KONSEP DASAR PEMBELAJARAN
Dalam memaknai konsep maka akan berhubungan dengan teori, sedangkan
teori akan berkaitan dengan sesuatu hal yang dipandang secara ilmiah. Jika
teori berhubungan dengan konsep maka dalam uraian tentang konsep dasar
pembelajaran akan tertuju pada landasan ilmiah pembelajaran. Melalui landasan
ilmiah yang disebut dengan konsep dasr inilah maka semua pihak akan memahami
apa itu pembelajaran. Pada uraian ini akan dibahas beberapa tema yang berkaitan
dengan pembekalan terhadap pemahaman tentang pembelajaran. Diantaranya juga
akan berhubungan dengan landasan-landasan filsafat, psikologis, sosiologis dan komunikasi
yang selalu banyak ditemukan dalam sebuah pembelajaran.
Sebelum beranjak pada pembahasan tentang konsep dasar dan
landasan-landasan ilmiah dari pembelajaran, maka penulis merasa perlu untuk
memberikan tambahan pemahaman dasr terhadap pembelajaran. Maka uraian awal, untuk
mengantarkan pembaca pada aspek hakikat pembelajaran itu sendiri yang ditelaah
berdasrkan hakikat belajar dan pengaruh perkembangan teknologi pendidikan
sehingga muncul istilah pembelajaran. Pemahaman terhadap hakikat ini harus
diimbangi dengan bukti konkret sebagai pengantar pada pemahaman secara
keseluruhan tentang apa itu belajar. Bab ini juga akan menguraikan tentang
proses pembelajaran dan perkembangan pembelajaran.
A. Hakikat Belajar
Belajar merupakan aktivitas yang disengaja dan dilakukan
oleh individu agar terjadi perubahan kempuan diri, dengan belajar anak yang tadinya
tidak mampu melakukan sesuatu, menjadi mampu melakukan sesuatu, atau anak yang
tadinya tidak terampil menjadi terampil. Belajar menurut Gagne (1984), adalah
suatu dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Dari pengertian tersebut
terdapat tiga unsur pokok dalam belajar, yaitu: 1) proses, 2) perubahan
perilaku, dan 3) pengalaman.
1.
Proses
Belajar adalah proses mental dan emosipnal atau proses
berpikir dan merasakan. Seseorang dikatakan belajar apabila pikiran dan
perasaannya aktif. Aktivitas pikiran dan perasaan itu sendiri tidak dapat
diamati orang lain, akan tetapi dirasakan oleh yang bersangkutan sendiri. Pendidik
tidak dapat melihat aktivitas pikiran dan perasaan peserta didik. Pendidik
melihat dari kegiatan peserta didik sebagai akibat adanya akitvitas pikiran dan
perasaan peserta didik, sebagai contoh: peserta didik bertanya, menanggapi, menjawab
pertanyaan pendidik, diskusi, memecahkan masalah, melaporkan hasil kerja, membuat
rangkuman, dsb. Itu semua adalah gejala yang tampak dari aktivitas mental dan
emosional peserta didik.
Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan manifestasi dari adanya
ativitas mental (berpikir dan merasakan). Bagaimana bila peserta didik hanya
duduk saja pada saat pendidik menjelaskan pelajarannya? Apakah dapat
dikategorikan sebagai belaja? Jawabannya adalah, apabila peserta didik tersebut
duduk sambil menyimak penjelasan pendidik, maka dapat dikategorikan sebagai
belajar. Tetapi apabila peserta didik hanya duduk sambil pikiran dan
perasaannya melayang-layang atau melamun di luar pelajaran yang dijelasan pendidik,
maka peserta didik tersebut tidak sedang belajar, tetapi sedang melamun. Tetapi
perlu dicatat, bahwa belajar tidak hanya penjelasan pendidik saja (tidak harus
ada yang mengajar), karena belajar dapat dilakukan peserta didik dengan
berbagai macam cara dan kegiatan, aal terjadi interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Misalnya dengan mengamati demonstrasi pendidik, mencoba sendiri,
mendidkusikan dengan teman, melakukan eksperimen, memecahkan persoaalan, mengerjakan
soal, membaca sendiri dan sebagainya. Belajar adalah suatau proses yang kompleks
yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih
bayi hingga ke liang lahat.
2.
Perubahan Perilaku
Hasil belajar akan tampak pada perubahan perilaku
individu yang belajar. Seseorang yang belajar akan mengalami perubahan perilaku
sebagai akibat kegiatan belajarnya. Pengetahuan dan keterampilannya bertambah, dan
penguasaan nilai-nilai dan sikapnya bertambah pula. Menurut para ahli psikologi
tidak semua perubahan perilaku sebagai hasil belajar. Perubahan peilaku sebagai
hasil belajar. Perubahan perilaku kaarena faktor kematangan, karena lupa, karena
minum-minuman keras bukan termasuk sebagai hasil belajar, karena bukan
perubahan dar hasil pengalaman (beinteraksi dengan lingkungannya), dan tidak
terjadi proses mental emosional dalam beraktivitas.
Perubahan perilakusebagai hasil belajar diklasifikasi
menjadi tiga domain yaitu: Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik. Domain kognitif
meliputi perilaku daya cipta, yaitu berkaitan dengan kemampuan intelektual
manusia, meliputi perilaku daya cipta, yaitu berkaitan dengan kemmpuan
intelektual manusia, antara lain: kemampuan mengingat (knowledge), memahami (comprehension),
menerapkan (application), menganalisis (analysis), mensintesis (synthesis), dan menegvaluasi (evaluation). Domain afektif berkaitan
dengan perilaku daya rasa atau emosional manusia, yaitu kemampuan menguasai
nilai-nilai yang dapat membentuk sikap seseorang. Domain psikomotorik berkaitan
denga perilaku dalam bentuk keterampilan-keterampilan motorik (gerakan fisik).
Pada pembelajaran perubahan perilaku sebagai hasil
belajar yang ingin dicapai ini dapat dirumuskan dalam bentuk tujuan
pembelajaran atau rumusan kompetensi yang dicapai dengan segala indikatornya.
Contoh rumusan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang akan dicapai dalam
pembelajaran: “Peserta didik dapat mengubah pecahan biasa ke dalam bentuk
pecahan decimal dan menpendidiktkannya “Kita dapat mengubah merupakan perilaku
hasil belajar yang akan dicapai dalam pembelajaran.
3.
Pengalaman
Belajar adalah mengalami, dalam arti bahwa belajar
terjadi karena individu berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan
fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik adalah lingkungan disekitar
individu baik dalam bentuk alam sekitar maupun dalam bentuk hasil ciptaan
manusia.
Macam-macam lingkungan fisik yang bersifat natural
antara lain pantai, hutan, sungai, udara, air, dsb. Bersifat cultural adalah
buku, media pembelajaran, gedung sekolah, perabot sekolah, dsb. Adapun
lingkungsn sosial peserta didik di antaranya pendidik, orang tua, pustakawan, pemuka
masyarakat, kepala sekolah, dsb. Lingkungan pembelajaran yang baik adalah
lingkungan yang merangsang dan menantang peserta didik untuk belajar. Pendidik
yang mengjar tanpa menggunakan alat peraga tentu kurang merangsang/menantang peserta
didik untuk belajar. Apalagi bagi peserta didik SD yang perkembangan
intelektualnya masih membutuhkan alat peraga. Semua lingkunga yang diperlukan
untuk belajar peserta didik ini didesain secara integral akan menjadi bahan dan
pembelajaran yang efektif.
Belajar dapat dilakukan elalui pengalaman langsung
maupun pengalaman tidak langsung maupun pengalaman tidak langsung. Peserta
didik yang melakukan eksperimen adalah contoh belajar dengan pengalaman
langsung. Sedang peserta didik belajar dengan mendengarkan penjelasan pendidik
atau membaca buku adalah contoh belajar melalui pengalaman tidak langsung.
Belajar, pada hakikatnya adalah proses interaksi
terhadap semua situasi yang ada si sekitar individu. Belajar dapat dipandang
sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai
pengalaman. Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati dan memahami
sesuatu. Sejalan dengan konsep di atas Cronbach (Surya, 1979:28) menyatakan, “learning may be defined as the process by which a relatively enduring
change in behavior occurs as a result of experience of practice”. Pernyataantersebut menegaskan bahwa indicator belajar ditentukan
oleh perubahan dalam tingkah lakuyang bersifat permanen sebagai hasil dari
pengalaman atau latihan.
Dari kutipan di atas, disimpulkan beberapa hal yang
menyangkut pengertian belajar yaitu:
a.
Belajar merupakan suaru proses, yaitu kegiatan
yang berkesinambungan yang dimulai sejak lahir dan terus berlangsung seumur
hidup.
b.
Dalam belajar terjadi adanya
peubahan tingkah laku yang bersifat relative permanen
c.
Hasil belajar ditunjukan dengan
aktivitas-aktivitas tingkah laku secara keseluruhan
d.
Adanya perana kepribadian dal
proses belajar, antara lain aspek motivasi, emosional, sikap, dsb.
Terjadinya proses belajar dapat dipandang dari sisi
kognitif, sebagaimana dikemukakan Bigge (1982), yaitu berhubungan dengan
perubahan-perubahan tentang kekuatan variable-variabel hipotesis, kekuatan-kekuatatan,
asosiasi, hubungan-hubungan dan kebiasaan, atau kecenderungan perilaku. (Willis,
1986:20). Dalam hubungan ini Crow dan Crow (Surya, 1979:32) menyatakan bahwa “learning takes place whenever an individual finds
himself in a situation to wich he canot adjust through the utilization of
customery modes of repons, or whenever abstracties that interface with desired
activities. The process of adjusting to or of over coming abstract may take
place more or less unconsciously, whithout thingking much about what he is
doing, the learning tries out ne or another
already formed habit or behavoiur until hr hits upon a satisfaktory response.”
Rumusan di atas menyatakan bahwa proses belajar terjadi
apabila individu dihadapkan pada situasi di mana ia tidak dapat menyesuaikan
diri dengan cara biasa, atau apabila ia harus mengatasi rintangan yang
mengganggu kegiatan yang diinginkan. Proses penyesuaian diri mengatasi
rintangan terjadi secara tidak sadar, tanpa pemikiran yang banayak terhadap apa
yang dilakukan. Dalam hal ini pelajar mencoba melakukan kebiasaan atau tingkah
laku yang telah terbentuk hingga ia mencapai respons yang memuaskan.
Belajar merupakan suatu proses interaksi antara
berbagai unsuryang berkaitan. Unsur utama dalam belajar adalah individu sebagai
peserta belajar, kebutuhan sebagai sumber pendorong, situasi belajar yang
memberikan kemungkinan terjadinya kegiatan belajar. Dengan demikian, manifestasi
belajar atau perbuatan belajar dinyatakan dalam bentuk perubahan tingkah laku.
Mengenai jenis perubahan tingkah laku dalam proses belajar ini, Gagne dan
Briggs, menyatakan bahwa perbuatan hasil belajar menghsilkan perubahan dala
bentuk tingkah laku dalam aspek: a) kemampuan membedakan; b) konsep konkret; c)
konsep terdefinisi; d) nilai; e) nilai/aturan tingkat tinggi; f)strategi
kognitif; g) informasi verbal; h) sikap dan i) keterampilan motorik.
B. Hakikat Pembelajaran
Istilah pembelajaran merupakan perkembangan dari
istilah pengajaran, dan istilah belajar-mengajar yang dapat kita perdebatkan, atu
kit abaikan saja yang penting makna dari ketiganya. Pembelajaran adalah suatau
upaya yang dilakukan oleh seseorang pendidik atau pendidik untuk membelajarkan peserta
didik yang belajar. Pada pendidikan formal (sekolah), pembelajaran merupakan
tugas yang dibebankan kepada pendidik, karena pendidik merupakan tenaga
professional yang dipersiapkan untuk itu. Pembelajaran di sekolah semakin
berkembang, dari pengajaran yang bersifat tradisional ampai pembelajaran denga
sistem modern. Kegiatan pembelajaran bukan lagi sekedar kegiatan mengajar yang
mengabaikan kegiatan belajar, yaitu sekedar menyiapkan pengajaran dan
melaksanakan prosedur mengajar dalam pembelajaran tatap muka. Akan tetapi
pembelajaran lebih kompleks lagi dan dilaksanakan dengan pla-pola pembelajaran
yang bervariasi.
Ada empat
pola pembelajaran, pertama, pembelajaran dalam bentuk alat peraga. Pola pemmbelajaran
ini sangat tergantung pada kemampuan pendidik dalam mengigat bahan pembelajaran
dan menyampaikan bahan tersebut secara lisan kepada peserta didik. Kedua, pola
(pendidik dan alat bantu) dengan peserta didik. Pada pola pembelajaran ini gur
sudah dibantu oleh berbagai bahan pembelajaran yang disebut alat peraga
pembelajaran dalam menjelaskan dan meragakan suatu pesan yang bersifat abstrak.
Ketiga pola (pendidik)+(media) dengan peserta didik. Pola pembelajaran sudah
mempertimbangkan keterbatasan pendidik, yang tidak mungkin menjadi satu-satunya
sumber belajar. Pendidik dapat memnfaatkan erbagai media pembelajaran sebaga
sumber belajar yang dapat menggantikan pendidik dan media dalam berinteraksi
dengan peserta didik. Konsekuensi pola pembelajaran ini adalah harus disiapkan
bahan pembelajaran yang dapt dugunakan dalam pembelajaran. Dan keempat pola
media dengan peserta didik atau pola pembelajaran jarak jauh menggunakan media
atau bahan pembelajaran tersebut di atas, maka membelajarkan itu tidak hanya
sekedar mengajar (seperti pola satu), karena membelajarkan yang berhasil harus
memberikan banyak perlakuan kepada peserta didik. Peran pendidik dalam
pembelajaran lebih dari sekedar sebagai pengajar (informator) belaka, akan
tetapi pendidik harus memiliki multi peran dalam pembelajaran. Dan agar pola
pembelajaran yang diterpkan juga dapat berfariasi, maka bahan pembelajarannya
harus dipersiapkan secara bervariasi juga. Menurut Adams dan Dickey (dalam
Oemar Hamalik, 2005), peran pendidik sesungguhnya sangat luas, meliputi:1) pendidik sebagai
pengajar (techer an instructor), 2) pendidik sebagai
pembimbing (teacher as counselor), 3) pendidik sebagai
ilmuan (teacher as scientist), dan 4) pendidik sebagai
pribadi (teacher as person).
Bahkan dalam arti luas, dimana sekolah berubah fungsi
mejadi penghubung antara ilmu/ilmu dengan masyarakat, dan sekolah lebih aktif ikut
dalam pembangunan, maka peran pendidik hendaknya brperan dalam memfasilitasi
agar terjadi proses mental emosional peserta didik tersebut sehingga dapat
dicapai kemajuan tersebut. Pendidik harus berperan sebagai motor penggerak
terjadinya aktivitas belajar dengan cara memotivasi peserta didik (motivator), memfasilitasi
belajar (fasilitator), mengorganisaisi kelas (organisator), mengembangkan bahan
pembelajaran (developer, desainer). Menilai program dan hasil pembelajaran
(evaluator), motivator aktivits peserta didik (monitor), dsb.
C. Landasan Konsep Pembelajaran
1.
Filsafat
Proses belajaran pada dasarnya melibatkan
upaya yang hakiki dalam membentuk dan menyempurnakan kepribadian manusia dengan
berbagai tuntutan dalam kehidupannya. Secara filosofis belajar berarti
mengingatkan kembali pada manusia mengenai makna hidup yang bias dilalui
melalui proses meniru, memahami, mengamati, merasakan, mengkaji, melakukan, dan
meyakini suatu kebenaran sehingga semuanya memberikan kemudahan dalam mencapai
segala yang dicita-citakan manusia. Belajar diperlukan oleh individu (manusia).
Akan tetapi belajar juga harus dipahami sebagai suatu kegatan dalam mencari
daan membuktikan kebenaran. Harapan para filosofis bahwa denga belajar maka
segala kebenaran di dalam semesta ini bisa dinikmati oleh manusia yang pada akhirnya
akan menyadari bahwa alam semesta ini ada yang menciptakan. Dengan demikian, filsafat
apa pun yang telah menjadi hasil pikir manusia maka hakikatnya dengan belajar.
Sebaliknya, dengan aktivitas belajar, maka pemikiran tentang belajar terus
berkembang dan banyak ditemukan sehingga membawa pada warna inovasi ide dan
pemikiran manusia sepanjang zaman.
2.
Psikologi
Perilaku manusia
bisa berubah karena belajar, akan tetapi apakah manusia itu memahami
perilakunya sendiri, atau menyadari dia harus berperilaku seperti apa jika
berada, atau dihadapkan dalam situasi dan kondisi yang berbeda. Maka perilaku
yang masih dicari inilah dapt dikaitkan dengan kajian dari ilmu psikologi.
Psikologi sebagai ilmu yang mempelajari gejala kejiwaan yang akhirnya
mempelajari produk dari gejala kejiwaan ini dalam bentuk perilaku yang tampak
dan sangat dibutuhkan dalam proses belajar. Di antara psikologi yang banyak dan
memang masih bertahan menjadi landasan pokok dalam dunia pendidikan dan
pembelajaran, yaitu pikologi lainnya, namun kedua aliran psikologi ini sangat
dominan dalam menentukan arah aktivitas manusia dalam melakukan proses
pembelajaran.
Dalam kegiatan pembelajaran
seseorang pendidik harus menguasai berbagai teori belajar, seperti teori
belajar gestal, kognitif, dan humanistik. Hal ini penting karena teori belajar tersebut
menjadi landasan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran. Di samping
menguasai berbagai teori belajar seorang yang melakukan kegiatan pembelajaran
harus memahami betul tentang tugas perkembangan peserta didik, hal ini
dilakukan agar pembelajarran dapat dilaksanaan sesuai dengan kebutuhan, minat, dan
bakat peserta didik.
3.
Sosiologi
Manusia adalah
makhluk individu dan sosial. Melalui belaajr, individu bias mempelajari lawan
bersosiolisasi, teman hidup bersama dan mampu membangun masyarakat sampai
dengan Negara dan bangsa, Jika dalam belajar tanpa arah tujuan pada makna hidup
manusia sebagai makhluk sosial, maka belajar akan dijadikan cara untuk saling
menguasai, memusnahkan, karena segala sesuatu yang dipelajari, diketahui, dipahami
melalui belajar tidak digunakan dalam menciptakan kondisi kedamaian dunia.
Landasan sosiologis ini sangat penting dalam mengiringi perkembangan inovasi
pembelajaran yang banyak terimbas oleh perubahan zaman yang semakin hedonistik. Maka pemahaman akan
belajar yang ditinjau dari aspek sosiologis inilah yang sangat dibutuhkan
dewasa ini.
4.
Komunikasi
Pendidikan dan
komunikasi ibarat tga uang, yang satu memeberikan pemaknaan terhadap yang
lainnya. Dalam praktiknya proses belajar atau pembelajaran akan menghasilkan
suatu kondisi dimana individu dalam hal ini peserta didik dan pendidik, peserta
didik dengan peserta didik atau interaksi yang kompleks sekalipun pasti akan
ditemukan suatu proses komunikasi. Landasan komunikasi ini akan banyak
memberikan warna dalam bentuk pendekatan, model, metode, dan strategi
pembelajaran, serta pola-pola inovasi pembelajaran. Seperti halnya landasan
ilmiah yang lain, komunikasi cukup mampu mempengaruhi peserta didik dalam
mencapai keberhasilan membaca pesan-pesan atau informasi pembelajaran. Macam
ragam pesan baik langsung maupun tidak langsung, bersumber dari media atau
manusia secara langsung, pasti akan bias ditangkap, dipahami, dicerna, diolah, dan
didefinisikan dalam memori manusia menjadi bentuk hasil pemahaman belajar.
Proses inilah yang masih berkembang saat ini di dunia riset, yaitu bagaimana
seorang pendidik mampu melakukan variasi komunikasi dalam proses pembelajaran
yang tentunya dengan memperhatikan komponen pembelajaran lainnya, khususnya
peserta didik, dan model pembelajaran yang digunakan.
5.
Teknologi
Pembelajaran erat
kaitannya dengan penggunaan teknologi pendidikan, pembelajaran yang
komprehensif harus memperhatikan perbedaan interest peserta
didik, di mana peserta didik ada yang tipe auditif, visual dan kinestetik.
Penggunaan teknologi dalam pembelajaran akan menjembatani keempat minat peserta
didik tersebut, sehingga pembelajaran lebih akomodatif dan menyenangkan, sehingga
pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pembelajaran. Seorang pendidik dalam
melakukan kegiatan pembelajaran dapat menggunakan media pembelajaran, mulai
dari yang sederhana, sepeti gambar, foto, lukisan sampai kepada yang
menggunakan teknologi canggih seperti, LCD projector,
penggunan komputer sepeti dalam pembelajaran berbasis e-learning, pembelajaran online, pembelajaran berbasis komputer (CBI
dan CAI).
D. Proses Pembelajaran
Bila semua paradigma masyarakat PT telah memahami
dengan baik tentang semua proses pembelajaran peserta didik aktif, learning how to learn, penyiapan sumber
daya telah diatur dengan baik, dan penyiapan konten yang sudah tersedia dengan
baik, dan RPP/SAP yang teah mengatur dengan baik mekanisme proses pembelajaran,
makaa proses pembelajaran akan berjalan dengan lebih mudah. Proses pembelajaran
hanya menerapkan kemampuan dan menggunakan saran serta mengikuti mekanisme yang
telah diatur dengan baik akan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selain
menerapkan proses pembelajar telah ditata dengan baik, juga harus selalu
meminta feed back dan melakukan kajian untuk terus membenahii proses
pembelajaran. Proses pembelajaran dapat melalui tatap muka di dalam ruang kelas
dan dapat melalui media elektronik sesuai dengan pengaturan SAP. Proses
pembelajaran melalui internet mendorong mahasiswa lebih aktif dalam
pembelajaran karena harus berkomunikasi secara maya dengan para dosen, dan mahasiswa
lain di samping mengembara di dalam dunia pengetahuan lain.
Pembelajaran merupakan akumulasi dari konsep mengajar
dan konsep belajar. Penekanannya terletak pada perpaduan antara keduanya, yakni
kepada penumbuhan aktivitas subjek didik. Konsep tersebut dipandang sebagai
suatu sistem, sehingga dalam sistem belajar ini terdapat komponen-komponen peserta
didik atau peserta didik, tujuan, materi untuk mencapai tujuan, fasilitas dan
prosedur serta alat atau media yang harus dipersiapkan. Sebagaimana diungkapkan
oleh Davis, (1974:30) bahwa learning sistem
menyangkut pengorganisasian dari perpaduan antara manusia, pengalaman belajar, fasilitas,
pemeliharaan atau pegontrolan, dan prosedur yang mengatur intraksi perilaku
pembelajaran untuk mencapai tujuan. Demikian halnya juga dengan teaching sistem,
di mana komponen perencanaan mengajar, bahan ajar, tujuan, materi, dan metode, serta
penilaian, dan angkah mengajar akan berhubungan dengan aktivitas belajar untuk
mencapai tujuan. Kenyataan bahwa dalam proses pembelajaran ini berkaitan erat
dengan aplikasi dan konsep sistem informasi manajemen.
Keterampilan mengorgnisasi informasi ini merupakan dasar
kelancaran proses pembelajaran. Agnew dkk. (1996:17) mengungkapkan bahwa
belajar adalah kemampua untuk mampu mengorganisasi informasi merupakan hal yang
mendasar bagi seseorang peserta didik. Pembelajaran pada hakikatnya mempunyai empat unsur,
yakni persiapan, penyampaian, pelatihan, dan penampilan hasil.
Dalam proses pembelajaran meliputi kegiatan dari
membuka sampai menutup pelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran meliputi; (1)
kegiatan awal, yaitu: melakukan apersepsi menyampaikan tujuan
pembelajaran, dan bila dianggap perlu memberikan pretest; (2) kegiatan inti, yaitu
kegiatan utama yang dilakukan pendidik dalam memberikan pengalaman belajar, melalui
berbagai strategi dan metode yang dianggap sesuai dengan tujuan dan materi yang
akan disampaikan; (3) kegiatan akhir, yaitu: menyimpulkan kegiatan pembelajaran
dan pemberian tugas atau pekerjaan rumah bila dianggap perlu.
1.
Persiapan (Preparation)
Tahap persiapan
berkaitan dengan mempersiapkan peserta belajar untuk belajar. Tanpa itu, pembelajaran
akan lambat dan bahkan dapat berhenti sama sekali. Namun tahap ini sering
diabaikan, sehingga mengganggu pembelajaran yang baik. Jika persiapan dilakukan dengan
benar, niscaya menciptakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan yang sehat.
Demikian juga dalam pembelajaran jika persiapan matang sesuai dengan
karakteristik kebutuhan, materi, metode, pendekatan, lingkungan serta kemampuan
pendidik, maka hasilnya diasumsikan akan lebih optimal. Tahap ini penting
mengingat bahwa untuk mendekati situasi belajar, peserta belajar harus
meghadapi segala macam rintangan yang potensial dapat mengganggu. Seperti tidak
merasakan adanya manfaat, takut gagal, benci pada topik pembelajaran, dipaksa hadir,
merasa sudah tahu, dan merasa bosan. Semua rintangan ini dapat menyebabkan setres,
beban otak dan kemerosotan dalam kempuan belajar.
Berdasarkan hal di
atas, maka tujun tahap persiapan adalah untuk menimbulkan minat peserta belajar,
memberi mereka perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang
dan menempatkannya dalam situasi optimal untuk belajar. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan memberikan sugesti positif, memeberikan pernyataan yang
memberi manfaat, memberikan tujuan yang jelas dan bermakna. Tahap ini juga
bertujuan membangkitkan rasa ingin tahu, menciptakan lingkungan fisik, emosional,
sosial yang positif. Menenangkan rasa takut, menyingkirkan hambatan belajar, banyak
bertanya dan mengemukakan berbagai masalah, merangsang rasa ingin tahu, dan
mengajak belajar penuh dari awal. Banyak orang mempunyai perasaan negate
tentang belajar. Kenangan tak sadar mereka mengaitkan belajar dengan rasa sakit,
terhina, terkurung, dan sebagainya. Jika mereka tidak menggantika sugesti negatif
ini dengan yang positif, maka pembelajaran mereka akan terhalang. Hal ini
dikarenakan gambaran negatif semacam itu ceenderung mewarnai pengalaman dengan
asumsi.
Asumsi negatif
cenderung menciptakan pengalaman negatif dan asumsi positif cenderung
menciptakan pengalaman positif. Sugesti tidak boleh berlebihan, menimbulkan
kesan bodoh, dangkal, tetapi harus realistic, jujur, dan tidak bertele-tele.
Dalam kejadian apa pun, jika sudah menetapkan hati untuk mencapai hasil yang
positif, kemungkinan besar hasil positif yang akan dicapai. Ketika asumsi negatif
sudah digantikan dengan yang positif, maka rasa gembira dan lega dapat
mempercepat pembelajaran mereka.
Sugesti, baik
positif maupun negatif, kan tercipta oleh lingkungan belajar itu sendiri.
Pengaturan ruang kelas sering menimbulkan sugesti negatif. Jika lingkungan
fisik mengilhami perasaan negatif dan meningkatkan orang pada pengalaman yang
tidak manusiawi, maka lingkungan itu akan memberi yang memberi kesan gembira, positif
dan membangkitkan semangat. Sebuah lingkungan yang menimbulkaan asosiasi
positif dan berperasaan dalam setiap orang. Seperti dengan menata tempat duduk
secara dinamis, menghiasi ruang belajar, atau apa yang ada dalam lingkungan
belajar yang dapat menambah warna, keindahan, minat, serta rangsangan belajar
peserta didik. Termasuk dengan kehangatan music, sebagaimana banyak dilakukan dalam
inovasi-inovasi pembelajaran modern saat ini. Pembelajaran memerlukan gambaran
yang jelas tentang tujuan suatu pelajaran dan apa yang akan dapat mereka
lakukan sebagai hasilnya. Hal ini dapat dijelaskan dengan kata, gambar, contoh,
demo atau apa saja yang dapat membuat tujuan itu tampak nyata dan konkret bagi
peserta belajar.
Ada garis lurus
antara tujuan dan manfaat, tetapi tujuan cenderung dikaitkan dengan apa, sedangkan
manfaat dikaitkan dengan “mengapa“. Peserta belajar dapat belajar paling baik
jika mereka tahu mengapa mereka belajar dan dapat menghargai bahwa pembelajaran
mereka punya relevasi dan nilai bagi diri mereka secara pribadi. Orang belajar
untuk mendapatkan hasil bagi diri sendiri. Jika mereka tidak melihat ada
asilnya, mengapa harus belajar. Oleh karena itu, penting sekali untuk sejak
awal menegaskan manfaat belajar sesuatu agar orang merasa terkait dengan topik
pelajaran itu secara positif. Dalam banyak kasus, persiapan sebelum dimulainya
program belajar. Jika dapat diusahakan, peserta belajar diberi sarana persiapan
sebelum belajar yang berisi aneka pilihan peralatan untuk membantu mereka agar
siap untuk belajar. Sarana itu dapat membantu menyingkirkan rasa takut, menentukan
tujuan, menjelaskan manfaat, meningkatkan rasa ingin tahu dan minat, serta
menciptakan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang.
Untuk membantu
mempersiapkan orang mendapatkan pengalaman belajar yang optimal, diperlukan
lingkungan kerja sama sejak awal. Kerja sama membantu peserta belajar
mengurangi stress dan lebih banyak memanfaatkan energinya untuk belajar. Kerja
sama antar peserta belajar menciptakan sinergi manusiawi yang memungkinkan
berbagai wawasan, gagasan, dan informasi mengalir bebas.
Hubungan atau
interaksi selama pembelajaran dapat dikatakan sebagai inti kecerdasan. Semakin
sering orang saling menghubungkan pengetahuan dan wawasan mereka, semakin cerdaslah
ia. Interaksi sangat penting dalam membangun komunitas belajar. Hal ini dapat
dimulai dengan program tugas kelompok yang dikaitkan dengan pengenalan, tujuan,
manfaat bagi peserta belajar atau penilaian pengetahuan. Selain itu, aktivitas
belajar membutuhkan peran serta semua pihak. Bagaimanapun, belajar bukan hanya
menyerap informasi secara pasif, melainkan aktif menciptakan pengetahuan dan
keterampilan. Upaya belajar benar-benar bergantung pada peserta belajar dan
bukan merupakan tanggungjawab perancang atau fasilitatornya. Salah satu tujuan
penyiapan peserta belajar adalah mengajaknya memasuki kembali dunia kanak-kanak
mereka, sehingga kemampuan bawaan mereka untuk belajar dapat berkembang
sendiri.
Dunia kanak-kanak
ditandai dengan keterbukaan, kebebasan, kegembiraan, dan rasa ingin tahu yang
sangat besar. Inilah yang diasumsikan akan mebantu dalam menumbuhkan percepatan
berpikir dan belajar Accelerated Learning.
Merangsang rasa ingin tahu peserta belajar sangat membantu upaya mendorong
peserta belajar agar terbuka dan siap belajar. Pembelajaran akan berhenti jika
tidak ada sesuatu yang bisa menimbulkan rasa ingin tahu. Jika rasa ingin tahu
berkembang, maka ini akan membuat individu kembali hidup dan membuat mereka
siap melebihi diri mereka yang sebelumnya dan inilah inti pembelajaran yang
baik. Selnajutnya, mereka dapat mencari jalan baru, membuat temuan baru, mempelajari
keterampilan baru, dan kembali manusia yang tumbuh dan berkembang normal.
2.
Penyampaian (Presentation)
Tahap penyampaian
dalam siklus pembelajaran dimaksud untuk mempertemukan peserta belajar dengan
materi belajar yang mengawali proses belajar secara positif dan
menarik.Presentasi berarti pertemuan, dimana fasilitator dapat memimpin, tetapi
peserta belajar yang harus menjalani pertemuan itu.Pembelajaran berasal dari
keterlibatan aktif dan penuh seorang peserta belajar dengan pelajaran, dan
bukan dari mendengarkan presentasi pendidik atau dosen saja. Belajar adalah
menciptakan pengetahuan, bukan menelan informasi, maka presentasi dilakukan
semata-mata untuk mengawasi proses belajar dan bukan untuk di jadikan fokus
utama.
Tahap penyampain
dalam belajar bukan hanya sesuatu yang dilakukan fasilitator, melainkan sesuatu
secara aktif melibatkan peserta belajar dalam menciptakan pengetahuan di setiap
langkahnya. Sedangkan tujuan tahap penyampaian adalah membantu peserta belajar
menemukan materi belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan,
melibatkan pancaindra dan cocok untuk semua gaya belajar. Hal ini dapat dilakukan
melalui uji coba kolaboratif dan berbagai pengetahuan, pengamatan fenomena
dunia nyata, pelibatan seluruh otak dan tubuh peserta balajar. Selain itu dapat
dilakukan dengan presentasi interaktif, melalui aneka macam cara yang
disesuaikan dengan seluruh gaya belajar termasuk melalui proyek belajar
berdasarkan-kemitraan dan berdasarkan tim, pelatihan menemukan, atau dengan
memberi pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual serta melalui
pelatihan memecahkan masalah. Dan saat ini telah banyak berkembang, seperti
munculnya quantum learning dan quantum teaching, integrate learning, collaborative
lerning, accelerated learning, dan
sejenisnya. Persentase fasilotator berhasil jika dapat menimbulkan minat, menggugah
rasa ingintahu, dan memicu pembelajaran. Dalam beberapa kasus peserta belajar
menemukan informasi atau keterampilan
baru sebelum mengikuti persentasi resmi dari seorang fasilitator.
3.
Latihan (Practice)
Tahap ini dalam
siklus pembelajaran berpengaruh terhadap 70% atau lebih pengalaman belajar
keseluruhan. Dalam tahap inilah pembelajaranyang sebenarnya berlangsung.
Bagaimanapun, apa yang dipikirkan dan dikatakan serta dilakukan pembelajaran
yang menciptakan pembelajaran dan bukan apa yang dipikirkan, dikatakan, dan
dilakukan oleh instruktur atau pendidik. Peran instruksi atau pendidik hanyalah
memprakasai proses belajar dan menciptakan suasana yang mendukung kelancaran
pelatihan. Dengan kata lain, tugas instruktur atau pendidik adalah menyusun
konteks tempat peserta belajar dapat menciptakan isi yang bermakna mengenai
materi belajar yang sedang dibahas.
Peranan pendidik
adalah mengajak peserta pelajar yang baru dengan cara yang dapat membantu
mereka memadukannya kedalam struktur pengetahuan makna dan keterampilan
internal yang tertanam didalam dirinya. Membangun struktur makna yang baru dari
pengalaman dapat mengambil dari berbagai bentuk dan pengalaman belajar
sebelumnya. Yang terbaik adalah jika hal ini melibatkan seluruh aspek sistem
tubuh atau pikiran.
Tujuan tahap pelatihan adalah membantu peserta
belajar mengintengrasikan dan menyrap pengetahuan dan keterampilan baru dengan
berbagai cara. Seperti aktivitas pemrosesan, permainan dalam belajar, aktivitas
pemecahan masalah, refleksi dan artikulasi individu, dialog berpasangan atau
kelompok, pembelajaran, dan tinjauan kolaboratif termasuk aktivitas praktis
dalam membangun keterampilan lainnya. Dalam hal ini Rose dan J. Nicholl (1997),
telah banyak menyentuhnya dalam upaya memberikan perlakuan (treatmen) tertentu untuk mempercepat
belajar seseorang.
4.
Penampilan Hasil (Performance)
Belajar aalah
proses mengubah pengalaman menjadi pengetahuan, pengetahuan menjadi pengalaman,
pengalaman menjadi kearifan, dan kearifan menjadi tindakan. Nilai setiap
program belajar terungkap hanya dalam tahap ini. Namun banyak yang mengabaikan
hal ini. Padahal ini sangat penting disadari, bahwa tahap ini merupakan satu
kesatuan dengan keseluruhan proses belajar. Tujuan tahap penampilan hasil ini
adalah untuk memastikan bahwa pembelajaran tetap melekat dan berhasil
diterapkan. Setelah mengalami tiga tahap pertama dalam siklus pembelajaran, kita
perlu memastikan bahwa orang melaksanakan pengetahuan dan keterampilan baru
mereka pada pekerjaan mereka, nilai-nilai nyata bagi diri mereka sendiri, organisasi,
dan klien organisasi.
Tujuan tahap
penampilan hasil adalah membantu peserta belajar menerapkan dan memperluas keterampilan
atau pengetahuan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat
dan penampilan hasil akan terus meningkat, seperti: penerapan i dunia maya
dalam tempo segera, penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi, dan aktivitas
penguatan penerapan. Pelatihan terus menerus, usaha balik dan evaluasi kerja
aktivitas dukungan kawan, perubahan organisasi lingkungan yang mendukung.
Dengan demikian, sejalan dengan konsep pembelajaran yang berkembang, maka
hakiat inovasi pembelajaran dapat ditelusuri dari empat keempat unsur tersebut.
Artinya, jika keempat unsur tersebut ada, maka pembelajaran dapat dikatakan
berlangsung.
Persoalanya dalam
dunia pendiddikan dipersekolahan banyak yang menyalahi proses ini. Padahal jika
sala satu dari empat tahap terssebut tidak ada, maka belajar pun cendrung
merosot atau terhenti sama sekali. Pembelajaran akan terganggu jika peserta
belajar tidaak terbuka dan tidak siap untuk belajar, tidak menyadari manfaat
belajar untuk dri sendiri, tidak memiliki minat, atau terhambat oleh rintangan
belajar. Mengenai rintangan ini, banyak orang yang menyimpan perasaan negatif
mengenai belajar tanpa menyadarinya. Berdasarkan pengalaman masa lalu, mereka
mungkin mengaitkan situasi belajar formal dengan penpendidikngan, kebosanan, hal-hal
yang tidak relevan, rasa takut dipermalukan, dan stres. Jika
rintangan-rintangan ini, tidak di atasi, maka belajar cepat dan efektif akan
terhenti sebelum dimulai.
Pembelajaran juga
akan terganggu jika orang tidak memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru
dalam cara yang bermakna bagi mereka dan yang melibatkan dri mereka sepenuhnya.
Jika mereka diperlakukan sebagai konsumen pasif dan bukan koreator aktif dalam
proses belajar, kegiatan mereka akan berjalan pincang atau mala terhenti. Hal
yang sama terjadi jika gaya belajar seseorang tidak diperhatikan dalam tahap
penyampaian. Misalnya, orang harus bergerak dan aktif ketika sedang belajar
tidak akan belajar dari kulia panjang, kacuali jika dia disuru melakukan
sesuatu.
Pembelajaran akan
terganggu jika orang tidak diberi cukup waaktuuntuk menyerap pengetahuan dan keterampilan
baru kedalam struktur diri mereka saat itu kedalam organisasi internal mereka
menyangkut makna, kepercayaan, dan keterampilan. Untuk itu belajar yang
sebenarnya adalah yang dikatakan dan ddilakukan peserta belajar. Dengan
demikian, cukup beralasan jika mengajar ditegaskan bukan memerintah, bukan
pulah tindakan konsumtif. Pengetahuan bukan sesuatu yang diserap peserta
belajar, tetapi pengetahuan adalah sesuatu yang diciptakan peserta belajar.
Maka untuk memperolehnya peserta belajar akan membutuhkan waktu untuk
berintegrasi dengan pengetahuan tersebut.
Sementra itu, konsekuensi
ddari pemikiran di atas, maka pembelajaran juga akan terganggu jika orang tidak
mempunyai kesempatan untuk segera menerapkan apa yang telah mereka pelajari. Jika
tidak segera menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang baru mereka pelajari
tersebut kedalam dunia nyata, maka sebagian besar pengetahuan tersebut akan
menguap. Dalam satu studi dilaporkan bhwa tnpa penerapan segera dan upaya untuk
memperkuatnya, hanya sekitar 5% dari pelajaran ikelas yang tetap diingat. Akan
tetapi, dengan penerapan segera dan bimbingan serta dukunga yang tepat maka 90%
pelajaran akan tetap melekat (Gerlach dan Ely, 1980).
E. Hasil Belajar dari Pembelajaran
Sejara keseluruhan pemahaman terhadap konsep dasar
pembelajaran tidak akan sempurna jika berhenti pada defenisi atau proses. Maka
penulis merasa perlu untuk menguraikan apa yang dihasilkan dari suatu proses
pembelajaran. Berikut uraian dari kaitan antra hasil pembelajaran yang sangat
diharapkan sekali oleh semua masyarakat belajar khususnya peserta didik.
1.
Hasil Belajar
Sebagaimana
dikemukakan ole UNESCO ada empat pilar hasil belajar yang ddiharapkan dapat
dicapai ole penddidikan, yaitu: learning
to know, learning to be, learning
to life togther, dan lerning to do. Bloom (1956) mennyambutnya denga tiga rana hasil
belajar, yaitu: kognitif, afektif, dan piskomotor. Untuk aspek kognitif, Bloom
menyebutkan enam tingkat yaitu: 1) Pengetahuan ; 2) Pemahaman ; 3) Pengertian ;
4) Aplikasi ; 5) Analisis ; 6) Sintesis ; 7) Evaluasi. Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya proses belajar ditandai denag perubahan tingkah
laku secara keseluruhan baik yang menyangkut segi kognitif, efektif maupun
psikomotor. Proses perubahan dapat terjaddi dari yang paling sederhana sampai
yang paling komplks, yang bersifat pemecahan masalah, dan pentingnya peranan
kepribadian dalam proses serta hasil belajar.
Adapun Bloom yang banyak
mendapat pengaruh dari Carrol dalam “model
of school learning” nya berusaha untuk mengatakan sejumlah kecil fariabel
yang besar pengaruhnya terhaap hasil belajar thesis central model. Bloom
menyatakan bahwa variabel dalam congnitive entry
behaviours, afektif entry chraterisctics, dan kualitas pengajaran
menentukan hasil belajar, Bloom yakin bahwa fariabel kualitas pengajaran yang
tercermin dalam penyajian bahan petunjuk latihan (tes formatif), proses balikan,
dan perbaikan penguatan partisipasi peserta didik harus sesuai dengan kebutuhan
peserta didik (Bloom dalam Max Darsono, 1989: 88).
Sementara itu, dalam
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), hasil belajar dirumuskan dalam
bentuk kompetensi, yaitu: kompetensi akademik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi vokasional. Keempat kompetensi tersebut harus dikuasai
oleh peserta didik secara menyeluru/komprehensif, sehingah menjadi pribadi yang
utuh dan bertanggungjawab.
Secara umum, hasil
belajar peserta didik di pengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor-faktor
yang ada dalam diri peserta didik dan faktor eksternal, yaitu faktor-faktor
yang ada di luar diri peserta didik.Yang tergolong dalam faktor internal ialah: 1) faktor fisiologis atau
jasmani indiviu baik bersifat bawaan maupun yang diperoleh dengan melihat, mendengar,
struktur tubuh, cacat tubuh, dan sebgainya, dan 2) faktor psikologi baik
yang bersifat bawaan maupun keturunan, yang meliputi:
a.
Faktor intelektual terdiri dari:
1)
Faktor potensial, yaitu
inteligensi dan bakat.
2)
Faktor aktual yaitu kecakapan
nyata dan prestasi.
b.
Faktor non-intelektual yaitu
komponen-komponen kepribadian tertentu seperti sikap, minat, kebiasaan, motivasi,
kebutuhan, konsepdiri, penyesuaian diri, emosional, dan sebgainya.
c.
Faktor kematangn baik fisik
maupun psikis.
Yang tergolong faktor eksternal ialah:
a.
Faktor sosial yang terdiri atas: 1) faktor lingkungan
keluarga, 2) faktor lingkungan sekolah, 3) faktor lingkungan masyarakat, dan 4) faktor kelompok.
b.
Faktor budaya seperti: adat
istiadat, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesenian dan sebgainya.
c.
Faktor lingkunga fisik, seperti
fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim, dan sebgainya.
d.
Faktor spiritual atau
lingkungan keagamaan.
Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung atau
tidak langsung dalam mempengaruhi hasil belajar yang dicapai seseorang. Karena
aadaanya fakto-faktor tertentu yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu motivasi
berprestasi, inteligensi dan kecemasan.
2.
Motivasi menuju hasil
pembelajaran
Pengaruh motivasi
disini adalah motivasi intern dan ekstern terhadap hasil belajar. Menurut Hilgart, motif merupakan
tenaga penggerak yang mempengaruhi kesiapan untuk memulai melakukan rangkaian kegiatan
dalam suatu perilaku (Pasaribu, 1988: 46). Sedangkan McClelland (1953) yang
dikutip oleh Max Darsono, (1989: 99) menyatakan bahwa motif adalah suatu “energizer“ (sumber tenaga, penggerak)
suatu konsep yang diperlukan untuk menjalankan aktifitas organisme. Motif umumnya
ddipandang suatu di posisi pribadi, artinya bersifat potensial. Alam hal ini
Wrightman (1975: 281) menjelaskan: “motive
as an energising condition of the organisme that serves to direct that organism,
usually towart a goal of goals or a certain class and motive is sometimes used
interchangeably with the term’ need’ and ‘drive’.”
Pada pernyataan
tersebut motif merupakan suatu sumber tenaga daalam kondisi tertentu yang
biasanya dimiliki oleh setiap individu secara langsung. Dan motif ini biasanya
memberikan arah untuk memiliki kesiapan tindakan yang akan dilakukan yang disesuakan dengan
kebutuhan dan arahan. Menurut jenisnya, motif dibedakan menjadi motif primer
dan sekunder, yang dikutip oleh Syamsudin (1990), membedakan motif yaitu:
a.
Motif primer (primary motive) atau motif dasar (basic motive) menunjukan kepada motif
yang tiak ddipelajari (unlearnet motive)
yang sering juga ddigunakan istila dorongan.
b.
Motif sekunder (seconary motives) menunjukan kepada
motif yang berkembang dalam diri individu karena pengalaman, dan dipelajari (conditioning and reinforcemen). Kedalam
golongan ini termasuk:
1)
Takut yang dipelajari (learning vears).
2)
Motif-motif sosial (ingin diterima,
dihargai, conformitas, afiliasi, persetujuan,
status, merasa aman, dan sebagainya).
3)
Motif-motif objektif dan interest (eksplorasi, manipulasi, minat).
4)
Maksut (purposes) dan aspirasi.
5)
Motif berprestasi (achievement motive).
Sesuai dengan masalah yang dikaji dalam studi
ini, maka konsep dari motif ini keduanya dipakai baik motif primer, maupun
motif sekunder. Kajiannya dalam hal besar dan kecil pengaruhnya terhadap hasil
belajar bahasa Inggris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar