Minggu, 20 Maret 2016

TEORI KONSELING



2.1 Pengertian, Sifat, dan Fungsi Teori
Teori dapat diartikan sebagai prinsip-prinsip yang dapat diuji sehingga dapat dijadikan sebagai kerangka untuk pelaksanaan penelitian; sejumlah proposisi yang terintegrasi secara sintaktik (mengikuti aturan tertentu) dan digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diamati; dan pada umumnya diartikan sebagai suatu  pernyataan prinsip-prinsip umum yang didukung oleh data untuk menjelaskan suatu fenomena.
Teori yang baik adalah teori yang memiliki sifat jelas, komprehensif, parsimious atau dapat menjelaskan data secara sederhana dan jelas, serta dapat menghasilkan penelitian yang bermanfaat.
Teori memiliki beberapa fungsi, yaitu memberikan kerangka kerja bagi informasi yang spesifik, menjadikan hal-hal yang bersifat kompleks menjadi sederhana, menyusun pengalaman-pengalaman sebelumnya, mensistematikkan penemuan-penemuan, melahirkan hipotesis-hipotesis, membuat prediksi, dan memberi penjelasan.
2.2 Teori-teori dalam Bimbingan Konseling
Lahirnya suatu teori mempunyai kaitan dasar pribadi, sosiologis, dan filosofis. Ciri khas yang ditampilkan oleh beragam teori sangat dipengaruhi oleh kepribadian pembuatnya, kehidupan dan lingkungan sekitarnya, serta cara pandang pengarang dalam berfilsafat. Munculnya teori-teori dalam  konseling sendiri bersamaan dengan awal munculnya Bimbingan Konseling yaitu pada abad ke 20.
Teori-teori dalam bimbingan konseling adalah :
1.    Teori Trait dan Factor

a.      Konsep Pokok
Teori yang dipelopori oleh Williamson ini tergolong berpandangan kognitif yang rasional. Pendekatan  yang digunakan berusaha menerangkan kesulitan-kesulitan apa saja yang sedang dihadapi klien dengan cara melakukan pendekatan secara logis rasional dalam pemecahan masalah-masalahnya.
Teori ini biasa disebut sebagai teori directive counseling karena konselor diposisikan sebagai pihak yang paling aktif dalam membantu klien mengarahkan perilakunya kepada pemecahan kesulitannya. Jadi konseling ini bisa diartikan sebagai counseling centred atau konseling yang berpusat pada konselor.
Menurut teori ini, kepribadian individu adalah suatu system sifat yang berarti antara satu factor dengan factor lainnya saling berkaitan. Factor-faktor itu muncul dari dalam individu seperti pembawaan sikap dan minat, juga dari luar individu seperti kondisi lingkungannya.

b.      Proses Konseling
Terdapat enam tahap pokok dalam teori konseling ini, yaitu :

1.      Tahap Analisis
Yaitu tahap dimana konselor mengumpulkan data-data dan informasi yang berhubungan dengan klien. Tujuan dari pengumpulan informasi diri dan latar belakang klien ini adalah untuk lebih mengenal pribadi klien agar lebih mudah dalam menyesuaikan diri.
2.      Tahap Sintesis
Tahap ini konselor mengatur dan merangkum data klien sehingga ditemukan kelemahan, kekuatan, bakat, dan kemampuan penyesuaian dirinya.



3.      Tahap Diagnosis
Yaitu langkah menarik kesimpulan logis dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi klien. Terdapat 3 kegiatan yaitu mengidentifikasi masalah, merumuskan sumber penyebab masalah (etiologi) dan prognogis.
4.      Tahap Prognosis
Yaitu upaya memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi berdasarkan data yang diperoleh.
5.       Tahap Konseling
Yaitu proses pemberian bantuan dengan cara dilakukan pengembangan alternative pemecahan masalah, pengujian alternative, dan pengambilan keputusan. Strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan alternative pemecahan masalah adalah forcing conformity, changing attitude, learning the needed skills, selecting the appropriate environment, changing environment.

c.        kekurangan dan kelebihan

* Kritik terhadap teori :
1.      bersifat counseling centred sehingga yang lebih berperan adalah konselor.
2.      Klien kurang berkontribusi dalam pemecahan masalahnya.
3.     Informasi-informasi yang berkaitan dengan kelemahan atau kekurangan klien tidak    ditemukan sendiri.
4.      Pemecahan masalah tergantung teknik yang digunakan konselor.


* Kontribusi yang diberikan :
1.      Tahap-tahap yang diberikan cukup sistematis dan mudah difahami.
2.      Teknik pemecahan masalah sangat rasional.




2.  Teori Yang Berpusat Pada Klien
a. Konsep pokok
Menurut Rogers, konstruk inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau perwujudan diri. Dikatakan bahwa konsep diri atau struktur diri dapat dipandang sebagai konfigurasi konsepsi yang terorganisasikan tentang diri yang membawa kesadaran.
Teori kepribadian Rogers yang disebut sebagai “the self theory”  yaitu:
  1. Tiap individu berada di dalam dunia pengalaman yang terus menerus berubah, dan dirinya menjadi pusat.
  2. Individu mereaksi terhadap lingkungannya sesuai dengan apa yang dialami dan ditanggapinya.
  3. Individu memiliki satu kecendrungan atau dorongan utama yang selalu diperjuangkannya, yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan, dan memperluas pengalamannya.
  4. Individu mereaksi terhadap gejala kehidupan dengan cara keseluruhan yang teratur.
  5. Tingkah laku atau tindakan itu pada dasarnya adalah suatu usaha mahluk hidup yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan yang dialami dan dirasakan.
  6. Emosi yang menyertai tindakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, sesungguhnya merupakan suatu yang memperkuat usaha individu mencari sesuatu ataupun memuaskan kebutuhannya untuk memelihara dan mengembangkan dirinya.
  7. Cara yang terbaik untuk memahami tingkah laku seseorang ialah dengan jalan memandang dari segi pandangan individu-individu itu sendiri.
b.      Proses Konseling
Pendekatan yang berpusat pada klien menggunakan sedikit tekhnik, akan tetapi menekankan sikap konselor. Tehknik dasar adalah mencakup, mendengar, dan menyimak secara aktif, refleksi, klariflkasi, “being here” bagi klien. Konseling berpusat pada klien tidak menggunakan tes diagnostik, interpretasi, studi kasus, dan kuesioner untuk memperoleh informasi. Tekhnik-tekhnik itu dilaksanakan dengan jalan wawancara, terapi permainan, dan terapi kelompok, baik langsung atau tidak langsung. Keberhasilan terapi tergantung kepada faktor-faktor tingkat gangguan psikis, struktur biologis klien, lingkungan hidup klien, dan ikatan emosional.

c. Kekurangan dan Kelebihan
Beberapa kritik terhadap konseling berpusat pada klien antara lain:
  1. Terlalu menekankan pada aspek afektif, emosional, perasan sebagai penutup perilaku, tetapi melupakan faktor intelektif, kognitif, dan rasional.
  2. Penggunaan informasi untuk membantu klien, tidak sesuai dengan teori.
  3. Tujuan untuk setiap klien, yaitu untuk memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas, umum, dan longgar sehingga sulit untuk menilai setiap individu.
  4. Tujuan ditetapkan oleh klien, tetapi tujuan konseling kadang-kadang dibuat tergantung lokasi letak konselor dan klien.
  5. Meskipun terbukti bahwa konseling “ client-centered” diakui afektif, tapi bukti-bukti tidak cukup sistematik tidak lengkap. Terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggung jawabnya.
  6. Sulit bagi konselor untuk benar-benar bersifat  netral dalam situasi hubungan interpersonal.
Beberapa kontribusi yang diberikan antara lain dalam:
  1. Pemusatan pada klien dan bukan konselor dalam konseling.
  2. Indentifikasi dan penekanan hubungan konseling sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
  3. Lebih menekankan pada sikap konselor daripada tehknik.
  4. Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.
  5. Penekanan emosi, perasaan, dan afektif dalam konseling.

3.      Psychonalysis Teraphy
1.      Pengertian Psychonalysis Teraphy
          Terapi Psikoanalisa merupakan suatu metode penyembuhan yang lebih bersifat psikologis dengan cara-cara fisik. Tokoh utama dan pendiri psikoanalisa ialah Sigmund Freud, sebagai orang pertama yang mengemukakan konsep ketidaksadaran dalam kepribadiaan. Konsep-konsep psikoanalisa banyak memberikan pengaruh terhadap perkembangan konseling.
Pendekatan psikoanalisis menganggap bahwa tingkah laku abnormal di sebabkan oleh faktor-faktor intropsikis (konflik tidak sadar, represi, mekanisme defensif) yang menggangu penyesuaian diri. menurut Freud, esensi pribadi seseorang bukan terletak pada apa yang ia tampilkan secara sadar, melainkan apa yang tersembunyi dalam ketidaksadarannya. Freud beranggapan bahwa gangguan jiwa pada orang dewasa, pada umumnya berasal dari pengalaman pada masa kanak-kanak. Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan psychonalysis teraphy adalah teknik atau metode pengobatan yang dilakukan oleh terapis dengan cara menggali permasalahan dan pengalaman yang direpresnya selama masa kecil serta memunculkan dorongan-dorongan yang tidak disadarinya selama ini.

2.      Konsep Dasar Psychonalysis Teraphy

Pendekatan psikoanalisis menganggap Energi psikis yang paling dasar disebut libido yang bersumber dari dorongan seksual yang terarah kepada pencapaian kesenangan. Selanjutnya Freud menyebutkan dua macam libido yaitu eros sebagai dorongan untuk hidup dan thanatos sebagai dorongan untuk mati.
Teori kepribadian menurut Freud, menyangkut tiga hal yaitu: struktur, dinamika, dan perkembangan kepribadian.




a.      Struktur Kepribadian
Berikut Aspek-aspek yang menjadi perhatiaanya adalah Id, Ego, dan Super ego.
      a.       Id
          Dalam teori psikonalisa, id merupakan sistem kepribadiaan yang paling dasar yang didalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Dalam hubungannya dengan ego dan super ego, Id mempunyai fungsi sebagai suatu sistem penyedia atau penyalur energi yang diperlukan oleh ego dan super ego yang di gunakan untuk kegiatan-kegiatan yang dilakukannya.
      b.      Ego
          Freud mengemukakan bahwa Ego  terbentuk pada struktur kepribadian individu sebagai hasil dari hubungan dengan luar. Ego mempunyai proses dan menjalankan proses tersebut, yang berhubungan dengan pemenuhan dan pemuasan kebutuhan sehingga dapt mengurangi ketegangan yang dialami oleh individu. Dan proses tersebut disebut proses sekunder. Proses sekunder ialah usaha menemukan atau menghasilkan sesuatu yang nyata, yang dimulai dengan merumuskan suatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan mengujinya dengan suatu tindakan (reality testig). Fungsi dasar dari ego adalah memelihara kelangsungan hidup individu.

      c.       Super Ego
          Menurut Psikoanalisa, super ego adalah suatu sistem kepribadian yang mengandung nilai-nilai dan aturan-aturan yang digunakan untuk menilai suatu hal yang menunjukan pada suatu kebenaran dan kesalahan. Dengan kata lain, super ego adalah hati nurani. Peranan super ego adalah sebagai sumber motivasi utama dan juga sebagai penyebab timbulnya pertentangan-pertentangan didalam diri.
Ketiga sistem ini mempunyai fungsi, sifat, prinsip kerja dan dinamika sendiri-sendiri. Walaupun demikian ketiganya mempunyai hubungan yang sangat erat dan sulit untuk memisahkannya satu persatu, karena tingkah-laku seseorang merupakan hasil pengaruh dari sistem aspek tersebut.



b.      Dinamika Kepribadian
Dinamika kepribadian terdiri dari cara bagaimana energi psikis itu didistribusikan serta digunakan oleh id, ego,dan super ego. Oleh karena jumlah energi terbatas, maka terjadi semacam persaingan dalam menggunakan energi tersebut.
Freud  mengukapkan tiga macam kecemasan yaitu: kecemasan realitas yang bersumber pada ego, kecemasan neurotas yang bersumber pada id, kecemasan moral yang bersumber pada super ego. Kecemasan relitas yaitu takut terhadap bahaya-bahaya yang datang dari luar individu. Kecemasan neurotis adalah kecemasan yang timbul apabila insting tidak terkendalikan, sehingga ego akan dihukum . kecemasan moral adalah kecemasan terhadap hati nuranu sendiri.
c.       Perkembangan Kepribadian
Kepribadiaan berkembang sehubungan dengan empat macam pokok sebagai sumber ketegangan, yaitu:
a.      Proses pertumbuhan fisiologi (kedewasaan)
b.       Frustasi
c.      Konflik, dan
d.       Ancaman
Walaupun Freud membagi-bagi perkembangan atas beberapa fase namun fase-fase tersebut bukan merupakan batas yang tajam. Fase-fase perkembangan tersebut adalah:
-       Tahun pertama kehidupan fase Oral: pada fase ini mulut merupakan daerah pokok dari  aktivitas dinamis.
-       Usia 1-3 Frase Anal : Fase ini berpusat pada anal (pembuangan kotoran)
-       Usia 3-6 fase Phalis: pada masa ini alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting.
-       Usia 6-12 fase Latent: pada masa ini impuls-impuls cenderung  untuk ada dalam keadaan tertekan.
-       Usia 12-18 fase Genital: pada fase ini individu telah berubah dari mengejar kenikmatan, menjadi orang dewasa yang telah disosialisasikan dengan realitas.


3.  Karakteristik Proses Psychonalysis Teraphy:
            Dalam konseling psikoanalisa ini konselor diharapkan dapat membentuk kembali struktur karakter individu dengan membuat yang tidak sadar membuat sadar dalam diri klien. Proses konselingnya meliputi :
a.     Proses konseling dipusatkan pada usaha menghayati kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman masa lampau ditata, didiskusikan, dianalisa dan ditafsirkan dengan tujuan untuk merekonstruksi kepribadian.
      b.    Konseling analitik menekankan dimensi afektif dalam membuat pemahaman ketidak sadaran.
c.    Tilikan dan pemahaman intelektual sangat penting, tetapi yang lebih adalah mengasosiasikan  antara perasaan dan ingatan dengan pemahaman diri.
d.    Satu karakteristik konseling psikonalisa adalah bahwa terapi atau analisis bersikap anonim (tak dikenal) dan bertindak sangat sedikit menunjukkan perasaan dan pengalamannya, sehingga dengan demikian klien akan memantulkan perasaannya kepada konselor. Proyeksi klien merupakan bahan terapi yang ditafsirkan dan dianalisia.
e.     Konselor harus membangun hunbungan kerja sama dengan klien kemudian melakukan serangkaian kegiatan mendengarkan dan menafsirkan.
f.      Menata proses terapeutik yang demikian dalam konteks pemahaman struktur kepribadian dan psikodinamika memungkinkan konselor merumuskan masalah klien secara sesungguhnya. Konselor mengajari klien memaknai proses ini sehingga klien memperoleh tilikan mengenai masalahnya.
g.    Klien harus menyanggupi dirinya sendiri untuk melakukan proses terapi dalam jangka panjang. Setiap pertemuan biasa berlangsung satu jam.
h.    Setelah beberapa kali pertemuan kemudian klien melakukan kegiatan asosiasi bebas. Yaitu klien mengatakan apa saja ynag terlintas dalam pikirannya.
4.      Teknik Konseling
              Teknik-teknik terapi psikoanalisa yang digunakan untuk meningkatkan kesadaran mendapatkan tilikan intelektual ke dalam perilaku klien, dan memahami makna gejala-gejala yang nampak, ada lima teknik dasar dalam terapi psikoanalisa yaitu:
1)      Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas adalah suatu metode pengungkapan pengalaman masa lampau dan penghentian emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik di masa lalu. Pada teknik asosiasi bebas ini, konselor memerintahkan klien untuk menjernihkan pikirannya dari pemikiran sehari-sehari dan sebanyak mungkin untuk mengatakan apa yang muncul dalam kesadarannya.


2)      Interpretasi (Penafsiran)
Interpretasi adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas, analisis mimpi, analisis resistensi, dan analisis transparansi. Prosedurnya terdirir atas penetapan analisis, penjelasan, dan bahkan mengajar klien tentang makna perilaku yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resisten dan hubungan terapeutik itu sendiri.
3)      Analisis mimpi
Dalam analisis mimpi ini, mimpi dipandang sebagai jalan utama menuju ke alam tak sadar. Karena mimpi juga diartikan sebagai pemuasan yang melambangkan dari keinginan-keinginan dan sebagai besar isinya mencerminkan pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak awal. Dari analisis mimpi tersebut konselor dapat memahami konflik yang dihadapi oleh klien.
4)      Analisis Resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari.Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan pengalaman tertentu. Freud memandang resistensi sebagai suatu dinamika yang tidak disadari yang mendorong seseorang untuk mempertahankan terhadap kecemasan. Hal ini akan timbul bila orang menjadi sadar terhadap dorongan dan perasaan yang tertekan.
5)        Analisis Transferensi
Transferensi merupakan cara kerja dari pertahanan ego dimana implus yang bersifat tak sadar dialihkan sasarannya dari obyek yang satu ke obyek yang lainnya. Transferensi ini muncul disebabkan karena pasien mengalihkan sasaran perasaan cinta atau bencinya atas seseorang kepada konselor. Menurut Freud, setelah pasien mengetahui arti sesungguhnya dari hubungan transferensi dengan konselornya, pasien akan memperoleh pemahaman atas pengalaman-pengalaman dan perasaan masa lalunya, serta menghubungkan pengalaman-pengalaman dan perasaan-perasaan masa lalunya tersebut dengan kesulitan-kesulitan yang dialaminya sekarang.
5.     Peran Konseling
a.       Membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam menangani kecemasan secara realistis.
b.      Membangun hubungan kerja dengan klien, dengan banyak mendengar & menafsirkan.
c.       Terapis memberikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan klien.
d.      Mendengarkan kesenjangan-kesenjangan & pertentangan-pertentangan pada cerita klien.

6.      Kritik dan Kontribusi
          Berikut beberapa kritik terhadap Psikoanalisa adalah antara lain:
1.      Pandangan yang terlalu deterministik dinilai terlalu merendahkan martabat kemanusiaan.
2.     Terlalu banyak menekankan kepada pengalaman masa kanak-kanak, dan menganggap kehidupan seolah-olah sepenuhnya ditentukan masa lalu. Hal ini memberikan gambaran seolah-olah tanggung jawab individu berkurang.
3.      Data penelitian empiris kurang banyak mendukung sistem psikoanalisa.
4.      Membutuhkan waktu yang cukup panjang dalam terapi, sebab dalam psikoanalisis terdapat tahapan-tahapan yang membutuhkan waktu yang cukup panjang. Dan karna proses terapi yang panjang tersebut membuat klien merasa jenuh.
5    Teori psikoanalisis yang menganggap perilaku seseorang hanya dipengaruhi oleh energi psikisnya, adalah sesuatu yang meragukan. Karna perilaku seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh psikisnya saja melainkan ada energi atau faktor lainnya yang mempengaruhinya seperti faktor fisik individu tersebut, faktor lingkungan dan lain sebagainya.

Sedangkan kotribusi yang diberikan adalah antara lain dalam hal:
1.      Terapi ini memiliki dasar teori yang kuat, yaitu dengan teori kepribadian
2.      Dengan terapi ini koselor bisa lebih mengetahui masalah pada diri klien, karena prosesnya dimulai dari mencari tahu pengalaman-pengalaman masa lalu pada diri klien.
3.      Terapi ini bisa membuat klien mengetahui masalah apa yang selama ini tidak disadarinya.
4.      Dari teori psikoanalisa ini, kita dapat memahami pentingnya masa kanak-kanak dalam perkembangan kepribadian manusia.
5.      Adanya persesuaian antara teori dan teknik.

4.   Terapi Gestalt
a. Tentang Pendekatan Terapi Gestalt
          Tokoh utama Terapi Gestlat adalah frederick S Firtz Perls (1893 – 1970). Terapi ini dikembangkan oleh Frederick Perls dalam bentuk terapi eksistensial yang berpijak pada premis bahwa individu-individu menemukan jalan hidupnya sendiri dan menerima tanggung jawab pribadi jika mereka berharap mencapai kematangan. Terapi gestal berfokus pada apa dan bagaimana-nya tingkah laku dan pengalaman disini dan sekarang dengan memadukan (mengintergrasikan) bagian-bagian kepribadian yang terpecah dan tak diketahui.


b.      Konsep Dasar Teori Gestalt
          Teori Gestalt banyak bertentangan dengan teori Sigmund Freud. Jika Psikoanalisa memandang manusia secara mekanistik, maka Frederick memandang manusia secara holistic. Freud memandang manusia selalu dikuasai oleh konflik (intrapsychic conflict) awal masa anak-anak yang ditekan, maka Perls memandang manusia pada situasi saat ini. Sehingga Gestalt lebih menekankan pada pada apa yang dialami oleh klien saat ini daripada hal-hal yang pernah dialami oleh klien, dengan kata lain, Gestalt lebih memusatkan pada bagaimana klien berperilaku, berpikiran dan merasakan pada situasi saat ini (here and now) sebagai usaha untuk memahami diri dari pada mengapa klien berperilaku seperti itu.
          Konsep dasar pendekatan Gestalt adalah Kesadaran, dan sasaran utama Gestalt adalah pencapaian kesadaran. Menurut buku M.A Subandi (psikoterapi, hal. 96) kesadaran meliputi:
  1. Kesadaran akan efektif apabila didasarkan dan disemangati oleh kebutuhan yang ada saat ini yang dirasakan oleh individu
  2. Kesadaran tidak komplit tanpa pengertian langsung tentang kenyataan suatu situasi dan bagaimana seseorang berada di dalam situasi tersebut.
  3. Kesadaran itu selalu ada di sini-dan-saat ini. Kesadaran adalah hasil penginderaan, bukan sesuatu yang mustahil terjadi.
Dalam buku Geralt Corey (1995), dalam terapi Gestalt terdapat juga konsep tentang urusan yang tak terselesaikan, yaitu mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, sakit hati, kecemasan rasa diabaikan dan sebagainya. Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan dan fantasi tertentu. Karena tidak terungkap dalam kesadaran, perasaan itu tetap tinggal dan dibawa kepada kehidupan sekarang yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan orang lain. Dengan ini, di harapkan klien akan dibawa kesadarannya dimasa sekarang dengan mencoba menyuruhnya kembali kemasa lalu dan kemudian klien disuruh untuk mengungkapkan apa yang diinginkannya saat lalu sehingga perasaan yang tak terselesaikan dulu bisa dihadapi saat ini.
c.       Karakteristik Proses Konseling Teori Gestlat
            Garis – garis besar terapi Gestlat sebagai berikut:
a.     Fase pertama: membentuk pola pertemuan terapeutik agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan – perubahan yang diharapkan pada klien. Situasi mengandung komponen emosional dan intuitif.
b.      Fase kedua: melaksanakan pengawasan , konselor berusaha meyakinkan atau memaksa klien mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan keadaan klien. Dua hal yang harus dilakukan:

a.    Menimbulkan motivasi pada klien.
b.    Menciptakan rapport yaitu hubungan baik antara konselor dan klien agar timbul rasa percaya klien bahwa segala usaha konselor itu disadari benar oleh klien untuk kepentingannya.
c.    Fase ketiga : klien didorong untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada pertemuan-pertemuan terapi saat ini, bukan menceritakan masa lalu atau harapan-harapan masa datang.
d.     Fase terakhir : setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang dirinya, tindakannya, perasaannya, maka terapi ada pada fase terakhir. Pada fase ini klien harus memiliki ciri-ciri yang menunjukan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi. Klien harus memiliki kepercayaan pada potensinya. Menyadari dirinya, sadar dan bertanggung jawab atas sifat otonominya, perbuatannya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya.



d.      Teknik Dalam Pendekatan Gestlat
Dalam ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012), prinsip kerja teknik konseling Gestalt  yaitu:
1.     Penekanan tanggung jawab klien. Konselor bersedia membantu klien tetapi tidak akan bisa mengubah klien, konselor menekankan agar klien mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya.
2.     Orientasi sekarang dan saat ini. Konselor tidak membangun kembali (mengulang) masalalu atau motif tidak sadar, tetapi memfokuskan keadaan sekarang. Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang.
3.  Orientasi kesadaran. Konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri sendiri dan masalah-masalahnya.
Adapun teknik teknik yang biasa digunakan dalam konseling Gestalt (Shertzer & Stone, 1980,228), adalah antara lain:
1.  Enchancing awareness, yaitu klien dibantu untuk berada pada pengalamannya sekarang secara sadar.
2.  Personality pronous, yaitu klien diminta untuk mempribadikan pikirannya untuk meningkatkan kesadaran pribadinnya.
3. Changing question to statements, yaitu mendorong klien untuk menggunakan pernyataan-pernyataan dari pada petanyaan yang mendorong untuk mengekspresikan dirinya dan bertanggung jawab bagi komunikasinya.
4.  Assuming responsibility, yaitu klien diminta untuk mengalihkan penggunaan kata “ tidak  ingin” untuk “tidak dapat”.
5.  Asking ‘how” and “what”, yaitu bertanya “mengapa”  dapat lebih membawa kearah aktualisasi daripada mengalami dan memahami. “bagaimana” dan “apa” menjadikan individu masuk kedalam pengalaman perilakunya sendiri.
6.  Sharing hunches, yaitu mendorong klien untuk mengeksplorasi dari dengan menanamkan tilikan seperti “saya lihat” atau “saya dapat bayangkan”
7.   Bringing the past into the now, yaitu membantu klien agar mengalami penagalaman-pengalaman masa lalu dalam situasi sekarang
8.  Expressing resentments and appreciationts, yaitu membantu klien untuk mengidentifikasi dan menyatakan keadaan dan penghargaan dirinya.
9.    Using body expression, yaitu mengamati ekspresi badan klien dan memusatkan perhatian untuk membantu kesadaran individu.



e.       Peran Konseling
Menurut ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012). Dalam pendekatan teori Gestalt ini, peran konselor adalah:
1.  Memfokuskan pada perasaan klien, kesadaran pada saat yang sedang berjalan, serta hambatan terhadap kesadaran.
2.   Tugas terapis adalah menantang klien sehingga mereka mau memanfaatkan indera mereka sepenuhnya dan berhubungan dengan pesan-pesan tubuh mereka.
            3.    Menaruh perhatian pada bahasa tubuh klien, sebagai petunujk non verbal.
4.    Secara halus berkonfrontasi dengan klien guna untuk menolong mereka menjadi sadar akan akibat dari bahasa mereka.

f.        Tujuan Konseling
Tujuan utama konseling geslat adalah meningkatkan proses pertumbuhan klien dan membantu klien mengembangkan potensi manusiawinya. Sedangkan fokus utama dalam koseling Gestalt ialah membantu individu melalui transisinya dari keadaan yang selalu dibantu oleh lingkungan ke keadaan mandiri(self-support). Melalui proyeksi dirinya kepada konselor, klien diharapkan menjadi sadar bahwa baik dirinya maupun konselor ternyata tidak memiliki pribadi yang sempurna.
Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut.
         Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas.
         Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya
       Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself)
      
       Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.


g.      Kritik dan Kontribusi
          Berikut beberapa kritik terhadap teori Gestlat adalah antara lain:
1.      Pandangan Terapi Gestalt menekankan tanggung jawab atas diri kita sendiri, tetapi mengabaikan tanggung jawab kita kepada orang lain.
2.      Sedikit bukti empiris penelitian terhadap efektivitas terapi.
     
Sedangkan kotribusi yang diberikan adalah antara lain dalam hal:
1.      Terapi Gestalt menangani masa lampau dengan membawa aspek-aspek masa lampau yang relevan ke saat sekarang.
2.      Terapi Gestalt memberikan perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan-pesan tubuh.
3.      Terapi Gestalt menolakk mengakui ketidak berdayaan sebagai alasan untuk tidak berubah.
4.      Terapi Gestalt meletakkan penekanan pada klien untuk menemukan makna dan penafsiran-penafsiran sendiri.

5.      Teori Rational Emotive Therapy (RET)
a.      Pengertian Rational Emotive Therapy (RET)
Pelopor dan peletak dasar konseling ini adalah Albert Ellis. Beliau lahir pada tahun 1913 di Pittsburgh, Pennsylvania dan dibesarkan di New York. Delapan tahun setelah kelulusannnya dari Collage dia masuk matrikulasi program psikologi klinis di Teachers College, Columbia. Dari tahun 1947 – 1953 dia mempraktekkan analisis klasik dan psikoterapi yang berorientasi pada analisis.
Setelah dia sampai pada kesimpulan bahwa psikoanalisis itu secara relatif merupakan bentuk penanganan yang semu dan tidak ilmiah maka diapun bereksperimen dengan beberapa sistem yang lain. Pada tahun 1955 dia menggabungkan terapi humanistik, filosofis, dan behavioral menjadi terapu rasional-emotif (TRE). Rational Emotive Therapy atau Teori Rasional Emotif mulai dikembangan di Amerika pada tahun 1960-an oleh Alberl Ellis, seorang Doktor dan Ahli dalam Psikologi Terapeutik yang juga seorang eksistensialis dan juga seorang Neo Freudian.
Yang dimaksud dengan konseling RET atau yang lebih dikenal dengan rational emotive behavior therapy (REBT) adalah konseling yang menekankan dan interaksi berfikir dan akal sehat (rasional thingking), perasaan (emoting), dan berperilaku (acting), serta sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku. Maka, orang yang mengalami gangguan dalam alam perasaannya, harus dibantu untuk meninjau kembali caranya berpikir dan memanfaatkan akal sehat.

b.      Konsep Dasar RET
Konsep dasar teori ini adalah bahwa pola berpikir manusia itu sangat dipengaruhi oleh emosi, demikian pula sebaliknya. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan atau sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang instrinsik. Sedangkan pikiran – pikiran seseorang dapat menjadi emosi seseorang dan merasakan sesuatu dalam situasi tertentu pikiran seseorang. (Surya, 1988)
Konsep dasar yang di kembangkan oleh Ellis (dalam Willis, 2010:75-76) adalah sebagai berikut:
1)      Pemikiran manusia adalah penyebab dasar dari gangguan emosional. Reaksi emosional yang sehat maupun tidak sehat, bersumber dari pemikirana itu.
2)      Manusia mempunyai potensi pemikiran rasional dan irasional. Dengan pemikiran rasional dan inteleknya manusia dapat terbebas dari gangguan  emosional.
3)      Pemikiran irasional bersumber pada disposisi lewat pengalaman masa kecil dan pengaruh budaya.
4)      Pemikiran dan emosi tidak dapat di pisahkan
5)      Berfikir logis dan tidak logis dilakukan dengan simbl-simbol bahasa.
6)      Pada diri manusia sering terjadi self-verbalization. Yaitu mengatakan sesuatu yang terus menerus pada dirinya.
7)      Pemikiran tak logis-irasional dapat di kembalikan kepada pemikiran logis dengan reorganisasi persepsi. Pemikiran tak logis itu merusak dan merendahkan diri melalui emosionalnya.

Secara umum ada dua prinsip yang mendominasi manusia, yaitu pikiran dan perasaan. TRE beranggapan bahwa setiap manusia yang normal memiliki pikiran, perasaan, dan perilaku yang ketiganya berlangsung secara simultan. Pikiran mempengaruhi perasaan dan perilaku, perasaan mempengaruhi perilaku dan perilaku mempengaruhi pikiran dan perasaan.
Asumsi tentang hakekat manusia dalam mendapatkan kebahagiaan dan ketidak bahagiaan dengan dinamika pikiran dan perasaan menurut TRE adalah sebagai berikut :
  1. Individu adalah unik, yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irrasional.
  2. Reaksi “emosional” disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari ataupun tidak disadari oleh individu.
  3. Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis.
  4. Berpikir irrasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan kultur tempat dibesarkan
  5. Berpikir secara irrasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat pula.
  6. Perasaan dan berpikir negative dan penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis yang dapat diterima menurut akal yang sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
Dalam pandangan TRE yang didefinisikan sebagai “berpikir dan bertingkah laku irrasional” adalah suatu keadaan alami yang pada taraf tertentu menimpa seseorang.



Adapun ciri-ciri berpikir irrasional adalah:
1.       Tidak dapat dibuktikan.
2.       Menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu.
3.       Menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif.
Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional disebabkan oleh:
1.    Individu tidak berpikir jelas tentang saat ini dan yang akan datang, antara kenyatan dan imajinasi
2.     Individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain.
3.    Orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan kepada individu melalui berbagai media.
Ellis (Shertzer & Stone, 1980, 175-176) mengemukakan ada 12 pikiran tak rasional (ide irasional) yang dapat menimbulkan perilaku neurosis atau psikosis. Kedua belas ide irasional itu adalah :
  1. Ide Irasional 1 : Bahwa manusia yang hidup dalam masyarakat mau tidak mau dapat dicintai ataupun ditolak oleh orang lain disekitarnya setiap saat.
  2. Ide Irasional 2 : Bahwa seseorang yang hidup dalam masyarakat harus mempersiapkan diri secara kompeten, adekuat agar ia dapat mencapai kehidupan yang layak dan berguna bagi masyarakat.
  3. Ide Irasional 3 : Bahwa banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat ataupun kejam dan oleh karena itu patut disalahkan, dihukum setimpal dengan dosanya.
  4. Ide Irasional 4 : Bahwa kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai kemungkinan malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya.
  5. Ide Irasional 5 : Bahwa ketidaksenangan atau penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal (hal-hal dari luar) dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk mengontrol perasaan-perasaannya atau untuk menghilangkan perasaan-perasaan depresi atau yang bertentangan.
  6. Ide Irasional 6 : Bila ada sesuatu hal atau peristiwa yang berbahaya atau menakutkan, maka individu harus berusaha keras untuk menghadapi dan mengatasi depresi atau yang bertentangan.
  7. Ide Irasional 7 : Bahwa lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dan tanggungjawab diri daripada berusaha untuk menghadapi dan menanganinya hanya untuk menghargai bentuk disiplin diri.
  8. Ide Irasional 8 : Bahwa sisa – sisa pengalaman masa lalu semuanya sangat penting, karena hal itu berpengaruh sangat kuat terhadap kehidupan dan menentukan perasaan dan perilaku individu yang ada sekarang.
  9. Ide Irasional 9 : Bahwa individu akan lebih baik untuk menghindarkan diri daripada mengerjakan sesuatu, dan bahwa sesuatu situasi atau peristiwa akan dipandang sebagai hal membahayakan jika tidak secepatnya ditemukan pemecahan yang baik terhadap kehidupan yang bertentangan.
  10. Ide Irasional 10 : Bahwa individu akan mencapai kebahagiaan hidup dengan menyenangkan diri sendiri.
  11. Ide Irasional 11 : Bahwa individu akan mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan, atau memerlukan kekuatan supernatural untuk mencapainya.
  12. Ide Irasional 12 : Bahwa individu secara umum mempunyai nilai diri sebagai manusia dan penerimaan diri untuk tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu.
Menurut Albert Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang diprogram untuk selalu menanggapi pengondisian – pengondisian semacam ini. Keyakinan – keyakinan irasional tadi biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa jenis pikiran­ - pikiran yang keliru yang biasanya diterapkan orang, di antaranya:

1.    Mengabaikan hal-hal yang positif.
2.    Terpaku pada yang negative.
3.    Terlalu cepat menggeneralisasi



Secara ringkas, Ellis mengatakan bahwa ada tiga ke­yakinan irasional:
1. “Saya harus punya kemampuan sempurna, atau saya akan jadi orang yang tidak berguna”
2. “Orang lain harus memahami dan mempertimbang­kan saya, atau mereka akan menderita”.
3. “Kenyataan harus memberi kebahagiaan pada saya, atau saya akan binasa”.
c.       Teori RET
Salah satu teori utama mengenai kepribadian yang ditemukan oleh Albert Ellis dan para penganut Rational Emotive Therapy dikenal dengan Teori A-B-C-D-E. Teori ini merupakan sentral dari teori dan praktek RET. Secara umum dijelaskan dalam bagan sebagai berikut :
Komponen
Proses
A
Activity / Action / Agent
Hal – hal, situasi, kegiatan atau peristiwa yang mengawali atau yang menggerakkan individu. (Antecedent or Activating event)
External Event
Kejadian diluar atau sekitar individu
Ib
rB
Irrational Beliefs, yakni keyakinan – keyakinan irasional atau tidak layak terhadap kejadian eksternal (A)
Rational Beliefs, yakni keyakinan – keyakinan yang rasional atau layak dan secara empirik mendukung kejadian eksternal (A).
Self verbalization
Terjadi dalam diri individu, yakni apa yang terus menerus ia katakan berhubungan dengan A terhadap dirinya.
iC
rC
Irrational Consequences, yaitu konsekuensi – konsekuensi yang tidak layak yang berasal dari (A).
Rational or reasonable Consequences, yakni konsekuensi – konsekuensi rasional atau layak yang dianggap berasal dari rB = keyakinan yang rasional.
Rational Beliefs, yakni keyakinan – keyakinan yang rasional atau layak secara empirik mendukung kejadian – kejadian eksternal (A).
D
Dispute irrational beliefs, yakni keyakinan – keyakinan irasional dalam diri individu saling bertentangan (Disputing).
Validate or invalidate self-verbalization, yakni suatu proses self-verbalization dalam diri individu.
CE
Cognitive Effect of Disputing, yakni efek kognitif yang terjadi dari pertentangan (disputing) dalam keyakinan – keyakinan irasional.
Change self-verbalization, terjadinya perubahan dalam verbalisasi diri pada individu
BE
Behavioral Effect of Disputing, yakni efek dalam perilaku yang terjadi dalam pertentangan kejadian – kejadian irasional.
Change Behavior, yakni terjadinya perubahan perilaku dalam diri individu.




d.      Karakteristik Proses Konseling Rasional-Emotif :
  1. Aktif - direktif, artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
  2. Kognitif - eksperiensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
  3. Emotif - ekspreriensial, artinta bahwa hubungan konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada aspek emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
  4. Behavioristik, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan tingkah laku klien.
  5. Kondisional, artinya bahwa hubungan dalam terapi rasional-emotif dilakukan dengan membuat kondisi-kondisi tertentu terhadap klien melalui berbagai teknik kondisioning untuk mencapai tujuan terapi konseling.
e.       Teknik Konseling
Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut:

Teknik-Teknik Emotif (Afektif)
a. Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
b. Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.


c. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.


Teknik-teknik Behavioristik
a. Reinforcement
Teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). eknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif. Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.
b. Social modeling
Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.
Teknik-teknik Kognitif
a. Home work assigments,
Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan
Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.
b. Latihan assertive
Teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial. Maksud utama teknik latihan asertif adalah :
(a) mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya;
(b) membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain;
(c) mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri; dan
(d) meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri.
f.       Peran Konseling
Albert Ellis (1973) memberikan gambaran tentang apa yang dapat dilakukan oleh praktisi rasional-emotive yaitu,
    1. Mengajak, mendorong klien untuk menanggalkan ide-ide irasional yang mendasari gangguan emosional dan perilaku.
    2. Menantang klien dengan berbagai ide yang valid dan rasional.
    3. Menunjukkan kepada klien azas ilogis dalam berpikirnya.
    4. Menggunakan analisis logis untuk mengurangi keyakinan – keyakinan irasional (irrational beliefs) klien.
    5. Menunjukkan bahwa keyakinan – keyakinan irasional ini adalah inoperatif dan bahkan hal ini pasti senantiasa mengarahkan klien pada gangguan – gangguan behavioral dan emosional.
    6. Menggunakan absurdity dan humor untuk menantang irasionalitas pemikiran klien.
    7. Menjelaskan kepada klien bagaimana ide – ide yang irasional ini dapat ditempatkan kembali atau disubtitusikan kepada ide – ide rasional yang harus secara empirik melatarbelakangi kehidupannya.
    8. Mengajarkan kepada klien bagaimana mengaplikasikan pendekatan – pendekatan ilmiah, obyektif dan logis dalam berpikir dan selanjutnya melatih diri klien untuk mengobservasi dan menghayati sendiri bahwa ide – ide irasional dan deduksi – deduksi hanya akan membantu perkembangan perilaku dan perasaan – perasaan yang dapat menghambat perkembangan dirinya.
g.      Tujuan Konseling
  1. Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.
  2. Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
Secara lebih khusus, Ellis (Corey, 19867;215) menyebutkan bahwa dengan terapi rasional-emotif akan tercapai pribadi yang di tandai dengan :
  1. Minat kepada diri sendiri
  2. Minat sosial
  3. Pengarahan diri
  4. Toleransi terhadap pihak lain
  5. Fleksibelitas
  6. Menerima ketidakpastian
  7. Komitmen terhadap sesuatu diluar dirinya
  8. Berpikir ilmiah
  9. Penerimaan diri
  10. Berani mengambil resiko
  11. Non utopianism” yaitu menerima kenyataan.



6 . Teori Konseling Behavioristik
Teori ini dikembangkan oleh Arnold Lazarus (lahir 1932). Behaviour Therapy and Beyond merupakan salah satu buku dari buku-buku awal Lazarus yang membicarakan terapi behavioral-kognitif, yang secara berturut-turut menjadi pendekatannya yang sistematis dan komprehensif dengan sebutan multidimensional therapy (terapi multi sarana).

a.      Pendekatan Behavioristik

Pendekatan Behavioristik memiliki tiga karakteristik yakni pemecahan masalah (problem solving), pendekatan perubahan terfokus (change focused approach) untuk menghadapi klien, penghormatan terhadap nilai ilmiah; dan memiliki perhatian yang lebih terhadap proses kognitif – alat untuk mengontrol dan memonitor tingkah laku mereka.
Perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Konselor behavioral membatasi perilaku sebagai fungsi interaksi antara pembawaan dengan lingkungan. Perilaku yang dapat diamati merupakan suatu kepedulian utama dari para konselor sebagai kriteria pengukuran keberhasilan konseling. Pada dasarnya, proses konseling merupakan suatu penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu mengubah perilakunya agar dapat memecahkan masalahnya.

Thoresen (Shertzer & Stone, 1980, 188) memberi ciri konseling behavioral sebagai berikut
1.      Kebanyakan perilaku manusia dipelajari dan karena itu dapat diubah.
2.      Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan individual dapat membantu dalam mengubah perilaku-perilaku yang relevan. Prosedur-prosedur konseling berusaha membawa perubahan-perubahan yang relevan dalam perilaku klien dengan mengubah lingkungan.
3.      Prinsip-prinsip belajar special seperti “reinforcement”dan “social modeling”, dapat digunakan untuk mengembangkan prosedur-prosedur konseling.
4.      Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan dalam perilaku-perilaku khusus di luar wawancara prosedur-proseedur konseling.
5.      Prosedur-prosedur konseling tidak statis, tetap atau ditentukan sebelumnya, tetapi dapat secara khusus di desain untuk membantu klien dalam memecahkan masalah khusus.

7.      Proses konseling

Menurut Krumboltz dan Thoresen (Shertzer & Stone, 1980,190), konseling behavioral merupakan suatu proses membantu orang untuk belajar memecahkan masalah interpersonal, emosional dan keputusan tertentu. Konselor berperan membantu dalam proses belajar dengan menciptakan kondisi yang sedemikian rupa sehingga klien dapat mengubah perilakunya serta memecahkan masalahnya. Sedangkan pemahaman diperlukan pada saat membentuk pengalaman belajar.

Menurut Corey, (1986, 178) ada tiga fungsi tujuan dalam konseling behavioral yaitu:
1.      Sebagai refleksi masalah klien dan sebagai arah bagi konseling
2.      Sebagai dasar pemilihan dan penggunaan strategi konseling
3.      Sebagai kerangka untuk menilai hasil konseling

Urutan pemilihan dan penetapan tujuan yang digambarkan oleh Cormier and Cormier (Corey, 1986,178) sebagai salah satu bentuk kerjasama antara konselor dengan klien  adalah sebagai berikut :
1.      Konselor menjelaskan maksud tujuan.
2.      Klien mengkhususkan  perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling.
3.      Klien dan konselor menetapkan tujuan yang telah ditetapkan apakah merupakan perubahan yang dimiliki oleh klien.
4.      Bersama-sama menjajagi apakah tujuan itu realistik.
5.      Mereka mendiskusikan kemungkinan manfaat-manfaat tujuan.
6.      Mereka mendiskusikan kemungkinan kerugian-kerugian tujuan.
7.      Atas dasar informasi yang diperoleh tentang tujuan klien, konselor dan klien membuat salah satu keputusan berikut: untuk melanjutkan konseling atau mempertimbangkan kembali tujuan akan mencari referal.

8.       Metode yang dapat digunakan menurut Krumboltz

1.     Pendekatan Operant learning. Dalam pendekatan ini, hal yang terpenting adalah penguatan (reinforcement) yang dapat menghasilkan perilaku klien yang dikehendaki.
2.    Metode unitative learning atau social modeling. Dalam metode ini diterapkan oleh konselor dengan merancang suatu perilaku adaptif yang dapat dijadikan model oleh klien.
3.    Metode cognitive learning merupakan metode yang berupa pengajaran secara verbal, kontrak antara konselor dengan klien dan bermain peran.
4.    Metode emotional learning diterapkan pada individu yang mengalami suatu kecemasan.





9.      Kritik dan kontribusi

Beberapa kritik terhadap konseling behavioral adalah antara lain:
1.      Konseling behavioral bersifat dingin, kurang menyentuh aspek pribadi, bersifat manipulatif dan mengabaikan  hubungan antar pribadi.
2.      Konseling behavioral lebih terkonsentrasi pada teknik.
3.      Meskipun konselor behavioral sering menyatakan persetujuan kepada tujuan klien, akan tetapi pemilihan tujuan lebih sering ditentukan oleh konselor.
4.      Meskipun konselor behavioral menegaskan bahwa setiap klien adalah unik dan menuntut perlakuan yang unik dan spesifik, akan tetapi masalah satu klien sering sama dengan klien lain dan oleh karena itu tidak menuntut strategi konseling yang unik.
5.      Konstruk belajar yang dikembangkan dan digunakan oleh konselor behavioral tidak cukup komprehensif untuk menjelaskan belajar dan harus dipandang hanya sebagai suatu hipotesis yang harus dites.
6.      Perubahan klien hanya berupa gejala yang dapat berpindah kepada bentuk perilaku yang lain.
Sedangkan kontribusi konseling behavioral adalah sebagai berikut:
1.      Telah mengembangkan konseling sebagai ilmu karena mengundang penelitian dan menerapkan ilmu pengetahuan kepada proses konseling.
2.      Mengembangkan perilaku yang spesifik sebagai hasil konseling yang dapat diukur.
3.      Memberikan ilustrasi bagaimana mengatasi keterbatasan lingkungan.
4.      Penekanan bahwa konseling hendaknya memusatkan pada perilaku sekarang dan bukan pada perilaku di masa lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar