Minggu, 20 Maret 2016

KONSEP DASAR PEMBELAJARAN



KONSEP DASAR PEMBELAJARAN


Dalam memaknai konsep maka akan berhubungan dengan teori, sedangkan teori akan berkaitan dengan sesuatu hal yang dipandang secara ilmiah. Jika teori berhubungan dengan konsep maka dalam uraian tentang konsep dasar pembelajaran akan tertuju pada landasan ilmiah pembelajaran. Melalui landasan ilmiah yang disebut dengan konsep dasr inilah maka semua pihak akan memahami apa itu pembelajaran. Pada uraian ini akan dibahas beberapa tema yang berkaitan dengan pembekalan terhadap pemahaman tentang pembelajaran. Diantaranya juga akan berhubungan dengan landasan-landasan filsafat, psikologis, sosiologis dan komunikasi yang selalu banyak ditemukan dalam sebuah pembelajaran.
Sebelum beranjak pada pembahasan tentang konsep dasar dan landasan-landasan ilmiah dari pembelajaran, maka penulis merasa perlu untuk memberikan tambahan pemahaman dasr terhadap pembelajaran. Maka uraian awal, untuk mengantarkan pembaca pada aspek hakikat pembelajaran itu sendiri yang ditelaah berdasrkan hakikat belajar dan pengaruh perkembangan teknologi pendidikan sehingga muncul istilah pembelajaran. Pemahaman terhadap hakikat ini harus diimbangi dengan bukti konkret sebagai pengantar pada pemahaman secara keseluruhan tentang apa itu belajar. Bab ini juga akan menguraikan tentang proses pembelajaran dan perkembangan pembelajaran.

A.       Hakikat Belajar

Belajar merupakan aktivitas yang disengaja dan dilakukan oleh individu agar terjadi perubahan kempuan diri, dengan belajar anak yang tadinya tidak mampu melakukan sesuatu, menjadi mampu melakukan sesuatu, atau anak yang tadinya tidak terampil menjadi terampil. Belajar menurut Gagne (1984), adalah suatu dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Dari pengertian tersebut terdapat tiga unsur pokok dalam belajar, yaitu: 1) proses, 2) perubahan perilaku, dan 3) pengalaman.
1.      Proses
Belajar adalah proses mental dan emosipnal atau proses berpikir dan merasakan. Seseorang dikatakan belajar apabila pikiran dan perasaannya aktif. Aktivitas pikiran dan perasaan itu sendiri tidak dapat diamati orang lain, akan tetapi dirasakan oleh yang bersangkutan sendiri. Pendidik tidak dapat melihat aktivitas pikiran dan perasaan peserta didik. Pendidik melihat dari kegiatan peserta didik sebagai akibat adanya akitvitas pikiran dan perasaan peserta didik, sebagai contoh: peserta didik bertanya, menanggapi, menjawab pertanyaan pendidik, diskusi, memecahkan masalah, melaporkan hasil kerja, membuat rangkuman, dsb. Itu semua adalah gejala yang tampak dari aktivitas mental dan emosional peserta didik.
Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan manifestasi dari adanya ativitas mental (berpikir dan merasakan). Bagaimana bila peserta didik hanya duduk saja pada saat pendidik menjelaskan pelajarannya? Apakah dapat dikategorikan sebagai belaja? Jawabannya adalah, apabila peserta didik tersebut duduk sambil menyimak penjelasan pendidik, maka dapat dikategorikan sebagai belajar. Tetapi apabila peserta didik hanya duduk sambil pikiran dan perasaannya melayang-layang atau melamun di luar pelajaran yang dijelasan pendidik, maka peserta didik tersebut tidak sedang belajar, tetapi sedang melamun. Tetapi perlu dicatat, bahwa belajar tidak hanya penjelasan pendidik saja (tidak harus ada yang mengajar), karena belajar dapat dilakukan peserta didik dengan berbagai macam cara dan kegiatan, aal terjadi interaksi antara individu dengan lingkungannya. Misalnya dengan mengamati demonstrasi pendidik, mencoba sendiri, mendidkusikan dengan teman, melakukan eksperimen, memecahkan persoaalan, mengerjakan soal, membaca sendiri dan sebagainya. Belajar adalah suatau proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat.
2.      Perubahan Perilaku
Hasil belajar akan tampak pada perubahan perilaku individu yang belajar. Seseorang yang belajar akan mengalami perubahan perilaku sebagai akibat kegiatan belajarnya. Pengetahuan dan keterampilannya bertambah, dan penguasaan nilai-nilai dan sikapnya bertambah pula. Menurut para ahli psikologi tidak semua perubahan perilaku sebagai hasil belajar. Perubahan peilaku sebagai hasil belajar. Perubahan perilaku kaarena faktor kematangan, karena lupa, karena minum-minuman keras bukan termasuk sebagai hasil belajar, karena bukan perubahan dar hasil pengalaman (beinteraksi dengan lingkungannya), dan tidak terjadi proses mental emosional dalam beraktivitas.
Perubahan perilakusebagai hasil belajar diklasifikasi menjadi tiga domain yaitu: Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik. Domain kognitif meliputi perilaku daya cipta, yaitu berkaitan dengan kemampuan intelektual manusia, meliputi perilaku daya cipta, yaitu berkaitan dengan kemmpuan intelektual manusia, antara lain: kemampuan mengingat (knowledge), memahami (comprehension), menerapkan (application), menganalisis (analysis), mensintesis (synthesis), dan menegvaluasi (evaluation). Domain afektif berkaitan dengan perilaku daya rasa atau emosional manusia, yaitu kemampuan menguasai nilai-nilai yang dapat membentuk sikap seseorang. Domain psikomotorik berkaitan denga perilaku dalam bentuk keterampilan-keterampilan motorik (gerakan fisik).
Pada pembelajaran perubahan perilaku sebagai hasil belajar yang ingin dicapai ini dapat dirumuskan dalam bentuk tujuan pembelajaran atau rumusan kompetensi yang dicapai dengan segala indikatornya. Contoh rumusan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran: “Peserta didik dapat mengubah pecahan biasa ke dalam bentuk pecahan decimal dan menpendidiktkannya “Kita dapat mengubah merupakan perilaku hasil belajar yang akan dicapai dalam pembelajaran.
3.      Pengalaman
Belajar adalah mengalami, dalam arti bahwa belajar terjadi karena individu berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik adalah lingkungan disekitar individu baik dalam bentuk alam sekitar maupun dalam bentuk hasil ciptaan manusia.
Macam-macam lingkungan fisik yang bersifat natural antara lain pantai, hutan, sungai, udara, air, dsb. Bersifat cultural adalah buku, media pembelajaran, gedung sekolah, perabot sekolah, dsb. Adapun lingkungsn sosial peserta didik di antaranya pendidik, orang tua, pustakawan, pemuka masyarakat, kepala sekolah, dsb. Lingkungan pembelajaran yang baik adalah lingkungan yang merangsang dan menantang peserta didik untuk belajar. Pendidik yang mengjar tanpa menggunakan alat peraga tentu kurang merangsang/menantang peserta didik untuk belajar. Apalagi bagi peserta didik SD yang perkembangan intelektualnya masih membutuhkan alat peraga. Semua lingkunga yang diperlukan untuk belajar peserta didik ini didesain secara integral akan menjadi bahan dan pembelajaran yang efektif.
Belajar dapat dilakukan elalui pengalaman langsung maupun pengalaman tidak langsung maupun pengalaman tidak langsung. Peserta didik yang melakukan eksperimen adalah contoh belajar dengan pengalaman langsung. Sedang peserta didik belajar dengan mendengarkan penjelasan pendidik atau membaca buku adalah contoh belajar melalui pengalaman tidak langsung.
Belajar, pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada si sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu. Sejalan dengan konsep di atas Cronbach (Surya, 1979:28) menyatakan, “learning may be defined as the process by which a relatively enduring change in behavior occurs as a result of experience of practice”. Pernyataantersebut menegaskan bahwa indicator belajar ditentukan oleh perubahan dalam tingkah lakuyang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman atau latihan.
Dari kutipan di atas, disimpulkan beberapa hal yang menyangkut pengertian belajar yaitu:
a.        Belajar merupakan suaru proses, yaitu kegiatan yang berkesinambungan yang dimulai sejak lahir dan terus berlangsung seumur hidup.
b.      Dalam belajar terjadi adanya peubahan tingkah laku yang bersifat relative permanen
c.       Hasil belajar ditunjukan dengan aktivitas-aktivitas tingkah laku secara keseluruhan
d.      Adanya perana kepribadian dal proses belajar, antara lain aspek motivasi, emosional, sikap, dsb.
Terjadinya proses belajar dapat dipandang dari sisi kognitif, sebagaimana dikemukakan Bigge (1982), yaitu berhubungan dengan perubahan-perubahan tentang kekuatan variable-variabel hipotesis, kekuatan-kekuatatan, asosiasi, hubungan-hubungan dan kebiasaan, atau kecenderungan perilaku. (Willis, 1986:20). Dalam hubungan ini Crow dan Crow (Surya, 1979:32) menyatakan bahwa “learning takes place whenever an individual finds himself in a situation to wich he canot adjust through the utilization of customery modes of repons, or whenever abstracties that interface with desired activities. The process of adjusting to or of over coming abstract may take place more or less unconsciously, whithout thingking much about what he is doing, the learning tries out ne or another already formed habit or behavoiur until hr hits upon a satisfaktory response.”
Rumusan di atas menyatakan bahwa proses belajar terjadi apabila individu dihadapkan pada situasi di mana ia tidak dapat menyesuaikan diri dengan cara biasa, atau apabila ia harus mengatasi rintangan yang mengganggu kegiatan yang diinginkan. Proses penyesuaian diri mengatasi rintangan terjadi secara tidak sadar, tanpa pemikiran yang banayak terhadap apa yang dilakukan. Dalam hal ini pelajar mencoba melakukan kebiasaan atau tingkah laku yang telah terbentuk hingga ia mencapai respons yang memuaskan.
Belajar merupakan suatu proses interaksi antara berbagai unsuryang berkaitan. Unsur utama dalam belajar adalah individu sebagai peserta belajar, kebutuhan sebagai sumber pendorong, situasi belajar yang memberikan kemungkinan terjadinya kegiatan belajar. Dengan demikian, manifestasi belajar atau perbuatan belajar dinyatakan dalam bentuk perubahan tingkah laku. Mengenai jenis perubahan tingkah laku dalam proses belajar ini, Gagne dan Briggs, menyatakan bahwa perbuatan hasil belajar menghsilkan perubahan dala bentuk tingkah laku dalam aspek: a) kemampuan membedakan; b) konsep konkret; c) konsep terdefinisi; d) nilai; e) nilai/aturan tingkat tinggi; f)strategi kognitif; g) informasi verbal; h) sikap dan i) keterampilan motorik.

B.       Hakikat Pembelajaran

Istilah pembelajaran merupakan perkembangan dari istilah pengajaran, dan istilah belajar-mengajar yang dapat kita perdebatkan, atu kit abaikan saja yang penting makna dari ketiganya. Pembelajaran adalah suatau upaya yang dilakukan oleh seseorang pendidik atau pendidik untuk membelajarkan peserta didik yang belajar. Pada pendidikan formal (sekolah), pembelajaran merupakan tugas yang dibebankan kepada pendidik, karena pendidik merupakan tenaga professional yang dipersiapkan untuk itu. Pembelajaran di sekolah semakin berkembang, dari pengajaran yang bersifat tradisional ampai pembelajaran denga sistem modern. Kegiatan pembelajaran bukan lagi sekedar kegiatan mengajar yang mengabaikan kegiatan belajar, yaitu sekedar menyiapkan pengajaran dan melaksanakan prosedur mengajar dalam pembelajaran tatap muka. Akan tetapi pembelajaran lebih kompleks lagi dan dilaksanakan dengan pla-pola pembelajaran yang bervariasi.
Ada empat pola pembelajaran, pertama, pembelajaran dalam bentuk alat peraga. Pola pemmbelajaran ini sangat tergantung pada kemampuan pendidik dalam mengigat bahan pembelajaran dan menyampaikan bahan tersebut secara lisan kepada peserta didik. Kedua, pola (pendidik dan alat bantu) dengan peserta didik. Pada pola pembelajaran ini gur sudah dibantu oleh berbagai bahan pembelajaran yang disebut alat peraga pembelajaran dalam menjelaskan dan meragakan suatu pesan yang bersifat abstrak. Ketiga pola (pendidik)+(media) dengan peserta didik. Pola pembelajaran sudah mempertimbangkan keterbatasan pendidik, yang tidak mungkin menjadi satu-satunya sumber belajar. Pendidik dapat memnfaatkan erbagai media pembelajaran sebaga sumber belajar yang dapat menggantikan pendidik dan media dalam berinteraksi dengan peserta didik. Konsekuensi pola pembelajaran ini adalah harus disiapkan bahan pembelajaran yang dapt dugunakan dalam pembelajaran. Dan keempat pola media dengan peserta didik atau pola pembelajaran jarak jauh menggunakan media atau bahan pembelajaran tersebut di atas, maka membelajarkan itu tidak hanya sekedar mengajar (seperti pola satu), karena membelajarkan yang berhasil harus memberikan banyak perlakuan kepada peserta didik. Peran pendidik dalam pembelajaran lebih dari sekedar sebagai pengajar (informator) belaka, akan tetapi pendidik harus memiliki multi peran dalam pembelajaran. Dan agar pola pembelajaran yang diterpkan juga dapat berfariasi, maka bahan pembelajarannya harus dipersiapkan secara bervariasi juga. Menurut Adams dan Dickey (dalam Oemar Hamalik, 2005), peran pendidik sesungguhnya sangat luas, meliputi:1) pendidik sebagai pengajar (techer an instructor), 2) pendidik sebagai pembimbing (teacher as counselor), 3) pendidik sebagai ilmuan (teacher as scientist), dan 4) pendidik sebagai pribadi (teacher as person).
Bahkan dalam arti luas, dimana sekolah berubah fungsi mejadi penghubung antara ilmu/ilmu dengan masyarakat, dan sekolah lebih aktif ikut dalam pembangunan, maka peran pendidik hendaknya brperan dalam memfasilitasi agar terjadi proses mental emosional peserta didik tersebut sehingga dapat dicapai kemajuan tersebut. Pendidik harus berperan sebagai motor penggerak terjadinya aktivitas belajar dengan cara memotivasi peserta didik (motivator), memfasilitasi belajar (fasilitator), mengorganisaisi kelas (organisator), mengembangkan bahan pembelajaran (developer, desainer). Menilai program dan hasil pembelajaran (evaluator), motivator aktivits peserta didik (monitor), dsb.

C.       Landasan Konsep Pembelajaran

1.      Filsafat
Proses belajaran pada dasarnya melibatkan upaya yang hakiki dalam membentuk dan menyempurnakan kepribadian manusia dengan berbagai tuntutan dalam kehidupannya. Secara filosofis belajar berarti mengingatkan kembali pada manusia mengenai makna hidup yang bias dilalui melalui proses meniru, memahami, mengamati, merasakan, mengkaji, melakukan, dan meyakini suatu kebenaran sehingga semuanya memberikan kemudahan dalam mencapai segala yang dicita-citakan manusia. Belajar diperlukan oleh individu (manusia). Akan tetapi belajar juga harus dipahami sebagai suatu kegatan dalam mencari daan membuktikan kebenaran. Harapan para filosofis bahwa denga belajar maka segala kebenaran di dalam semesta ini bisa dinikmati oleh manusia yang pada akhirnya akan menyadari bahwa alam semesta ini ada yang menciptakan. Dengan demikian, filsafat apa pun yang telah menjadi hasil pikir manusia maka hakikatnya dengan belajar. Sebaliknya, dengan aktivitas belajar, maka pemikiran tentang belajar terus berkembang dan banyak ditemukan sehingga membawa pada warna inovasi ide dan pemikiran manusia sepanjang zaman.
2.      Psikologi
Perilaku manusia bisa berubah karena belajar, akan tetapi apakah manusia itu memahami perilakunya sendiri, atau menyadari dia harus berperilaku seperti apa jika berada, atau dihadapkan dalam situasi dan kondisi yang berbeda. Maka perilaku yang masih dicari inilah dapt dikaitkan dengan kajian dari ilmu psikologi. Psikologi sebagai ilmu yang mempelajari gejala kejiwaan yang akhirnya mempelajari produk dari gejala kejiwaan ini dalam bentuk perilaku yang tampak dan sangat dibutuhkan dalam proses belajar. Di antara psikologi yang banyak dan memang masih bertahan menjadi landasan pokok dalam dunia pendidikan dan pembelajaran, yaitu pikologi lainnya, namun kedua aliran psikologi ini sangat dominan dalam menentukan arah aktivitas manusia dalam melakukan proses pembelajaran.
Dalam kegiatan pembelajaran seseorang pendidik harus menguasai berbagai teori belajar, seperti teori belajar gestal, kognitif, dan humanistik. Hal ini penting karena teori belajar tersebut menjadi landasan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran. Di samping menguasai berbagai teori belajar seorang yang melakukan kegiatan pembelajaran harus memahami betul tentang tugas perkembangan peserta didik, hal ini dilakukan agar pembelajarran dapat dilaksanaan sesuai dengan kebutuhan, minat, dan bakat peserta didik.
3.      Sosiologi
Manusia adalah makhluk individu dan sosial. Melalui belaajr, individu bias mempelajari lawan bersosiolisasi, teman hidup bersama dan mampu membangun masyarakat sampai dengan Negara dan bangsa, Jika dalam belajar tanpa arah tujuan pada makna hidup manusia sebagai makhluk sosial, maka belajar akan dijadikan cara untuk saling menguasai, memusnahkan, karena segala sesuatu yang dipelajari, diketahui, dipahami melalui belajar tidak digunakan dalam menciptakan kondisi kedamaian dunia. Landasan sosiologis ini sangat penting dalam mengiringi perkembangan inovasi pembelajaran yang banyak terimbas oleh perubahan zaman yang semakin hedonistik. Maka pemahaman akan belajar yang ditinjau dari aspek sosiologis inilah yang sangat dibutuhkan dewasa ini.
4.      Komunikasi
Pendidikan dan komunikasi ibarat tga uang, yang satu memeberikan pemaknaan terhadap yang lainnya. Dalam praktiknya proses belajar atau pembelajaran akan menghasilkan suatu kondisi dimana individu dalam hal ini peserta didik dan pendidik, peserta didik dengan peserta didik atau interaksi yang kompleks sekalipun pasti akan ditemukan suatu proses komunikasi. Landasan komunikasi ini akan banyak memberikan warna dalam bentuk pendekatan, model, metode, dan strategi pembelajaran, serta pola-pola inovasi pembelajaran. Seperti halnya landasan ilmiah yang lain, komunikasi cukup mampu mempengaruhi peserta didik dalam mencapai keberhasilan membaca pesan-pesan atau informasi pembelajaran. Macam ragam pesan baik langsung maupun tidak langsung, bersumber dari media atau manusia secara langsung, pasti akan bias ditangkap, dipahami, dicerna, diolah, dan didefinisikan dalam memori manusia menjadi bentuk hasil pemahaman belajar. Proses inilah yang masih berkembang saat ini di dunia riset, yaitu bagaimana seorang pendidik mampu melakukan variasi komunikasi dalam proses pembelajaran yang tentunya dengan memperhatikan komponen pembelajaran lainnya, khususnya peserta didik, dan model pembelajaran yang digunakan.
5.      Teknologi
Pembelajaran erat kaitannya dengan penggunaan teknologi pendidikan, pembelajaran yang komprehensif harus memperhatikan perbedaan interest peserta didik, di mana peserta didik ada yang tipe auditif, visual dan kinestetik. Penggunaan teknologi dalam pembelajaran akan menjembatani keempat minat peserta didik tersebut, sehingga pembelajaran lebih akomodatif dan menyenangkan, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pembelajaran. Seorang pendidik dalam melakukan kegiatan pembelajaran dapat menggunakan media pembelajaran, mulai dari yang sederhana, sepeti gambar, foto, lukisan sampai kepada yang menggunakan teknologi canggih seperti, LCD projector, penggunan komputer sepeti dalam pembelajaran berbasis e-learning, pembelajaran online, pembelajaran berbasis komputer (CBI dan CAI).

D.       Proses Pembelajaran

Bila semua paradigma masyarakat PT telah memahami dengan baik tentang semua proses pembelajaran peserta didik aktif, learning how to learn, penyiapan sumber daya telah diatur dengan baik, dan penyiapan konten yang sudah tersedia dengan baik, dan RPP/SAP yang teah mengatur dengan baik mekanisme proses pembelajaran, makaa proses pembelajaran akan berjalan dengan lebih mudah. Proses pembelajaran hanya menerapkan kemampuan dan menggunakan saran serta mengikuti mekanisme yang telah diatur dengan baik akan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selain menerapkan proses pembelajar telah ditata dengan baik, juga harus selalu meminta feed back dan melakukan kajian untuk terus membenahii proses pembelajaran. Proses pembelajaran dapat melalui tatap muka di dalam ruang kelas dan dapat melalui media elektronik sesuai dengan pengaturan SAP. Proses pembelajaran melalui internet mendorong mahasiswa lebih aktif dalam pembelajaran karena harus berkomunikasi secara maya dengan para dosen, dan mahasiswa lain di samping mengembara di dalam dunia pengetahuan lain.
Pembelajaran merupakan akumulasi dari konsep mengajar dan konsep belajar. Penekanannya terletak pada perpaduan antara keduanya, yakni kepada penumbuhan aktivitas subjek didik. Konsep tersebut dipandang sebagai suatu sistem, sehingga dalam sistem belajar ini terdapat komponen-komponen peserta didik atau peserta didik, tujuan, materi untuk mencapai tujuan, fasilitas dan prosedur serta alat atau media yang harus dipersiapkan. Sebagaimana diungkapkan oleh Davis, (1974:30) bahwa learning sistem menyangkut pengorganisasian dari perpaduan antara manusia, pengalaman belajar, fasilitas, pemeliharaan atau pegontrolan, dan prosedur yang mengatur intraksi perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan. Demikian halnya juga dengan teaching sistem, di mana komponen perencanaan mengajar, bahan ajar, tujuan, materi, dan metode, serta penilaian, dan angkah mengajar akan berhubungan dengan aktivitas belajar untuk mencapai tujuan. Kenyataan bahwa dalam proses pembelajaran ini berkaitan erat dengan aplikasi dan konsep sistem informasi manajemen.
Keterampilan mengorgnisasi informasi ini merupakan dasar kelancaran proses pembelajaran. Agnew dkk. (1996:17) mengungkapkan bahwa belajar adalah kemampua untuk mampu mengorganisasi informasi merupakan hal yang mendasar bagi seseorang peserta didik. Pembelajaran pada hakikatnya mempunyai empat unsur, yakni persiapan, penyampaian, pelatihan, dan penampilan hasil.
Dalam proses pembelajaran meliputi kegiatan dari membuka sampai menutup pelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran meliputi; (1) kegiatan awal, yaitu: melakukan apersepsi menyampaikan tujuan pembelajaran, dan bila dianggap perlu memberikan pretest; (2) kegiatan inti, yaitu kegiatan utama yang dilakukan pendidik dalam memberikan pengalaman belajar, melalui berbagai strategi dan metode yang dianggap sesuai dengan tujuan dan materi yang akan disampaikan; (3) kegiatan akhir, yaitu: menyimpulkan kegiatan pembelajaran dan pemberian tugas atau pekerjaan rumah bila dianggap perlu.
1.      Persiapan (Preparation)
Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan peserta belajar untuk belajar. Tanpa itu, pembelajaran akan lambat dan bahkan dapat berhenti sama sekali. Namun tahap ini sering diabaikan, sehingga mengganggu pembelajaran yang baik. Jika persiapan dilakukan dengan benar, niscaya menciptakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan yang sehat. Demikian juga dalam pembelajaran jika persiapan matang sesuai dengan karakteristik kebutuhan, materi, metode, pendekatan, lingkungan serta kemampuan pendidik, maka hasilnya diasumsikan akan lebih optimal. Tahap ini penting mengingat bahwa untuk mendekati situasi belajar, peserta belajar harus meghadapi segala macam rintangan yang potensial dapat mengganggu. Seperti tidak merasakan adanya manfaat, takut gagal, benci pada topik pembelajaran, dipaksa hadir, merasa sudah tahu, dan merasa bosan. Semua rintangan ini dapat menyebabkan setres, beban otak dan kemerosotan dalam kempuan belajar.
Berdasarkan hal di atas, maka tujun tahap persiapan adalah untuk menimbulkan minat peserta belajar, memberi mereka perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang dan menempatkannya dalam situasi optimal untuk belajar. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan sugesti positif, memeberikan pernyataan yang memberi manfaat, memberikan tujuan yang jelas dan bermakna. Tahap ini juga bertujuan membangkitkan rasa ingin tahu, menciptakan lingkungan fisik, emosional, sosial yang positif. Menenangkan rasa takut, menyingkirkan hambatan belajar, banyak bertanya dan mengemukakan berbagai masalah, merangsang rasa ingin tahu, dan mengajak belajar penuh dari awal. Banyak orang mempunyai perasaan negate tentang belajar. Kenangan tak sadar mereka mengaitkan belajar dengan rasa sakit, terhina, terkurung, dan sebagainya. Jika mereka tidak menggantika sugesti negatif ini dengan yang positif, maka pembelajaran mereka akan terhalang. Hal ini dikarenakan gambaran negatif semacam itu ceenderung mewarnai pengalaman dengan asumsi.
Asumsi negatif cenderung menciptakan pengalaman negatif dan asumsi positif cenderung menciptakan pengalaman positif. Sugesti tidak boleh berlebihan, menimbulkan kesan bodoh, dangkal, tetapi harus realistic, jujur, dan tidak bertele-tele. Dalam kejadian apa pun, jika sudah menetapkan hati untuk mencapai hasil yang positif, kemungkinan besar hasil positif yang akan dicapai. Ketika asumsi negatif sudah digantikan dengan yang positif, maka rasa gembira dan lega dapat mempercepat pembelajaran mereka.
Sugesti, baik positif maupun negatif, kan tercipta oleh lingkungan belajar itu sendiri. Pengaturan ruang kelas sering menimbulkan sugesti negatif. Jika lingkungan fisik mengilhami perasaan negatif dan meningkatkan orang pada pengalaman yang tidak manusiawi, maka lingkungan itu akan memberi yang memberi kesan gembira, positif dan membangkitkan semangat. Sebuah lingkungan yang menimbulkaan asosiasi positif dan berperasaan dalam setiap orang. Seperti dengan menata tempat duduk secara dinamis, menghiasi ruang belajar, atau apa yang ada dalam lingkungan belajar yang dapat menambah warna, keindahan, minat, serta rangsangan belajar peserta didik. Termasuk dengan kehangatan music, sebagaimana banyak dilakukan dalam inovasi-inovasi pembelajaran modern saat ini. Pembelajaran memerlukan gambaran yang jelas tentang tujuan suatu pelajaran dan apa yang akan dapat mereka lakukan sebagai hasilnya. Hal ini dapat dijelaskan dengan kata, gambar, contoh, demo atau apa saja yang dapat membuat tujuan itu tampak nyata dan konkret bagi peserta belajar.
Ada garis lurus antara tujuan dan manfaat, tetapi tujuan cenderung dikaitkan dengan apa, sedangkan manfaat dikaitkan dengan “mengapa“. Peserta belajar dapat belajar paling baik jika mereka tahu mengapa mereka belajar dan dapat menghargai bahwa pembelajaran mereka punya relevasi dan nilai bagi diri mereka secara pribadi. Orang belajar untuk mendapatkan hasil bagi diri sendiri. Jika mereka tidak melihat ada asilnya, mengapa harus belajar. Oleh karena itu, penting sekali untuk sejak awal menegaskan manfaat belajar sesuatu agar orang merasa terkait dengan topik pelajaran itu secara positif. Dalam banyak kasus, persiapan sebelum dimulainya program belajar. Jika dapat diusahakan, peserta belajar diberi sarana persiapan sebelum belajar yang berisi aneka pilihan peralatan untuk membantu mereka agar siap untuk belajar. Sarana itu dapat membantu menyingkirkan rasa takut, menentukan tujuan, menjelaskan manfaat, meningkatkan rasa ingin tahu dan minat, serta menciptakan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang.
Untuk membantu mempersiapkan orang mendapatkan pengalaman belajar yang optimal, diperlukan lingkungan kerja sama sejak awal. Kerja sama membantu peserta belajar mengurangi stress dan lebih banyak memanfaatkan energinya untuk belajar. Kerja sama antar peserta belajar menciptakan sinergi manusiawi yang memungkinkan berbagai wawasan, gagasan, dan informasi mengalir bebas.
Hubungan atau interaksi selama pembelajaran dapat dikatakan sebagai inti kecerdasan. Semakin sering orang saling menghubungkan pengetahuan dan wawasan mereka, semakin cerdaslah ia. Interaksi sangat penting dalam membangun komunitas belajar. Hal ini dapat dimulai dengan program tugas kelompok yang dikaitkan dengan pengenalan, tujuan, manfaat bagi peserta belajar atau penilaian pengetahuan. Selain itu, aktivitas belajar membutuhkan peran serta semua pihak. Bagaimanapun, belajar bukan hanya menyerap informasi secara pasif, melainkan aktif menciptakan pengetahuan dan keterampilan. Upaya belajar benar-benar bergantung pada peserta belajar dan bukan merupakan tanggungjawab perancang atau fasilitatornya. Salah satu tujuan penyiapan peserta belajar adalah mengajaknya memasuki kembali dunia kanak-kanak mereka, sehingga kemampuan bawaan mereka untuk belajar dapat berkembang sendiri.
Dunia kanak-kanak ditandai dengan keterbukaan, kebebasan, kegembiraan, dan rasa ingin tahu yang sangat besar. Inilah yang diasumsikan akan mebantu dalam menumbuhkan percepatan berpikir dan belajar Accelerated Learning. Merangsang rasa ingin tahu peserta belajar sangat membantu upaya mendorong peserta belajar agar terbuka dan siap belajar. Pembelajaran akan berhenti jika tidak ada sesuatu yang bisa menimbulkan rasa ingin tahu. Jika rasa ingin tahu berkembang, maka ini akan membuat individu kembali hidup dan membuat mereka siap melebihi diri mereka yang sebelumnya dan inilah inti pembelajaran yang baik. Selnajutnya, mereka dapat mencari jalan baru, membuat temuan baru, mempelajari keterampilan baru, dan kembali manusia yang tumbuh dan berkembang normal.
2.      Penyampaian (Presentation)
Tahap penyampaian dalam siklus pembelajaran dimaksud untuk mempertemukan peserta belajar dengan materi belajar yang mengawali proses belajar secara positif dan menarik.Presentasi berarti pertemuan, dimana fasilitator dapat memimpin, tetapi peserta belajar yang harus menjalani pertemuan itu.Pembelajaran berasal dari keterlibatan aktif dan penuh seorang peserta belajar dengan pelajaran, dan bukan dari mendengarkan presentasi pendidik atau dosen saja. Belajar adalah menciptakan pengetahuan, bukan menelan informasi, maka presentasi dilakukan semata-mata untuk mengawasi proses belajar dan bukan untuk di jadikan fokus utama.
Tahap penyampain dalam belajar bukan hanya sesuatu yang dilakukan fasilitator, melainkan sesuatu secara aktif melibatkan peserta belajar dalam menciptakan pengetahuan di setiap langkahnya. Sedangkan tujuan tahap penyampaian adalah membantu peserta belajar menemukan materi belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan pancaindra dan cocok untuk semua gaya belajar. Hal ini dapat dilakukan melalui uji coba kolaboratif dan berbagai pengetahuan, pengamatan fenomena dunia nyata, pelibatan seluruh otak dan tubuh peserta balajar. Selain itu dapat dilakukan dengan presentasi interaktif, melalui aneka macam cara yang disesuaikan dengan seluruh gaya belajar termasuk melalui proyek belajar berdasarkan-kemitraan dan berdasarkan tim, pelatihan menemukan, atau dengan memberi pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual serta melalui pelatihan memecahkan masalah. Dan saat ini telah banyak berkembang, seperti munculnya quantum learning dan quantum teaching, integrate learning, collaborative lerning, accelerated learning, dan sejenisnya. Persentase fasilotator berhasil jika dapat menimbulkan minat, menggugah rasa ingintahu, dan memicu pembelajaran. Dalam beberapa kasus peserta belajar menemukan informasi atau keterampilan baru sebelum mengikuti persentasi resmi dari seorang fasilitator.
3.      Latihan (Practice)
Tahap ini dalam siklus pembelajaran berpengaruh terhadap 70% atau lebih pengalaman belajar keseluruhan. Dalam tahap inilah pembelajaranyang sebenarnya berlangsung. Bagaimanapun, apa yang dipikirkan dan dikatakan serta dilakukan pembelajaran yang menciptakan pembelajaran dan bukan apa yang dipikirkan, dikatakan, dan dilakukan oleh instruktur atau pendidik. Peran instruksi atau pendidik hanyalah memprakasai proses belajar dan menciptakan suasana yang mendukung kelancaran pelatihan. Dengan kata lain, tugas instruktur atau pendidik adalah menyusun konteks tempat peserta belajar dapat menciptakan isi yang bermakna mengenai materi belajar yang sedang dibahas.
Peranan pendidik adalah mengajak peserta pelajar yang baru dengan cara yang dapat membantu mereka memadukannya kedalam struktur pengetahuan makna dan keterampilan internal yang tertanam didalam dirinya. Membangun struktur makna yang baru dari pengalaman dapat mengambil dari berbagai bentuk dan pengalaman belajar sebelumnya. Yang terbaik adalah jika hal ini melibatkan seluruh aspek sistem tubuh atau pikiran.
Tujuan tahap pelatihan adalah membantu peserta belajar mengintengrasikan dan menyrap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. Seperti aktivitas pemrosesan, permainan dalam belajar, aktivitas pemecahan masalah, refleksi dan artikulasi individu, dialog berpasangan atau kelompok, pembelajaran, dan tinjauan kolaboratif termasuk aktivitas praktis dalam membangun keterampilan lainnya. Dalam hal ini Rose dan J. Nicholl (1997), telah banyak menyentuhnya dalam upaya memberikan perlakuan (treatmen) tertentu untuk mempercepat belajar seseorang.
4.      Penampilan Hasil (Performance)
Belajar aalah proses mengubah pengalaman menjadi pengetahuan, pengetahuan menjadi pengalaman, pengalaman menjadi kearifan, dan kearifan menjadi tindakan. Nilai setiap program belajar terungkap hanya dalam tahap ini. Namun banyak yang mengabaikan hal ini. Padahal ini sangat penting disadari, bahwa tahap ini merupakan satu kesatuan dengan keseluruhan proses belajar. Tujuan tahap penampilan hasil ini adalah untuk memastikan bahwa pembelajaran tetap melekat dan berhasil diterapkan. Setelah mengalami tiga tahap pertama dalam siklus pembelajaran, kita perlu memastikan bahwa orang melaksanakan pengetahuan dan keterampilan baru mereka pada pekerjaan mereka, nilai-nilai nyata bagi diri mereka sendiri, organisasi, dan klien organisasi.
Tujuan tahap penampilan hasil adalah membantu peserta belajar menerapkan dan memperluas keterampilan atau pengetahuan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat, seperti: penerapan i dunia maya dalam tempo segera, penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi, dan aktivitas penguatan penerapan. Pelatihan terus menerus, usaha balik dan evaluasi kerja aktivitas dukungan kawan, perubahan organisasi lingkungan yang mendukung. Dengan demikian, sejalan dengan konsep pembelajaran yang berkembang, maka hakiat inovasi pembelajaran dapat ditelusuri dari empat keempat unsur tersebut. Artinya, jika keempat unsur tersebut ada, maka pembelajaran dapat dikatakan berlangsung.
Persoalanya dalam dunia pendiddikan dipersekolahan banyak yang menyalahi proses ini. Padahal jika sala satu dari empat tahap terssebut tidak ada, maka belajar pun cendrung merosot atau terhenti sama sekali. Pembelajaran akan terganggu jika peserta belajar tidaak terbuka dan tidak siap untuk belajar, tidak menyadari manfaat belajar untuk dri sendiri, tidak memiliki minat, atau terhambat oleh rintangan belajar. Mengenai rintangan ini, banyak orang yang menyimpan perasaan negatif mengenai belajar tanpa menyadarinya. Berdasarkan pengalaman masa lalu, mereka mungkin mengaitkan situasi belajar formal dengan penpendidikngan, kebosanan, hal-hal yang tidak relevan, rasa takut dipermalukan, dan stres. Jika rintangan-rintangan ini, tidak di atasi, maka belajar cepat dan efektif akan terhenti sebelum dimulai.
Pembelajaran juga akan terganggu jika orang tidak memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru dalam cara yang bermakna bagi mereka dan yang melibatkan dri mereka sepenuhnya. Jika mereka diperlakukan sebagai konsumen pasif dan bukan koreator aktif dalam proses belajar, kegiatan mereka akan berjalan pincang atau mala terhenti. Hal yang sama terjadi jika gaya belajar seseorang tidak diperhatikan dalam tahap penyampaian. Misalnya, orang harus bergerak dan aktif ketika sedang belajar tidak akan belajar dari kulia panjang, kacuali jika dia disuru melakukan sesuatu.
Pembelajaran akan terganggu jika orang tidak diberi cukup waaktuuntuk menyerap pengetahuan dan keterampilan baru kedalam struktur diri mereka saat itu kedalam organisasi internal mereka menyangkut makna, kepercayaan, dan keterampilan. Untuk itu belajar yang sebenarnya adalah yang dikatakan dan ddilakukan peserta belajar. Dengan demikian, cukup beralasan jika mengajar ditegaskan bukan memerintah, bukan pulah tindakan konsumtif. Pengetahuan bukan sesuatu yang diserap peserta belajar, tetapi pengetahuan adalah sesuatu yang diciptakan peserta belajar. Maka untuk memperolehnya peserta belajar akan membutuhkan waktu untuk berintegrasi dengan pengetahuan tersebut.
Sementra itu, konsekuensi ddari pemikiran di atas, maka pembelajaran juga akan terganggu jika orang tidak mempunyai kesempatan untuk segera menerapkan apa yang telah mereka pelajari. Jika tidak segera menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang baru mereka pelajari tersebut kedalam dunia nyata, maka sebagian besar pengetahuan tersebut akan menguap. Dalam satu studi dilaporkan bhwa tnpa penerapan segera dan upaya untuk memperkuatnya, hanya sekitar 5% dari pelajaran ikelas yang tetap diingat. Akan tetapi, dengan penerapan segera dan bimbingan serta dukunga yang tepat maka 90% pelajaran akan tetap melekat (Gerlach dan Ely, 1980).

E.       Hasil Belajar dari Pembelajaran

Sejara keseluruhan pemahaman terhadap konsep dasar pembelajaran tidak akan sempurna jika berhenti pada defenisi atau proses. Maka penulis merasa perlu untuk menguraikan apa yang dihasilkan dari suatu proses pembelajaran. Berikut uraian dari kaitan antra hasil pembelajaran yang sangat diharapkan sekali oleh semua masyarakat belajar khususnya peserta didik.
1.      Hasil Belajar
Sebagaimana dikemukakan ole UNESCO ada empat pilar hasil belajar yang ddiharapkan dapat dicapai ole penddidikan, yaitu: learning to know, learning to be, learning to life togther, dan lerning to do. Bloom (1956) mennyambutnya denga tiga rana hasil belajar, yaitu: kognitif, afektif, dan piskomotor. Untuk aspek kognitif, Bloom menyebutkan enam tingkat yaitu: 1) Pengetahuan ; 2) Pemahaman ; 3) Pengertian ; 4) Aplikasi ; 5) Analisis ; 6) Sintesis ; 7) Evaluasi. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya proses belajar ditandai denag perubahan tingkah laku secara keseluruhan baik yang menyangkut segi kognitif, efektif maupun psikomotor. Proses perubahan dapat terjaddi dari yang paling sederhana sampai yang paling komplks, yang bersifat pemecahan masalah, dan pentingnya peranan kepribadian dalam proses serta hasil belajar.
Adapun Bloom yang banyak mendapat pengaruh dari Carrol dalam “model of school learning” nya berusaha untuk mengatakan sejumlah kecil fariabel yang besar pengaruhnya terhaap hasil belajar thesis central model. Bloom menyatakan bahwa variabel dalam congnitive entry behaviours, afektif entry chraterisctics, dan kualitas pengajaran menentukan hasil belajar, Bloom yakin bahwa fariabel kualitas pengajaran yang tercermin dalam penyajian bahan petunjuk latihan (tes formatif), proses balikan, dan perbaikan penguatan partisipasi peserta didik harus sesuai dengan kebutuhan peserta didik (Bloom dalam Max Darsono, 1989: 88).
Sementara itu, dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), hasil belajar dirumuskan dalam bentuk kompetensi, yaitu: kompetensi akademik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi vokasional. Keempat kompetensi tersebut harus dikuasai oleh peserta didik secara menyeluru/komprehensif, sehingah menjadi pribadi yang utuh dan bertanggungjawab.
Secara umum, hasil belajar peserta didik di pengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor-faktor yang ada dalam diri peserta didik dan faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang ada di luar diri peserta didik.Yang tergolong dalam faktor internal ialah: 1) faktor fisiologis atau jasmani indiviu baik bersifat bawaan maupun yang diperoleh dengan melihat, mendengar, struktur tubuh, cacat tubuh, dan sebgainya, dan 2) faktor psikologi baik yang bersifat bawaan maupun keturunan, yang meliputi:
a.       Faktor intelektual terdiri dari:
1)      Faktor potensial, yaitu inteligensi dan bakat.
2)      Faktor aktual yaitu kecakapan nyata dan prestasi.
b.      Faktor non-intelektual yaitu komponen-komponen kepribadian tertentu seperti sikap, minat, kebiasaan, motivasi, kebutuhan, konsepdiri, penyesuaian diri, emosional, dan sebgainya.
c.       Faktor kematangn baik fisik maupun psikis.
Yang tergolong faktor eksternal ialah:
a.       Faktor sosial yang terdiri atas: 1) faktor lingkungan keluarga, 2) faktor lingkungan sekolah, 3) faktor lingkungan masyarakat, dan 4) faktor kelompok.
b.      Faktor budaya seperti: adat istiadat, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesenian dan sebgainya.
c.       Faktor lingkunga fisik, seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim, dan sebgainya.
d.      Faktor spiritual atau lingkungan keagamaan.
Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung atau tidak langsung dalam mempengaruhi hasil belajar yang dicapai seseorang. Karena aadaanya fakto-faktor tertentu yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu motivasi berprestasi, inteligensi dan kecemasan.
2.      Motivasi menuju hasil pembelajaran
Pengaruh motivasi disini adalah motivasi intern dan ekstern terhadap hasil belajar. Menurut Hilgart, motif merupakan tenaga penggerak yang mempengaruhi kesiapan untuk memulai melakukan rangkaian kegiatan dalam suatu perilaku (Pasaribu, 1988: 46). Sedangkan McClelland (1953) yang dikutip oleh Max Darsono, (1989: 99) menyatakan bahwa motif adalah suatu “energizer“ (sumber tenaga, penggerak) suatu konsep yang diperlukan untuk menjalankan aktifitas organisme. Motif umumnya ddipandang suatu di posisi pribadi, artinya bersifat potensial. Alam hal ini Wrightman (1975: 281) menjelaskan: “motive as an energising condition of the organisme that serves to direct that organism, usually towart a goal of goals or a certain class and motive is sometimes used interchangeably with the term’ need’ and ‘drive’.”
Pada pernyataan tersebut motif merupakan suatu sumber tenaga daalam kondisi tertentu yang biasanya dimiliki oleh setiap individu secara langsung. Dan motif ini biasanya memberikan arah untuk memiliki kesiapan tindakan yang akan dilakukan yang disesuakan dengan kebutuhan dan arahan. Menurut jenisnya, motif dibedakan menjadi motif primer dan sekunder, yang dikutip oleh Syamsudin (1990), membedakan motif yaitu:
a.       Motif primer (primary motive) atau motif dasar (basic motive) menunjukan kepada motif yang tiak ddipelajari (unlearnet motive) yang sering juga ddigunakan istila dorongan.
b.      Motif sekunder (seconary motives) menunjukan kepada motif yang berkembang dalam diri individu karena pengalaman, dan dipelajari (conditioning and reinforcemen). Kedalam golongan ini termasuk:
1)      Takut yang dipelajari (learning vears).
2)      Motif-motif sosial (ingin diterima, dihargai, conformitas, afiliasi, persetujuan, status, merasa aman, dan sebagainya).
3)      Motif-motif objektif dan interest (eksplorasi, manipulasi, minat).
4)      Maksut (purposes) dan aspirasi.
5)      Motif berprestasi (achievement motive).
Sesuai dengan masalah yang dikaji dalam studi ini, maka konsep dari motif ini keduanya dipakai baik motif primer, maupun motif sekunder. Kajiannya dalam hal besar dan kecil pengaruhnya terhadap hasil belajar bahasa Inggris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar