yang terpenting adalah interaksi yang terjadi antara pendidik dan peserta didik harus adil, yakni adanya komunikasi timbak balik diantara keduannya, baik secara langsung maupun tidak langsung atau melalui media. Peserta didik jangan selalu dianggap sebagai subjek belajar yang tidak tahu apa-apa. Ia memiliki latar belakang belakang, minat, dan kebutuhan, serta memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Peranan pendidik tidak hanya terbatas sebagai pengajar (penyampaian ilmu pengetahuan), tetapi juga sebagai pembimbing, pengembang, dan pengelola kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi kegiatan belajar para peserta didik dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Gambar 8.1 adalah bagan kegiatan pembelajaran.
Setelah pendidik mempelajari kurikulum yang berlaku, selanjutnya membuat suatu desian pembelajaran dengan mempertimbangkan kemempuan awal peserta didik (entering behavior), tujuan yang hendak dicapai, teori belajar dan pembelajaran, karakteristik bahan yang akan diajarkan, metode atau media atau sumber belajar yang digunakan, dan unsur-unsur lainnya sebagai penunjang. Setelah desain dibuat, kemudian KBM atau pembelajaran dilakukan. Dalam hal ini ada dua kegiatan utama, yaitu pendidik bertindak mengajar dan siwa bertindak belajar. Kedua kegiatan tersebut berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Pada akhirnya implementasi pembelajaran itu akan mengahsilkan suatu hasil belajar. Hasil ini akan memberi dampak bagi pendidik dan peserta didik.Bagi pendidik sebagian dampak pembelajaran (instructional effect) berupa hasil yang dapat di ukur sebagaidata hasil belajar peserta didik (angka/nilai) dan berupa masukan bagi pengembangan pembelajaran selanjutnya. Sedangkan bagi peserta didik sebagai dampak pengiring (nurturent effect) berupa terapan pengetahuan dan/kemampuan di bidang lain sebagai suatu transfer belajar yang akan membantu perkembangan mereka mencapai keutuhan dan kemandirian. Jadi, ciri utama dari kegitan pembelajaran adalah adanya interaksi. Interaksi yang terjadi antara si belajar dengan lingkungan belajarnya, baik itu dengan pendidik, teman-temannya, tutor, media pembelajaran dan atau sumber-sumber belajar lain. Sedangkan ciri-ciri lainnya dari pembelajaran ini berkaitan dengan komponen-komponen pembelajaran itu sendiri. Di mana di dalam pembelajaran akan terdapat komponen-komponen yaitu: tujuan, materi/bahan ajar, metode dan media, evaluasi, anak didik/peserta didik, dan adanya pendidik/pendidik.

Sebagai sebuah sistem, masing-masing komponen tersebut membentuk sebuah integritas atau satu kesatuan yang utuh. Masing-masing komponen saling berinteraksi, yaitu saling berhubungan secara aktif dan saling mempengaruhi. Misalnya dalam menentukan bahan pembelajaran merujuk pada tujuan yang telah ditentukan, serta bagaimana materi itu disampaikan akan menggunakan strategi yang tepat yang didukung oleh media yang sesuai. Dalam menentukan evaluasi pembelajaran akan merujuk pada tujuan pembelajaran, bahan yang disediakan media dan strategoi yang digunakan, begitu juga dengan komponen yang lainnya saling bergantung (interdipendensi) dan saling terobos (interpenetrasi).

A.       Tujuan Pembelajaran

1.      Hirarki Tujuan
Tujuan pembelajaran suatu target yang ingin dicapai, oleh kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini merupakan tujuan antara dalam upaya mencapai tujuan-tujuan lain yang lebih tinggi tingkatannya, yakni tujuan pendidikan dan tujuan pembangunan nasional. Dimulai dari tujuan pembelajaran (umum dan khusus), tujuan-tujuan itu bertingkat, berakumulasi, dan bersinergi untuk menuju tujuan yang lebih tinggi tingkatannya, yakni membangun manusia (peserta didik) yang sesuai dengan yang di cita-citakan. Secara hierarki tujuan tersebut dapat digambarkan pada Gambar 8.3.
a.      Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan tujuan yang sifatnya umum dansering kali disebut dengan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan ini merupakan tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dan didasari oleh falsafah Negara (Indonesia didasari oleh Pancasila). Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional (Indonesia) adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.















b.      Tujuan Institusional/Lembaga
Tujuan institusional merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh setiap sekolah atau lembaga pendidikan. Tujuan institusional ini merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan sesuai dengan jenis dan sifat sekolah atau lembaga pendidikan. Oleh karena itu, setiap lembaga pendidikan memiliki tujuan institusionanya sendiri-sendiri. Tidak seperti tujuan nasional, tujuan institusional lebih bersifat konkret. Tujuan institusional ini dapat dilihat dalam kurikulum setiap lembaga pendidikan.
c.       Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler adalah tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi. Tujuan ini dapat dilihat dari GBPP (Garis-garis Besar Program Pengajaran) setiap bidang studi. Tujuan kurikuler merupakan penjabaran dari tujuan institusional, sehingga kumulasi dari setiap tujuan kurikuler ini akan menggambarkan tujuan institusiona.
d.      Tujuan instruksional/Pembelajaran
Tujuan instruksional adalah tujuan yang ingin dicapai dari setiap kegiatan instruksional atau pembelajaran. Tujuan ini seringkali dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
1)      Tujuan Instruksional/Tujuan Pembelajaran Umum
Tujuan instruksional umum adalah tujuan pembelajaran yang sifatnya masih umum dan belum dapat menggambarkan tingkah laku yang lebih spesifik. Tujuan instruksional umu ini dapat dilihat dari tujuan setiap pokok bahasan suatu bidang studi yang ada dalam GBPP.
2)      Tujuan instruksional/Pembelajaran Khusus
Tujuan instruksional khusus merupakan penjabaran dari tujuan instruksional umum. Tujuan ini dirumuskan oleh pendidik dengan maksud agar tujuan instruksional umum tersebut dapat lebih dispesifikasikan dan mudah diukur tingkat ketercapainya. Untuk memudahkan pendidik dalam mengembangkan dan merumuskan tujuan pembelajaran khusus ada beberapa kreteria yang dapat dijadikan patokan, yaitu:
a)      Menggunakan kata kerja operasional. Contohnya: peserta didik dapat menerapkan rumus bukan peserta didik dapat memahami rumus.
b)      Harus dalam bentuk hasil belajar, bukan apa yang dipelajari. Contohnya: peserta didik dapat,…., bukan Peserta didik dapat mengetahui cara-cara mengubah kalimat akatif menjadi kalimat pasif.
c)      Harus dalam bentuk tingkah laku peserta didik, bukan tingkah laku pendidik. Contohnya: Peserta didik dapat,…., bukan Pendidik dapat menjelaskan,……,
d)      Hanya meliputi satu jenis kemampuan, agar mudah dalam menilai pencapaian tujuan. Bila lebih dari satu, dan setelah dilakukan tes TIK tersebut tidak tercapai karena peserta didik tidak dapt mengerjakan dengan benar, maka pendidik akan mengalami kesulitan dalam menentukan kemampuan yang belum dikuasai dan mana yang sudah dikuasai.
        Untuk memudahkan penjabaran dan perumusan tujuan instruksional/pembelajaran khusus, dapat dilakukan dengan memilah menjadi empat komponen, yaitu ABCD, A = Audience, B = Behavior, C = Condition dan D = Degree (Baker, 1971). Sedangkan Lee (1973) mengemukakan lima komponen, yaitu who (siapa: peserta didik/anak didik), behavior (tingkah laku), what (tentang apa, apa yang dipelajari), criterion (kreteria ketercapainya tujuan), dan condention (dalam kondisi pembelajaran yang bagaimana). Dalam praktiknya, komponen dari Baker yang sering digunakan, dengan penjelasan yaitu:
a)      A : sasaran siapa yang belajar. Dirumuskan secara spesifik agar jelas untuk siapa tujuan belajar itu diarahkan. Contohnya: Peserta didik SD kelas 6, Peserta didik SMU kelas 1 semester 1, dan sebagainya.
b)      B : perilaku spesifik yang diharapkan dilakukan atau dimunculkan peserta didik setelah KBM. Rumusan perilaku ini mencakup kata kerja aktif transitif dan objeknya. Contohnya: menyebutkan bagian-bagian tubuh.
c)      C : keadaan/syarat yang harus dipenuhi atau dikerjakan peserta didik saat dites. Contohnya: dengan mengamati, tanpa membaca kamus dengan benar dan sebagainya.
d)      D : batas minimal tingkat kebrhasilan terendah yang harus dipenuhi dalam mencapai perilaku yang diharapkan. Penentuan batas ini tergantung pada: jenis bahan materi, penting tidaknya materi, tinggi rendahnya sekolah, sifat kemampuan yang harus dimiliki. Contohnya: paling sedikit tiga buah, paling lambat tiga minggu, minimal 80%, dan sebagainya.
        Sebagai contoh rumusan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) yang berisi empat komponen tersebut adalah “setelah membaca wacana yang diberikan pendidik, peserta didik kelas 3 SMA semester 1 (unsur C dan A) dapat menunjukkan contoh penggunaan gaya bahasa sarkasme paling sedikit tiga buah (unsur B dan D). “Pada kenyataanya, unsur A biasanya hanya ditulis satu kali di awal penulisan tujuan atau disebutkan pada identitas rencana pembelajaran. Begitu pula dengan unsur C, sering kali tidak disebutkan bila memang tidak menekankan pada suatu kondisi pembelajaran yang khusus.
         Seiring dengan perkembangan yang ada saat ini, pemerintah pusat tidak lagi menyusun kurikulum nasional, tetapi hanya menetapkan SKL (Satuan Kompetensi Lulusan) dan Standar Isii berikut Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap mata pelajaran. Kurikulu dikembangkan oleh masing-masing sekolah/madrasah yang dikenal dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dan silabusnya.

B.       Bahan Pembelajaran

Bahan atau materi pembelajaran pada dasarnya adalah “isi” dari kurikulum, yakni berupa mata pelajaran atau bidang studi dengan topik/subtopik dan rinciannya. Secara umum isi kurikulum itu dapat dipilah menjadi tiga unsur utama, yaitu: logika (pengetahuan tentang benar dan salah; berdasarkan prosedur keilmuan), etika (pengetahuan tentang baik-buruk), bermuatan nilai moral, dan estetika (pengetahuan tentang indah-jelek), berupa muatan nilai seni. Sedangkan bila memilahnya berdasarkan taksonomi Bloom dkk., bahan pembelajaran itu berupa kognitif (pengetahuan), afektif (sikap/nilai), dan psikomotor (keterampilan). Bila dirinci lebih lanjut, isi kurikulum atau bahan pembelajaran itu dapat dikategorikan menjadi enam jenis, yaitu: fakta, teori/konsep, prinsip, proses, dan nilai, serta keterampilan.
1.      Fakta adalah sesuatu yang telah terjadi atau telah dialami/dikerjakan, bias berupa objek atau keadaan tentang sesuatu hal
2.      Konsep/teori adalah suatu ide atau gagasan atau suatu pengertian umum, suatu set atau sistem pernyataan yang menjelaskan serangkaian fakta, dimana pernyataan tersebut harus memadukan, universal, dan meramalkan.
3.      Prinsip merupakan suatu aturan/kaidah untuk melakukan sesuatu, atau kebenaran dasar sebagai titik tolak untuk berpikir.
4.      Proses adalah serangkaian gerakan, perubahan, perkembangan atau suatau cara/prosedur untuk melakukan kegiatan secara operasional.
5.      Nilai adalah suatu pola, ukuran normal, atau suatu tipe/model. Ia berkaitan dengan pengetahuan atas kebenaran yang bersifat umum.
6.      Keterampilan adalah kemempuan untuk melakukan sesuatu, baik dalam pengertian fisik maupun mental.
        Tugas pendidik disini adalah memilih dan mengembangkan bahan pembelajaran. Dalam memilih bahan pembelajaran, pendidik dapat mempertimbangkan kreteria-kreteria yaitu: relevansi (secara psikologis dan sosiologis), kompleksitas, rasional/ilmiah, fungsional, ke-up to date-an, dan komprehensif/keseimbangan. Sedangkan pengembangan bahan ajar yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: sekuen kronologis, sekuen kausal, sekuen structural, sekuen logis dan psikologis, sekuen spiral, dan lain-lain.
        Dalam perkembangan bdan pemanfaatannya bahan pembelajaran, pendidik dapat melakukannya dengan dua cara, yaitu: resources by design, yaitu sumber-sumber belajar yang dirancang dan dikembangkan untuk kepentingan pembelajaran, dan resources by untilization, yaitu sumber-sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar yang dapat digunakan dan dimanfaatkan bagi kepentingan pembelajaran.

C.       Strategi dan Metode Pembelajaran

        Strategi dan pembelajaran merupakan salah satu komponen di dalam sistem pembelajaran, yang ti8dak dapat dipisahkan dari komponen lain di dalam sistem tersebut. Dengan kata lain, strategi pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Faktor-faktor (variabel) yang mempengaruhi strategi pembelajaran ialah: (1) tujuan, (2) materi, (3) peserta didik, (4) fasilitas, (5) waktu, dan (6) pendidik.
        Metode dan teknik dalam di dalam proses pembelajaran bergantung pada tingkah laku yang terkandung di dalam rumusan tersebut. Denga kata lain, metode dan teknik yang digunakan untuk tujuan yang menyangkut keterampilan atau sikap. Sebagai contoh: 1) tujuan untuk aspek pengetahuan (peserta didik dapat menjelaskan konsep kebersihan); 2) tujuan untuk aspek keterampilan (peserta didik dapat membersihkan ruang kelas); 3) tujuan untuk sikap (peserta didik dapat menghargai kebersihan). Untuk tujan pertama (aspek pengetahuan), metode tanya jawab dan diskusi dapat digunakan. Untuk tujuan kedua (aspek keterampilan) tidak cukup dengan hanya bicara (tanya jawab dan diskusi), akan tetapi harus sampai pada praktek membersihkan ruangn di bawah bimbingan pendidik. Apalagi untuk tujuan ketiga (aspek sikap), tidak semudah itu tujan tersebut dapat dicapai. Dalaam hal ini perlu memilih strategi yang tepat, termasuk pembiasaan dan disertai contoh dari pendidik. Jadi, jelas bahwa strategi belajar mengajar yang digunakan dipengaruhi oleh tujuan pengajaran itu sendiri. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan strategi pembelajaran adalah yaitu.
1.      Faktor Tujuan
          Tujuan merupakan faktor yang paling pokok, sebab faktor yang ada dalam situasi pembelajaran, termasuk strategi pembelajaran, diarahkan dan diupayakan semata-mata untuk mencapai tujuan.
          Tujuan pengajaran menggambarkan tingkah laku yang harus dimiliki peserta didik setelah proses pembelajaran selesai dilaksanakan. Tingkah laku yang harus dimiliki peserta didik dapat dikelompokkan ke dalam kelompok pengetahuan, keterampilan dan sikap. Penggunaan strategi atau metode dan teknik di dalam proses pembelajaran tergantung pada tingkah laku yang terkandung di dalam rumusan tujuan tersebut. Dengan kata lain, metode dan teknik yang digunakan untuk tujuan yang menyangkut keterampilan atau sikap. Sebagai contoh:
a.       Tujuan untuk aspek pengetahuan: peserta didik dapat menjelaskan konsep kebersihan.
b.      Tujuan untuk aspek keterampilan: peserta didik dapat membersihkan ruangan kelas.
c.       Tujuan untuk aspek sikap: peserta didik menghargai kebersihan.
          Untuk tujuan pertama (aspek pengetahuan), metode tanya jawab dan diskusi dapat digunakan. Akan tetapi, untuk tujuan kedua (aspek keterampilan) sudah barang tentu tidak hanya dengan bicara bicara (tanya jawab dan diskusi) saja, akan tetapi harus sampai praktek membersihkan ruangan di bawah bimbingan pendidik. Apalagi untuk tujuan ketiga (aspek sikap), tidak akan semudah itu tujuan tersebut akan tercapai. Dalam hal ini kita perlu memilih strategi yang lebih tepat lagi, termasuk pembiasaan dan contoh dari pendidik. Jad jelas kiranya bahwa strategi belajar mengajar yang digunakan dipengaruhi oleh tujuan pengajaran itu sendiri.
2.      Faktor Materi
          Dilihat dari hakikatnya, ilmu atau materi pengajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik ilmu atau materi pelajaran membawa implikasi terhadap penggunaan cara dan teknik di dalam proses pembelajaran. Barangkali atas dasar inilah maka tiap bidang studi atau mata pelajaran memiliki strategi yang berbeda dengan mata pelajaran lain, sehingga mncul metode khusus untuk mata pelajaran, seperti metode khusus IPA, metode khusus Matematika, metode khusus IPS, dan sebagainya. Secara teoritis di dalam ilmu atau mata pelajaran terdapat beberapa sifat materi, yaitu: fakta, konsep, prinsip, masalah, prosedur (keterampilan), dan sikap (nilai). Mengajarkan materi-materi tersebut berbeda antara yang satu engan yang lainya tergantung pada sifatnya.
a.       Mengajarkan fakta kelihatannya tidak terlalu sulit, sebab tujuan utamanya ialah mengajarkan peserta didik agar tetap ingat terhadap fakta yang diajarkan atau yang dipelajari.
b.      Mengajarkan konsep bukan hanya mengajarkan peserta didik untuk menghafal akan konsep tersebut. Akan tetapi, yang lebih utama ialah supaya peserta didik memahami atribut-atribut konsep tersebut. Untuk itu antara lain kita dapat menggunakan metode diskusi dengan pendekatan deduktif atau induktif.
c.       Mengajarkan Prinsip bertujuan agar peserta didik mampu menerapkan prinsip-prinsip tersebut di dalam praktik. Oleh karena itu, mengajarkan prinsip harus diikuti engan kegiatan praktik penerapan prinsip yang harus dilakukan oleh peserta didik.
d.      Mengajarkan pemecahan masalah memiliki langkah-langkah: 1) mengenal permasalahan, 2) merumuskan masalah, 3) mengumpulkan berbagai data atau keterangan untuk pemecahan masalah, 4) merumuskan dan menyeleksi kemungkinan pemecahan masalah, dan 5) implementasi dan evaluasi. Dalam hal ini tugas pendidik memberi pengarahan dan bimbingan di dalam setiap langkah pemecahan masalah tersebut.
e.       Mengajarkan Keterampilan Motorik (prosedur praktik) berujuan supaya peserta didik mampu melakukan praktik keterampilan tersebut. Metode yang dapat digunakan antara lain simulasi atau demonstrasi yang diikuti dengan latihan.
f.       Megajarkan Sikap lebih sulit dan memerlukan waktu yang relatif lebih lama. Tujuan utama mengajarkan sikapa ialah agar peserta didik memiliki sikap atau nilai tertentu. Untuk itu perlu ada upaya penghayatan, contoh, dan pembiasaan.
3.      Faktor Peserta didik
          Peserta didik sebagai pihak yang berkepentingan di dalam proses pembelajaran, sebab tujuan yang harus dicapai semata-mata untuk mengubah perilaku peserta didik itu sendiri. Itulah sebabnya sangat tidak bijakasana bila proses pembelajaran tidak didasarkan pada faktor peserta didik itu sendiri. Sehubungan dengan itu beberapa hal yang perlu dipertimbangkan ialah jumlah peserta didik yang terlibat dalam proses pembelajaran. Metode dan teknik yang digunakan di dalam proses mengajar, antar lain bergantung pada jumlah peserta didik.
          Metode an teknik yang digunakan di dalam proses belajar dengan jumlah peserta didik puluhan orang akan berbeda dengan metode dan teknik di dalam pross belajar mengajar dengan jumlah peserta didik beberpa orang saja. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan bahwa:
a.       Peserta didik sebagi keseluruhan. Dalam arti segala aspek pribadinya diperhatikan secara utuh.
b.      Peserta didik sebagai pribadi tersendiri. Setiap peserta didik memiliki perbedaan dengan yang lain dalam hal: kemampuan, cara belajar, kebutuhan, dan sebagainya.
c.       Tingkat perkembangan peserta didik mempengaruhi proses pembelajaran.
          Faktor fasilitas turut menentukan proses dan hasil belajar, bila kita merencanakan akan menggunakan metode demonstrasi di dalam mengajarkan suatu keterampilan tertentu kepada peserta didik dengan menggunakan alat pelajaran yang telah ditetapkan. Akan tetapi, jika alatnya kurang lengkap atau sama sekali tidak ada, maka proses belajar yang direncanakan tidak dapat dilaksanakan sebagaimana metinya dan hasilnya tidak akan tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
4.      Faktor Waktu
          Faktor waktu dapat dibagi dua, yaitu yang menyangkut jumlah waktu dan kondisi waktu. Hal yang menyangkut jumlah waktu ialah berapa puluh menit atau jam pelajaran yang tersedia untuk proses pembelajaran. Sedangkan yang menyangkut kondisi waktu ialah kapan pun atau pukul berapa pelajaran itu dilaksanakan. Pagi, siang, sore atau malam, kondisinya akan berbeda. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran yang terjadi.
5.      Faktor Pendidik
          Faktor pendidik adalah salah satu penentu, pertimbagan semua faktor di atas akan sangat bergantung kepada kreativitas pendidik. Dedikasi dan kemempuan pendidiklah yang pada akhirnya mempengaruhi pelaksanaan proses pembelajaran.

D.       Beberapa Strategi Pembelajaran dan Metode Mengajar

Di bawah ini kita diskusikan secara singkat strategi dan metode mengajar yang dapat digunakan sebagai alternatif upaya pencapaian tujuan pembelajaran:
1.      Strategi Ekspositori Klasikal
          Dalam strategi pembelajaran ekspositori klasikal, pendidik lebih banyak menjelaskan pesan yang sebelumnya telah diolah sendiri, sementara peserta didik lebih banyak menerima pesan yang telah jadi. Strategi seperti ini biasanya apabila: 1) jumlah peserta didik cukup banyak, 2) sumber pelajaran jumlah sangat terbatas, apabila jika hanya satu, yaitu yang dipergunakan oleh pendidik, 3) media lain tidak ada, kecuali sumber buku yang pergunakan oleh pendidik dan papan tulis, dan 4) waktu yang tersedia sagat sedikit dibandingkan dengan materi pelajaran yang relatif lebih banyak tujuan yang ingin dicapai lebih banyak bersifat pengetahuan.
Bila strategi pembelajaran seperti ini terpaksa harus dilakukan, disarankan:
a.       Pendidik harus menguasai materi pelajaran sepenuhnya.
b.      Selingi dengan tanya jawab, supaya peserta didik lebih aktif.
c.       Berikan tugas yang harus dikerjakan peserta didik pada saat itu atau di luar jam pelajaran.
d.      Berikan balikan terhadap pekerjaan peserta didik yang telah dikoreksi.
e.       Berikan kesempatan pada peserta didik yang menghadapi kesulitan untuk berkonsultasi di luar jam pelajaran.
f.       Harus disadari bahwa strategi belajar mengajar seperti itulah lebih cocok untuk aspek kognitif tingkat rendah.
2.      Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab sebagai salah satu metode mengajar yang mempunyai peranan meingkatkan kadar berpikir peserta didik. Metode tanya jawab dapat digunakan antara lain untuk: (1) mendiagnosis perkembangan peserta didik, (2) menentukan tingkat kemempuan kognitif peserta didik, (3) menetapkan studi tambah, (4) memperkaya materi pelajaran. Menurut Donald C. Orlich (1990:195) semua pertanyaan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori dasar, yaitu (1) convergen, (2) divergen, dan (3) evaluatif. Pada pertanyaan convergen terfokus pada tujuan yang lebih terbatas atau lebih terarah kepada jawaban tertentu. Denga pola pertanyaan convergen, kemampuan peserta didik lebih terarah kepada tingkat kognitif rendah, yaitu aspek ingatan atau pemahaman. Pertanyaan-pertanyaan convergen digunakan antara lain pada saat gru memulai pelajaran sebagai ungkapan kemampuan awal sisa atau pengungkapan apersepsi, pada saat menyimplkan berbagai fakta atau keterangan, pada saat merumuskan konsep, atau dengan maksud lebih banyak peserta didik yang terlibat memberikan jawaban. Beberapa contoh pertanyaan convergen:
a.       Coba Anda sebutkan ciri-ciri tanaman monokotil!
b.      Coba Anda jelaskan cara terjadinya peredaran darah!
   Pola pertanyaan divergent terarah kepada respons peserta didik yang bervariasi terhadap pertanyaan pendidik tiap peserta didik dapat merespons berbeda dari yang lain. Dalam hal ini memungkinkan sekali banyak pendapat yang dapat dipandang benar. Dengan pertanyaan divergent, kegiatan peserta didik dapat berkembangan menjadi diskusi. Pendidik tidak perlu banak membatasi respons peserta didik. Peserta didik diberi kebebasan merespons sesuai dengan pendapatnya. Dengan pola pertanyaan divergent, kemempuan peserta didik lebih terarah kepada kognitif tingkat tinggi, yaiyu penerapan, analisis, dan sintesis. Contohnya pertanyaan divergent adalah:
a.       Dampak apa yang akan terjadi dalam kehidupan di masyarakat bila demokrasi terpasung?
b.      Apa yang akan terjadi dalam sekolah yang tidak memiliki aturan berperilaku?
   Pola oertanyaan evaluatif merupakan pertanyaan divergent yang ditambah denga evaluasi berdasarkan kreteria. Jika peserta didik merespons terhadap suatu pertanyaan yang kmudian responsnya itu diikuti dengan argumentasi atau alas an berasarkan kreteria, maka pertanyaan tersebut tergolong pada pertanyaan evaluatif. Contoh pertanyaan evaluatif:
Mengapa pertanyaan divergent dan evaluatif lebih baik dari pada pertanyaan convergent untuk meningkatkan sikap positif pada diri peserta didik?
3.      Strategi Heuristik
   Terdapat dua sub strategi belajar mengajar pada strategi heuristik, yaitu discovery dan inquiry, kadang-kadang disebut juga metode diskoveri dan inkuiri atau metode penemuan. Aund (1975) mengemukakan bahwa discovery adalah proses mental, di mana individu mengasimilasi konsep dan prinsip. Atau dengan kata lain, proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Atau dengan kata lain, proses discovery terjadi apabila peserta didik terlibat dalam menggunakan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip. Sevagai contoh: “Mengapa sepotong kayu terapung di dalam air?”. Setelah melalui proses pengukuran isi kayu dan berat kayu, diperoleh berat jenis kayu. Kemudian dibandingkan dengan berat jenis air. Diperoleh jawaban bahwa kayu terapung di atas air dikarenakan berat jenis j\kayu lebih kecil dari pada berat jenis air. Akhirnya, ditarik kesimpulan bahwa benda yang berat jenisnya lebih kecil dari air, akan terapung di permukaan air.
   Kegiatan discovery sering terjadi pada pelajaran IPA di laboratorium di mana peserta didik mencari konsep atau prinsip dengan petunjuk langkah-langkah yang harus dilakukan; yang disebut juga guild discovery inquiry laboratory lesson. Inquiry mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatanya dari pada discovery, misalnyta merumuskan problema, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, menganalisis data, dan menarik kesimpulan, yang disertai sikap objektif, jujur, hasryat ingin tahu, dan terbuka. Jadi, inkuiry adalah perluasan proses discovery yang igunakan dengan cara yang lebih terbuka.
4.      Pengajaran Kelompok (Kecil)
Bentuk pengajaran kelompok bias terjadi melalui kerja kelompok atau diskusi kelompok.
a.       Kerja Kelompok
Peserta didik diberikan tugas untuk mengerjakan sesuatu secara berkelompok (4-6 orang). Hal yang perlu diperhatikan pendidik:
1)      Mengelompokan peserta didik berdasarkan kemampuan, minat, bakat, atau pertimbangan lain yang relevan dengan jenis tugas.
2)      Membagikan tugas pada setiap kelompok sesuai dengan kemampuan, minat, bakat, anggota kelompok di atas.
3)      Mengawasi dan memberikan motivasi kepada setiap anggota kelompok untuk bekerja sebaik-baiknya (semua aktif/berpartisipasi).
4)      Memberi bantuan kepada kelompok yang memerlukan.
5)      Memberikan balikan terhadap setiap pekerjaan peserta didik.
6)      Memimpin kegiatan kulminasi dalam bentuk pertanggungjawaban setiap kelompok, dapat pula diakhiri dengan penyelenggaraan pemeran.
b.      Diskusi Kelompok
Diskusi merupakan proses tukar pendapat di antara partisipan. Dengan metode diskusi para peserta didik diharapkan belajar lebih aktif untuk menemukan rumus sendiri. Diskusi kelompok kecil memilki beberapa ciri antara lain: 1) jumlah kelompok diskusi terdiri dari beberapa orang (4-6 orang), 2) membahas suatu topik atau permasalahan bersama, 3) prosesnya mencakup pengantar, tukar pendapat, dan evaluasi rumusan ide, 4) mengarah kepada beberapa tujuan, dan 5) interaksi terjadi secara verbal.
     Banyak keuntungan yang dapat diraih oleh peserta didik dari aktivitas belajar melalui diskusi kelompok kecil. Disamping diperoleh rumusan-rumusan hasil diskusi, juga menumbuhkembangkan sikap demokrasi, kritis, berpikir kreatif, kemampuan mengungkapkan pendapat secara sistematis, mengembangkan rasa tanggungjawab, menumbuhkan keberanian mengungkapkan pendapat, dan meningkatkan motivasi belajar.
     Untuk meningkatkan keefektifan kegiatan para partisipan kelompok kecil, pendidik menekankan pada dua keterampilan proses, yaitu: keterampilan inkuiri, dan keterampilan bekerja sama. Pendidik dapat memfasilitasi diskusi kelompok kecil dengan menggunakan beberapa asumsi mengenai proses interaksi kelompok kecil, yaitu: interaksi, proses, struktur, peranan, kepemimpinan, dan kekompakan kelompok.
5.      Pengajaran Perorangan (Individual)
   Pengajaran perorangan dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan pengajaran klasikal terutama dengan maksud: Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk maju sesuai dengan kecepatan masing-masing. “Memaksa” peserta didik untuk belajar lebih aktif, bila dalam pengajaran individu ini digunakan paket belajar (modul atau berprograma), untuk mengatasi kesulitan mengajar bagi pendidik yang kurang kompeten.
   Bentuk pengajaran perorangan dengan menggunakan paket belajar, yang banyak dikembangkan di Indonesia ialah pengajaran modul sebagai pengembangan dari pengajaran berprograma (khususnya tipe linier). Prinsip dasar berprograma dan modul adalah belajar dengan langkah pendek. Artinya, belajar sedikit demi sedikit tapi mantap. Untuk itu bahan belajar harus harus dipecah menjadi unit terkecil dan peserta didik harus lebih aktif belajar. Untuk itu peserta didik harus dirangsang supaya melakukan kegiatan belajar, umpamanya dengan cara diberi tugas atau pertanyaan. Belajar merupakan proses perkembangan. Artinya hasil belajar berupa perubahan perilaku secara berangsur-angsur (tidak terjadi sekaligus). Oleh karena itu, materi pelajaran harus diajarkan secara bertahap dan berkesinambungan. Peserta didik akan belajar lebih giat bila ia merasa berhasil. Keberhasilan akan menjadi pendorong belajar. Oleh karena itu, di samping materi pelajaran disesuaikan dengan kemampuan dan pengalaman peserta didik, pelajaran harus disajikan secara menyenangkan. Belajar terjadi secara individual. Hai ini disebabkan karena seorang peserta didik memilki perbedaan dari peserta didik lain dalam hal belajar, umpanya cara belajar dan kecepatan belajar.

E.       Kriteria Penggunaan Strategi Pembelajaran dan Metode Mengajar

Proses pembelajaran yang baik harus memiliki dan memenuhi sejumlah kriteria, antara lain:
1.      Memiliki tingkat relevansi epitemologis yang tinggi, artinya proses belajar yang dilakukan peserta didik relevan dengan hakikat ilmu yang sedang dipelajari peserta didik.
2.      Memiliki tingkat relevansi psikologis. Dalam hal ini ilmu dipandang sebagai alat berpikir. Makin tinggi kadar berpikir peserta didik didalam kegiatan belajar, makin berkualitas proses pembelajaran tersebut.
3.      Memiliki tingkat relevansi sosiologis.kriteria ini dilihat dari segi kesempatan peserta didik menghayati nilai-nilai sosial.di dalam proses pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik menghayati nilai-nilai sosial, seperti: saling menghargai pendapat, bekerja sama dan sejenisnya, maka dilihat dari kriteria ini proses tersebut cukup baik.
4.      Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi secara optimal.proses pembelajaran yang terlalu didominasi oleh pendidik dinilai tidak baik.
5.      Memiliki tingkat efisiensi dan efeksifitas yang tinggi.hal ini dilihat dari tingkat pencapaian tujuan yang optimal dan komprehensif serta dengan sumber daya yang relatif hemat.

F.         Media Pembelajaran

1.      Media Visual
Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan indra penglihatan. Jenis media inilah yang sering digunakan oleh para pendidik untuk membantu menyampaikan isi atau materi pelajaran. Media visual ini terdiri atas media yang tidak dapat diproyeksikan (non-projected visuals) dan media yang dapat diproyeksikan (projected visualas).Media yang dapat diproyeksikan ini bisa berupa gambar diam (still pictures) atau bergerak (motion pictures).
2.      Media Audio
Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (hanya dapat didengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan para peserta didik untuk mempelajari bahan ajar. Program kaset suara dan program radio adalah bentuk dari media audio. Penggunaan media audio dalam kegiatan pembelajaran pada umumnya untuk melatih keterampilan yang berhubungan dengan aspek-aspek keterampilan mendengarkan. Dari sifatnya yang auditif, media ini mengandung kelemahan yang harus di atasi dengan cara memanfaatkan media lainnya. Terdapat beberapa petimbangan apabila akan menggunakan media audio ini, diantaranya:
a.       Media ini hanya akan mampu melayani mereka yang sudah tidak mempunyai kemampuan dalam berfikir abstrak.
b.      Media ini memerlukan pemusatan perhatian yang lebih tinggi dibanding media lainnya.oleh karena itu, dibutuhkan teknik-teknik tertentu dalam belajar melalui media ini.
c.       Karena sifatnya auditif, jika ingin memperoleh hasil belajar yang baik diperlukan juga pengalaman-pengalaman secara visual. Sedangkan kontrol belajar bisa dilakukan melalui penguasaan perbendarahaan kata-kata, bahasa, dan susunan kalimat.
3.      Media Audio-Visual
 Sesuai dengan namanya, media ini merupakan kombinasi audio dan visual, atau biasa disebut media pandang-dengar. Dengan menggunakan media ini, dalam batas-batas tertentu dapat menggantikan peran dan tugas pendidik. Dalam hal ini, pendidik tidak selalu berperan sebagai penyaji materi (teacher) tetapi karena penyajian materi bisa diganti oleh media, maka peran pendidik bisa beralih menjadi fasilitator belajar, yaitu memberikan kemudahan bagi para peserta didik untuk belajar. Contoh dari media audio-visual diantaranya program video/televisi pendidikan, video/televisi instruksional, dan program slide suara (sound slide).
4.      Kelompok Media Penyaji
selain cara pengelompokan di atas, Donald T. Tosti dan Jhon R. Ball penyusun pengelompokkan media menjadi tujuh kelompok media penyaji, yaitu; (a) kelompok kesatu: grafis, bahan cetak, dan gambar diam, (b) kelompok kedua: media proyeksi diam, (c) kelompok ketiga: media audio, (d) kelompok keempat: media audio visual, (e) kelompok kelima: media gambar hidup/film, (f) kelompok keenam: media televisi, dan (g) kelompok ketujuh: multimedia.
5.      Media Objek dan Media Interaktif
 selain ketujuh kelompok media di atas, masih ada media lain yang tidak termasuk media penyaji, yaitu media objek dan media interaktif.
a.       Media Objek
Media objek merupakan media tiga dimensi yang menyampaikan informasi tidak dalam bentuk penyajian, melainkan melalui ciri fisiknya sendiri, seperti ukuran, bentuk, berat, susunan, warna, fungsi dan sebagainnya. Media ini dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: media objek sebenarnya dan media objek pengganti. Media objek sebenarnya dibagi dua jenis, yaitu: media objek alami dan media objek buatan. Media objek alami dapat dibagi kedalam dua jenis yaitu: objek alami yang hidup dan objek alami yang tidak hidup. Sebagai contoh objek alami yang hidup adalah ikan, burung elang, singa dan sebagainya. Sedangkan contoh objek alami yang tidak hidup adalah batu-batuan, air, kayu dan sebagainya. Objek buatan, yaitu buatan manusia, contohnya gedung, mainan, jaringan transportasi dan sebagainya.
         Media objek kelompok kedua terdiri atas benda-benda tiruan yang dibuat untuk mengganti benda-benda sebenarnya. Objek-objek pengganti dikenal dengan sebutan replika, model dan benda tiruan. Replika dapat didefenisikan sebagai reproduksi statis dari suatu objek dengan ukuran yang sama dengan yang sebenarnya.model merupakan sebuah reproduksi yang kelihatannya sama, tetapi biasanya di perkecil atau diperbesar dalam skala tertentu. Bila tiruan ada dua macam, yaitu pertama meupakan bangunan yang dibuat kurang lebih menyerupai suatu benda yang besar, misalnya bagian dari sebuah kapal terbang (sayap). Bentuk benda tiruan yang kedua ialah bentuk yang menggambarkan mekanisme kerja suatu benda, misalnya sistem pembakaran automobil.
b.       Media Interaktif
 Karakteristik terpenting kelompok media ini adalah bahwa siswa tidak hanya memperhatikan media atau objek saja, melainkan juga dituntut untuk berinteaksi selama mengikuti pembelajaran. Sedikitnya ada tiga macam interaksi.interaksi yang pertama ialah yang menunjukan peserta didik berinteraksi dengan sebuah program, misalnya peserta didik diminta mengisi blanko pada bahan blajar terprogram.bentuk interaksi yang kedua ialah peserta didik berinteraksi dengan mesin, misalnya mesin pembelajaran, simulator, laboratorium bahasa, komputer, atau kombinasi diantaranya yang berbentuk video interaktif.
 Bentuk interaksi ketiga ialah mengukur interaksi antara peserta didik secara teratur tapi tidak terprogram; misalnya dapat dilihat pada berbagai permainan pendidikan atau simulasi yang melibatkan peserta didik dalam kegiatan atau masalah, yang mengahruskan mereka untuk membalas serangan lawan atau bekerja sama dengan teman seregu dalam memecahkan masalah. Dalam hal ini peserta didik harus dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang timbul karena tidak ada batasan yang kaku mengenai jawaban yang benar. Jadi permainan pendidikan dan simulasi yang berorientasikan pada masalah memiliki potensi untuk memberikan pengalaman belajar yang merangsang minat dan realistis. Oleh karena itu pendidik menganggapnya sebagai sumber terbaik dalam urusan media komunikasi.

G.      Evaluasi Pembelajaran

1.      Pengertian Evaluasi dan Pengukuran
 Ada tiga hal yang saling berkaitan dalam kegiatan evaluasi pembelajaran yaitu evaluasi, pengukuran, dan tes. Ketiga istilah itu sering di salahartikan sehingga tidak jelas makna dan kedudukannya. Groonlund mengemukakan evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dari pengumpulan, analisis, dan interpretasi informasi/data untuk menentukan sejauh mana peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran. Kemudia pengukuran adalah suatu proses yang menghasilkan gambaran berupa angka-angka mengenai tingkatan ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh individu (peserta didik). Sedangkan tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis untuk mengukur suatu sampel perilaku.
 Sejalan dengan pendapat di atas, Hopkins dan Antes mengemukakan evaluasi adalah pemeriksaan secara terus-menerus untuk mendapatkan informasi yang meliputi pendidik, peserta didik, program pendidikan, dan poses belajar mengajar untuk mengetahui tingkat perubahan peserta didik dan ketetapan keputusan tentang gambaran peserta didik dan efektivitas program.sedangkan pengukuran adalah suatu proses yang menghasilkan gambaran berupa angka-angka berdasarkan hasil pengamatan mengenai beberapa ciri mengenai suatu objek, orang atau peristiwa.
 Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi lebih bersifat komprehensif yang didalamnya meliputi pengukuran. Sedangkan tes merupakan salah satu alat atau bentuk dari pengukuran. Pengukuran lebih membatasi kepada gambaran yang bersifat kuantitatif (berupa angka-angka) mengenai kemajuan belajar peserta didik (learning progress), sedangkan evaluasi atau evaluasi bersifat kualitatif. Di samping itu, evaluasi pada hakikatnya merupakan suatu proses membuat keputusan tentang nilai suatu objek.
 Keputusan evaluasi (value judgment) tidak hanya didasarkan pada hasil pengukuran (quantitative description), pengamatan (qualitative description). Baik yang didasarkanpada hasil pengukuran (non-measurement) pada akhirnya menghasilkan keputusan nilai tentang suatu objek yang dinilai. Mursell mengatakan ada tiga hal pokok yang dapat kita evaluasi dalam pembelajaran, yaitu: (a) hasil langsung dari hasil belajar (b) transfer sebagai akibat dari belajar, dan (c) proses belajar sendiri.
Hasil dari usaha belajar tampak dalam bentuk perubahan tingkah laku, baik secara subtansif maupun secara komprehensif. Perubahan itu ada yang dapat diamati secara langsung ada pula yang tidak dapat diamati secara langsung. Perubahan itu juga ada yang terjadi dalam jangka pendek ada pula yang terjadi dalam jangka panjang. Namun demikian, bagaimanapun baiknya alat evaluasi yang digunakan hanya mungkin dapat mengungkap sebagian tingkah laku dari keseluruhan hasil belajar yang sebenarnya. Evaluasi yang baik harus menilai hasil-hasil yang autentik dan hal ini dengan hal ini dilakukan dengan mengetes hingga manakah hal itu dapat ditransfer. Evaluasi harus dilakukan dengan tepat, teliti dan objektif terhadap hasil belajar sehingga dapat menjadi alat untuk mengecek kemampuan peserta didik dalam belajarnya dan mempertinggi prestasi belajarnya. Disamping itu, dapat menjadi alat pengontrol bagi cara mengajar pendidik, serta dapat membimbing murid untuk memahami dirinya (keunggulan dan kelemahannya).
2.      Jenis-jenis Evaluasi Pembelajaran
 unsur pokok dalam evaluasi pembelajaran adalah: (a) objek yang akan dievaluasi, (b) kriteria pembanding, dan (c) keputusan (judgment). Objek evaluasi dalam pembelajaran meliputi isi program pembelajaran, tingkat efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program dan tingkat keberhasilan, program pembelajaran (out put program).kemudian kriteria sebagai pembanding meliputi kriteria internal (relatif) dan kriteria eksternal (mutlak atau absolut). Kriteria yang bersifat relatif menggambarkan posisi objek yang dinilai terhadap objek lainnya yang bersumber kepada kriteria yang sama. Sedangkan kriteria yang bersifat mutlak/absolut menggambarkan posisi objek yang dinilai ditinjau dari kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.
 Keputusan merupakan hasil pertimbangan atau perbandingan antara objek yang dinilai berdasarkan hasil pengukuran terhadap objek tersebut dengan kriteria yang ditentukkan sebelumnya judgment hasil evaluasi bersifat kualitatif. Evaluasi pembelajaran harus memenuhi persyaratan teknis yang memadai agar informasi yang diperoleh benar-benar akurat, sehingga keputusan-keputusan yang diambil berdasarkan data itu sangat tepat.
 Persyaratan umum yang harus dipenuhi dalam evaluasi pembelajaran antara lain: (a) validitas, yaitu dapat mengukur karakteristik perubahan tingkah laku peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran; (b) reliabilitas, yaitu menunjukan keajegan gambaran hasil yang diperoleh meskipun dilakukan beberapa kali evaluasi; (c) objektivitas, yaitu hasil penilaian mencerminkan kondisi kemampuan peserta didik sebagaimana adanya dan tidak terpengaruh oleh unsur-unsur subjektivitas penilai; (d) representatif, yaitu adanya keseimbangan dan keterwakilan setiap tujuan dan pokok materi pembelajaran yang diujikan; (e) fairness, yaitu mengemukakan persoalan-persoalan denagan wajar, tidak bersifat jebakan dan tidak mengandung kata-kata yang bersifat menjebak; (f) praktis, yaitu efektif dan efisien, mudah dilaksanakan, diolah, dan ditafsirkan.
 Menurut fungsinya, evaluasi dibedakan keempat jenis, yaitu; formatif, sumatif, diagnostik, dan penempatan. Evaluasi formatif menekankan pada upaya perbaikan proses pembelajaran. Evaluasi sumatif lebih menekankan kepada penepatan tingkat keberhasilan belajar setiap peserta didik yang dijadikan dasar dan penentuan nilai, dan/atau kenaikan dan kelulusan peserta didik. Evaluasi diagnostik menekankan pada upaya memahami kesulitan peserta didik dalam belajar, sedangkan evaluasi penempatan menekankan pada upaya untuk menyelaraskan antara program dan proses pembelajaran dengan karakteristik kemampuan peserta didik.
 Menurut caranya, evaluasi dibedakan atas dua jenis, yaitu: evaluasi kuantitatif dan evaluasi kualitatif. Evaluasi kualitatif biasanaya lebih bersifat subjektif dibandingkan evaluasi kuantitatif. Penilaian kuantitatif biasanya dinyatakan dalam bentuk angka-angka, sedangkan evaluasi kualitatif dinyatakan dengan ungkapan seperti “sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang”, atau “sangat memuaskan, memuaskan, kurang memuaskan, dan tidak memuaskan”. Evaluasi kuantitatif biasanya dilakukan apabila pendidik ingin memberikan nilai akhir terhadap hasil belajar peserta didiknya. Sedangkan evaluasi kualitatif dilakukan apabila pendidik ingin memperbaiki hasil belajar peserta didiknya.
 Berdasarkan tekniknya, evaluasi dibedakan antara tes dan nontes. Teknik tes dapat dibedakan menurut materi yang akan dinilai, bentuk, dan caranya. Menurut materi yang dinilai dibedakan tes hasil belajar, tes kecerdasan, tes bakat khusus, tes minat dan tes kepribadian. Menurut bentuknya dibedakan tes uraian dan tes objektif. Menurut caranya dibedakan tes tulisan, tes lisan, dan tes tindakan. Teknik nontes biasanya digunakan untuk menilai proses pembelajaran. Alat-alat khusus untuk melaksanakan teknik nontes ini dapat dilakukan melalui pengamatan, wawancara, angket, hasil karya/laporan, karangan dan skala sikap. Berdasarkan kriteria yang digunakan dibedakan kedalam evaluasi bedasarkan acuan patokan (PAP) dan evaluasi berdasarkan acuan norma (PAN).
3.      Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pembelajaran
 Evaluasi menurut syarat-syarat psikologis bertujuan agar pendidik mengenal peserta didik Selengkap mungkin dan agar peserta didik mengenal dirinya seutuhnya. Di samping Itu, evaluasi juga berguna untuk mempertinggi hasil pengajaran, karena itu Evaluasi tidak bisa di pisahkan dari belajar dan mengajar, dan intinya adalah Evaluasi belajar dengan tujuan untuk memperbaikinya. Evaluasi harus dilakukan Oleh semua yang bersangkutan, bukan hanya pendidik tapi juga peserta didik sendiri, evaluasi Harus di tinjau dari keseluruhan.
Berdasarkan hasil evaluasi, pendidik dapat mengetahui sampai dimana Penguasaan bahan pelajaran atau kecakapan masing-masing peserta didik. Selain itu, evaluasi juga dapat digunakan pendidik sebagai alat untuk memperbesar motivasi belajar peserta didik, sehingga dapat mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi. Evaluasi dalam pembelajaran dapat membantu pendidik dalam mengambil keputusan-keputusan yang efektif dalam pembelajaran. Gronlund mengemukakan ada tiga jenis keputusan yang dapat dilakukan oleh pendidik berkaitan dengan proses evaluasi yaitu: 1) keputusan pada permulaan pengajaran, 2) keputusan pada saat pengajaran berlangsung, dan 3) keputusan pada akhir pembelajaran.
 Keputusan pada awal pengajaran berkaitan dengan informasi mengenai sejauh mana kemampuan dan keterampilan yang harus dimiliki peserta didik untuk memulai pelajaran (entering behavior), dan sejauh mana bahan pelajaran yang akan diberikan telah di ketahuai siwa (pretest).keputusan pada aat pengajaran berlangsung berkaitan dengan tugas-tugas belajar mana yang dapat dilakukan oleh peserta didik dengan baik.dan tugas-tugas mana yang memerlukan pertolongan (perlu dibantu), kemudian peserta didik mana yang menghadapi kesulitan dalam belajarnya sehingga memerlukan progrm remedial.keputusan pada akhir pengajaran berkaitan dengan informasi mengenai peserta didik manakah yang telah menguasai bahan pelajaran yang diberikan serta dapat melanjutkan kepada program pengajaran berikutnya, dan nilai apa yang harus diberikan kepada setiap murid. Manfaat bagi peserta didik evaluasi dalam pembelajaran dapat membantu peserta didik: (a) memperkuat motivasi belajanya, (b) memperbesar daya ingat dan trabsfer belajarnya, (c) memperbesar pemahaman peserta didik terhadap keberadaan dirinya, dan (d) memberikan umpan balik tentang efektivitas pembelajaran.
 Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan evaluasi dalam pembelajaran meliputi: (a) untuk melihat produktifitas dan efektivitas proses pembelajaran, (b) untuk memperbaiki dan menyempurnakan kegiatan pendidik, (c) untuk memperbaiki, menyempurnakan, dan mengembangkan program belajar mengajar, (d) untuk mengetahui kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi oleh peserta didik selama kegiatan belajar dan mencarikan jalan keluarnya, dan (e) untuk menempatkan peserta didik dalam situasi belajar mengajar yang tepat sesuai dengan kemampuannya.
 Adapun fungsi utama evaluasi dalam pembelajaran dapat dikelompokan ke dalam empat fungsi, yaitu: (a) fungsi formatif, evaluasi dapat memberikan umpan balik bagi pendidik sebagai dasar untuk memperbaiki proses pembelajaran dan mengadakan program remedial bagi peserta didik yang belum menguasai sepenuhnya materi yang dipelajari; (b) fungsi sumatif, yaitu dapat mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran, menentukan angka nilai sebagai bahan keputusan kenaikan kelas dan laporan perkembangan belajar peserta didik, serta dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik; (c) fungsi diagnostik, yaitu dapat mengetahui latar belakang peserta didik (psikologi, fisik, dan lingkungan), yang mengalami ksulitan belajar ;dan (d) fungsi seleksi dan penemptan, yaitu hasil evaluasi dapat dijadikan dasar untuk menyeleksi dan menempatkan peserta didik sesuai dengan minat dan kemampuan.
4.      Prinsip-prinsip Umum Evaluasi dan Pembelajaran
 Prinsip-prinsip evaluasi dan pembelajaran sangat diperlukan sebagai panduan dalam prosedur pengembangan evaluasi, karena jangkauan sumbangan evaluasi dalam usaha perbaikan pembelajaran sebagian ditentukan oleh prinsip-prinsip yang mendasari pengembangan dan pemakaiannya. Sekaitan dengan prinsip-prinsip penilaian tersebut, ada enam prinsip penilaian, yaitutes hasil belajar hendaknya: (1) mengukur hasil-hasil belajar yang telah ditentukan dengan jelas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran; (2) mengukur sampel yang representatif dari hasil belajar dan bahan-bahan yang tercakup dalam pengajaran; (3) mencakup jenis-jenis pertanyaan/soal yang paling sesuai untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan; (4) direncanakan sedemikian rupa agar hasilnya sesuai dengan yang akan digunakan secara khusus; (5) dibuat dengan reabilitas yang sebesar-besarnya dan harus ditafsirkan secara hati-hati; dan (6) dipakai untuk memperbaiki hasil belajar.
 Selain hal-hal di atas, evaluasi hasil belajar hendaknya: (a) dirancang sedemikian rupa sehingga jelas abilitas yang harus dinilai, materi evaluasi, alat evaluasi, dan interpretasi hasil evaluasi; (b) menjadi bagian yang integral dari proses pembelajaran; (c) agar hasilnya objektif, evaluasi harus menggunakan berbagai alat evaluasi dan sifatnya yang komprehensif; (d) diikuti dengan tindak lanjutnya. Dari segi lainnya, prinsip-prinsip evaluasi dalam pembelajaran meliputi; (a) prinsip keterpaduan; (b) prinsip cara belajar peserta didik aktif; (c) prinsip kontinuitas (d) prinsip koheensi; (e) prinsip keseluruhan; (f) prinsip pedagogis; (g) prinsip diskriminalitas; dan (h) prinsip akuntabilitas.
 Tujuan pokok evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui efektifitas proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Indikator keefektifan itu dapat dilihat dari perubahan tingkah laku yang terjadi pada peserta didik. Perubahan tingkah laku yang terjadi itu dibandingkan dengan perubahan tingkah laku yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan isi program pembelajaran. Oleh karena itu, instrumen evaluasi harus dikembangkan bertitik tolak kepada tujuan dan isi program, sehingga bentuk dan format tes yang dikembangkan sesuai dengan tujuan dan karakteristik bahan ajar serta proporsinya sesuai dengan keluasan dan kedalaman materi pelajaran yang diberikan. Disamping itu, hasil evaluasi harus dianalisis dan ditafsirkan secara hati-hati sehingga informasi yang diperoleh betul-betul akurat mencerminkan keadaan peserta didik secara objektif.
 Informasi yang objektif dapat dijadikan bahan masukan untuk perbaikan proses dan program selanjutnya. Evaluasi dalam pembelajaran tidak semata-mata untuk menentukan rating peserta didik, melainkan juga harus dijadikan sebagai teknik atau cara pendidikan. Sebagai teknik atau alat pendidikan, evaluasi pembelajaran harus dikembangkan secara terencana dan terintegrasi dalam program pembelajaran, dilakukan secara kontinu, mengandung unsur pedagogis, dan dapat lebih mendorong peserta didik aktif belajar.
5.      Prosedur Pengembangan Alat Evaluasi Pembelajaran
a.       Faktor-faktor yang Perlu Dipertimbangkan dalam Pengembangan Alat Evaluasi.
 Secara umum alat evaluasi dapat dikelompokan kedalam dua kelompok, alat evaluasi bentuk tes dan evaluasi bukan tes. Agar informasi tentang karakteristik tingkah laku individu yang dinilai akurat atau mencerminkan mendekati keadaan yang sebenarnya, sehingga informasi itu dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat keputusan penting dalam pendidikan dan pembelajaran, maka alat evaluasi yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis sebagai alat ukur yang baik. Karakteristik alat evaluasi yang baik menurut Hopkins dan Antes adalah alat evaluasi tersebut memiliki keseimbangan, spesifik dan objektif. Keseimbangan dan kekhususan (spesifikasi) berkaitan langsung dengan validitas, objektifitas berkaitan langsung dengan reliabilitas dan berkaitan tidak langsung dengan validitas, yaitu melalui keterkaitan antara validitas dan reliabilitas. Untuk memperoleh perangkat alat evaluasi yang seimbang (proposional) dapat dilakukan dengan cara membuat tabel spesifikasi (kisi-kisi) mengenai topik-topik yang akan dimasukan kedalam perangkat alat evaluasi. Untuk memperoleh butir-butir alat evaluasi yang spesifik dapat dilakukan melalui identifikasi kompetensi dan tujuan-tujuan khusus pembelajaran, selanjutnya dijadikan dasar perumusan butir alat evaluasi. Untuk memproleh hasil yang objektif dilakukan dengan membuat pedoman penskoran pengolahan dan penafsiran yang jelas dan terinci.
 Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan evaluasi pembelajaran, yaitu: (1) jenis dan karakteristik kompetensi dan tujuan pembelajaran yang dikembangkan; (2) pengambilan sampel perilaku yang akan diukur; (3) penilaian jenis dan tipe alat evaluasi yang akan digunakan; (4) aspek yang akan diuji; (5) format butir soal; (6) jumlah butir soal; (7) distribusi tingkat kesukaran butir soal.
 Kemudian dalam menentukan bentuk alat evaluasi mana yang akan digunakan, perlu mempertimbangkan hal-hal beriku: (1) karakteristik kompetensi dan mata pelajaran yang akan diujikan; (2) tujuan khusus pembelajaran yang harusdicapai peserta didik; (3) tipe informasi yang dibutuhkan dari tujuan evaluasi; (4) usia dan tingkat perkembangan mental peserta didik yang akan mengikuti tes; dan (5) besarnya kelompok peserta didik yang akan mengikuti tes.
b.      Langkah-langkah pengembangan evaluasi pembelajaan
Langkah-langkah pokok dalam pengembangan evaluasi pembelajaran meliputi:
1)      Menentukkan Tujuan Evaluasi
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang pengembang alat evaluasi Adalah menentukkan tujuan yang ingin di capai dari kegiataan evaluasi tersebut. Tujuan ini akan menentukkan jenis/model dan karakter dari alat evaluasi yang akan Dikembangkan. Ada empat kemungkinan tujuan dilakukannya kegiatan evaluasi, Yaitu: (a) evaluasi dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja atau proses Pembelajaran.evaluasi ini sering disebut evaluasi formatif, (b) evaluasi dengan Tujuan untuk menentukan keberhasilan yang dicapai oleh peserta didik.evaluasi ini sering juga disebut dengn evaluasi sumatif, (c) evaluasi dengan tujun untuk mengidentifikasi kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik dalam mempelajari suatu pelajaran. Evaluasi ini sering disebut evaluasi diagnostik, (d) evaluasi dengan tujuan untuk menempatkan peserta didik dalam posisi yang sesuai dengan kemampuannya.
2)      Mengidentifikasi Kompetensi yang Akan Diukur
kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Seorang peserta didik dikatakan kompeten apabila ia memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu setelah melalui proses pembelajaran, yang secara sistematis dipola atau dikondisikan.
3)      Membuat Tabel Spesifikasi (Kisi-Kisi)
Seperti kita maklumi bahwa bagaimanapun bentuk dan jenis alat evaluasi yang Dikembangkan, hanya merupakan sampel perilaku yang dapat kita ukur dari Keseluruhan perubahan perilaku sebagai akibat dari proses pembelajaran. Untuk memperoleh perangkat alat evaluasi yang seimbang (proporsional) dan representatif, dapat dilakukan dengan cara membuat tabel spesifikasi atau kisi-kisi. Untuk memperoleh butir-butir soal yang spesifik dapat dilakukan melalui identifikasi kompetensi, hasil belajar dan indikator-indikatornya, selanjutnya dijadikan dasar perumusan alat evaluasi. Dengan cara-cara di atas, diharapkan butir-butir soal yang dirumuskan dapat menjadi sampel yang representatif dalam perangkat alat evaluasi itu. Manfaat lain dari tabel kisi-kisi adalah sebagai panduan Bagi para pengembang/pendidik dalam penulisan alat evaluasi. Kisi-kisi biasanya disusun dalam format matrik lajur dan kolom penyusun kisi-kisi alat evaluasi ini dapat dilakukan bersama-sama di antara beberapa orang pendidik mata pelajaran sejenis, dan/atau beberapa orang pendidik dari berbagai mata pelajaran, khususnya untuk mengukur ketercapaian kompetensi lintas mata pelajaran, kompetensi antar rumpun pelajaran dan kompetensi lulusan.
Secara garis besar model kisi-kisi ini dibagi ke dalam dua bagian, kisi-kisi induk (umum) dan kisi-kisi khusus. Kisi-kisi induk merupakan pengembangan dari unsur-unsur yang telah ada dalam kurikulum, sedangkan kisi-kisi khusus merupakan penjabaran dari model atau jenis alat evaluasi yang dipilih.unsur-unsur yang terkandung dalam kisi-kisi induk meliputi; (a) standar kompetensi, (b) kompetensi dasar, (c) hasil belajar, (d) indikator-indikator dan (e) jenis/model evaluasi. Unsur standar kompetensi, kompetensi dasar, hasil belajar dan indikator sudah tercantum dalam kurikulum setiap mata pelajaran pada setiap jenjang atau level. Adapun kisi-kisi yang khusus, baik unsur-unsurnya maupun formatnya, pada setiap jenis alat evaluasi berbeda-beda. Misalnya, format alat evaluasi jenis tes, berbeda dengan jenis nontes, portofolio, tes penampilan, ataupun authentic assessment.
Tabel Format Kisi-Kisi
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Hasil Belajar
Indikator
Hasil evaluasi





4)      Menulis Alat Evaluasi (Butir Soal) Sesuai dengan Kisi-Kisi
 Agar informasi tentang karakteristik tingkah laku individu yang dinilai akurat atau mencerminkan mendekati keadaan yang sebenarnya, sehingga informasi itu dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat keputusan penting dalam pendidikan dan pengajaran, maka alat evaluasi yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis sebagai alat ukur yang baik. Karakteristik alat evaluasi yang baik menurut Hopkins dan Antes adalah alat evaluasi tersebut memiliki keseimbangan, spesifik dan objektif. Keseimbangan dan kekhususan (spesifikasi) berkaitan langsung dengan validitas, objektivitas berkaitan langsung dengan reliabilitas dan berkaitan tidak langsung dengan validitas, yaitu melalui keterkaitan antara validitas dan reliabilitas. Untuk memperoleh perangkat tes yang seimbang (proporsional), dapat dilakukan dengan cara membuat tabel spesifikasi (kisi-kisi) mengenai topik-topik yang akan dimasukan ke dalam perangkat tes. Untuk memperoleh butir-butir soal yang spesifik dapat dilakukan melalui identifikasi kompetensi dan tujuan-tujuan khusus pembelajaran, selanjutnya dijadikan dasar perumusan butir soal. Untuk mendapatkan hasil yang objektif dilakukan dengan membuat pedoman penskoran, pengolahan dan penafsiran yang jelas dan terinci.
 Cara-cara di atas, dapat diharapkan butir-butir alat evaluasi yang dirumuskan dapat menjadi sampel yang representatif (seimbang), spesifik dan objektif.
 Langkah-langkah pokok yang ditempuh dalam penulisan butir alat evaluasi adalah: (a) merumuskan defenisi konsep aspek materi penbelajaran yang akan diujikan; (b) merumuskan definisi konsep aspek materi pelajaran yang akan diujikan; (c) menentukkan atau memilih indikator-indikator yang menjadi karakteristik pencapaian dari setiap konsep yang hendak diukur; dan (d) membuat kunci jawaban yang merumuskan pedoman penskoran, pengelohan dan penafsiran
5)      Pelaksanaan Evaluasi
Setelah penulisan soal selesai dan telah disusun penomorannya serta telah diperbanyak sesuai dengan jumblah peserta, kemudian alat evaluasi tersebut disajikan kepada peserta tes. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan evaluasi antara lain: waktu yang harus disediakan untuk mengerjakan tes, petunjuk cara mengerjakan soal, pengaturan posisi tempat duduk peserta didik, dan menjaga ketertiban dan ketenangan suasana kelas, sehingga peserta tes dapat mengerjakan soal-soal tersebut dengan penuh konsentrasi.
6)      Pemeriksaan Hasil Evaluasi
Hasil jawaban peserta res hendaknya diperiksa dengan cermat dan diberi skor sesuai dengan petunjuk dan pedoman penskoran yang telah ditetapkan. Teknik penskoran dalam setiap bentuk soal biasanya berbeda-beda. Oleh karena itu, pedoman penskoran harus ditentukan terlebih dahulu. Buatlah kunci jawaban atau rambu-rambu jawaban yang diinginkan beserta pembobotan skornya, beserta waktu dan tenaga yang cukup leluasa, sehingga tidak terburu-buru terutama dalam pemeriksaan hasil tes soal bentuk uraian.
7)      Pengolahan dan Penafsiran Hasil Evaluasi
Skor yang diperoleh dari tes dapat diolah dalam berbagai teknik pengolahan tergantung informasi yang dibutuhkan. Seperti rata-rata skor, standar deviasi, variansi, kecendungan sentral, menentukan batas lulus, mentransfer skor kedalam nilai baku (skala 10, skala 4, dan lain-lain). Ada dua pendekatan penafsiran hasil tes yaitu berdasarkan acuan patokan (PAP) dan pendekatan berdasarkan acuan norma (PAN). Acuan patokan untuk mendeskripsikan tinggkat penguasaan peserta didik terhadap materi yang diteskan, sedangkan acuan norma untuk melihat kedudukan di antara peserta didik atau peserta tes. Pendekatan yang mana yang akan dipilih tergantung dari tujuan pelaksanaan tes.
  8)      Penggunaan Hasil Evaluasi
Penggunaan hasil evaluasi ini sangat erat kaitannya dengan tujuan evaluasi tersebut, apakah untuk tujuan formatif, sumatif, dianostik, atau penempatan. Hasil penilaian ini sangat berguna terutama sebagai bahan perbaikan program pengajaran, melihat tingkat ketercapain kurikulum, memotivasi belajar peserta didik, bahan laporan kepada orang tua peserta didik dan sebagai bahan laporan kepada atasan untuk kepentingan supervisi dan monitoring program serta sebagai bahan penyusun program berikutnya sebagai tindak lanjut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar