2.1 Pengertian, Sifat, dan Fungsi Teori
Teori dapat diartikan sebagai prinsip-prinsip yang dapat
diuji sehingga dapat dijadikan sebagai kerangka untuk pelaksanaan penelitian;
sejumlah proposisi yang terintegrasi secara sintaktik (mengikuti aturan
tertentu) dan digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan peristiwa-peristiwa
yang diamati; dan pada umumnya diartikan sebagai suatu pernyataan prinsip-prinsip umum yang didukung
oleh data untuk menjelaskan suatu fenomena.
Teori yang baik adalah teori yang memiliki sifat jelas,
komprehensif, parsimious atau dapat menjelaskan data secara sederhana dan
jelas, serta dapat menghasilkan penelitian yang bermanfaat.
Teori memiliki beberapa fungsi, yaitu memberikan kerangka
kerja bagi informasi yang spesifik, menjadikan hal-hal yang bersifat kompleks
menjadi sederhana, menyusun pengalaman-pengalaman sebelumnya, mensistematikkan
penemuan-penemuan, melahirkan hipotesis-hipotesis, membuat prediksi, dan
memberi penjelasan.
2.2 Teori-teori dalam Bimbingan
Konseling
Lahirnya suatu teori mempunyai kaitan dasar pribadi, sosiologis,
dan filosofis. Ciri khas yang ditampilkan oleh beragam teori sangat dipengaruhi
oleh kepribadian pembuatnya, kehidupan dan lingkungan sekitarnya, serta cara
pandang pengarang dalam berfilsafat. Munculnya teori-teori dalam konseling sendiri bersamaan dengan awal
munculnya Bimbingan Konseling yaitu pada abad ke 20.
Teori-teori dalam bimbingan konseling adalah :
1. Teori Trait dan Factor
a. Konsep Pokok
Teori yang dipelopori oleh
Williamson ini tergolong berpandangan kognitif yang rasional. Pendekatan yang digunakan berusaha menerangkan
kesulitan-kesulitan apa saja yang sedang dihadapi klien dengan cara melakukan
pendekatan secara logis rasional dalam pemecahan masalah-masalahnya.
Teori ini biasa disebut sebagai
teori directive counseling karena konselor diposisikan sebagai pihak
yang paling aktif dalam membantu klien mengarahkan perilakunya kepada pemecahan
kesulitannya. Jadi konseling ini bisa diartikan sebagai counseling centred atau
konseling yang berpusat pada konselor.
Menurut
teori ini, kepribadian individu adalah suatu system sifat yang berarti antara
satu factor dengan factor lainnya saling berkaitan. Factor-faktor itu muncul
dari dalam individu seperti pembawaan sikap dan minat, juga dari luar individu
seperti kondisi lingkungannya.
b. Proses Konseling
Terdapat enam tahap pokok dalam
teori konseling ini, yaitu :
1. Tahap Analisis
Yaitu tahap dimana konselor
mengumpulkan data-data dan informasi yang berhubungan dengan klien. Tujuan dari
pengumpulan informasi diri dan latar belakang klien ini adalah untuk lebih
mengenal pribadi klien agar lebih mudah dalam menyesuaikan diri.
2. Tahap Sintesis
Tahap ini konselor mengatur dan
merangkum data klien sehingga ditemukan kelemahan, kekuatan, bakat, dan
kemampuan penyesuaian dirinya.
3. Tahap Diagnosis
Yaitu langkah menarik kesimpulan
logis dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi klien. Terdapat 3 kegiatan
yaitu mengidentifikasi masalah, merumuskan sumber penyebab masalah (etiologi)
dan prognogis.
4. Tahap Prognosis
Yaitu upaya memprediksi
kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi berdasarkan data yang diperoleh.
5. Tahap Konseling
Yaitu proses pemberian bantuan
dengan cara dilakukan pengembangan alternative pemecahan masalah, pengujian
alternative, dan pengambilan keputusan. Strategi yang dapat digunakan dalam
pengembangan alternative pemecahan masalah adalah forcing conformity,
changing attitude, learning the needed skills, selecting the appropriate
environment, changing environment.
c.
kekurangan dan kelebihan
* Kritik terhadap teori :
1. bersifat counseling centred sehingga
yang lebih berperan adalah konselor.
2. Klien kurang berkontribusi dalam
pemecahan masalahnya.
3. Informasi-informasi yang berkaitan
dengan kelemahan atau kekurangan klien tidak ditemukan sendiri.
4. Pemecahan masalah tergantung teknik
yang digunakan konselor.
*
Kontribusi yang diberikan :
1. Tahap-tahap yang diberikan cukup
sistematis dan mudah difahami.
2. Teknik pemecahan masalah sangat
rasional.
2.
Teori Yang Berpusat Pada Klien
a. Konsep
pokok
Menurut
Rogers, konstruk inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri
dan konsep menjadi diri atau perwujudan diri. Dikatakan bahwa konsep diri atau
struktur diri dapat dipandang sebagai konfigurasi konsepsi yang
terorganisasikan tentang diri yang membawa kesadaran.
Teori
kepribadian Rogers yang disebut sebagai “the self theory” yaitu:
- Tiap individu berada di dalam dunia pengalaman yang terus menerus berubah, dan dirinya menjadi pusat.
- Individu mereaksi terhadap lingkungannya sesuai dengan apa yang dialami dan ditanggapinya.
- Individu memiliki satu kecendrungan atau dorongan utama yang selalu diperjuangkannya, yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan, dan memperluas pengalamannya.
- Individu mereaksi terhadap gejala kehidupan dengan cara keseluruhan yang teratur.
- Tingkah laku atau tindakan itu pada dasarnya adalah suatu usaha mahluk hidup yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan yang dialami dan dirasakan.
- Emosi yang menyertai tindakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, sesungguhnya merupakan suatu yang memperkuat usaha individu mencari sesuatu ataupun memuaskan kebutuhannya untuk memelihara dan mengembangkan dirinya.
- Cara yang terbaik untuk memahami tingkah laku seseorang ialah dengan jalan memandang dari segi pandangan individu-individu itu sendiri.
b. Proses Konseling
Pendekatan
yang berpusat pada klien menggunakan sedikit tekhnik, akan tetapi menekankan
sikap konselor. Tehknik dasar adalah mencakup, mendengar, dan menyimak secara
aktif, refleksi, klariflkasi, “being here” bagi klien. Konseling berpusat pada
klien tidak menggunakan tes diagnostik, interpretasi, studi kasus, dan
kuesioner untuk memperoleh informasi. Tekhnik-tekhnik itu dilaksanakan dengan
jalan wawancara, terapi permainan, dan terapi kelompok, baik langsung atau
tidak langsung. Keberhasilan terapi tergantung kepada faktor-faktor tingkat
gangguan psikis, struktur biologis klien, lingkungan hidup klien, dan ikatan
emosional.
c. Kekurangan
dan Kelebihan
Beberapa
kritik terhadap konseling berpusat pada klien antara lain:
- Terlalu menekankan pada aspek afektif, emosional, perasan sebagai penutup perilaku, tetapi melupakan faktor intelektif, kognitif, dan rasional.
- Penggunaan informasi untuk membantu klien, tidak sesuai dengan teori.
- Tujuan untuk setiap klien, yaitu untuk memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas, umum, dan longgar sehingga sulit untuk menilai setiap individu.
- Tujuan ditetapkan oleh klien, tetapi tujuan konseling kadang-kadang dibuat tergantung lokasi letak konselor dan klien.
- Meskipun terbukti bahwa konseling “ client-centered” diakui afektif, tapi bukti-bukti tidak cukup sistematik tidak lengkap. Terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggung jawabnya.
- Sulit bagi konselor untuk benar-benar bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
Beberapa
kontribusi yang diberikan antara lain dalam:
- Pemusatan pada klien dan bukan konselor dalam konseling.
- Indentifikasi dan penekanan hubungan konseling sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
- Lebih menekankan pada sikap konselor daripada tehknik.
- Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.
- Penekanan emosi, perasaan, dan afektif dalam konseling.
3. Psychonalysis Teraphy
1. Pengertian Psychonalysis Teraphy
Terapi
Psikoanalisa merupakan suatu metode penyembuhan yang lebih bersifat psikologis
dengan cara-cara fisik. Tokoh utama dan pendiri psikoanalisa ialah Sigmund
Freud, sebagai orang pertama yang mengemukakan konsep ketidaksadaran dalam
kepribadiaan. Konsep-konsep psikoanalisa banyak memberikan pengaruh terhadap
perkembangan konseling.
Pendekatan psikoanalisis menganggap bahwa tingkah laku
abnormal di sebabkan oleh faktor-faktor intropsikis (konflik tidak sadar,
represi, mekanisme defensif) yang menggangu penyesuaian diri. menurut Freud,
esensi pribadi seseorang bukan terletak pada apa yang ia tampilkan secara
sadar, melainkan apa yang tersembunyi dalam ketidaksadarannya. Freud
beranggapan bahwa gangguan jiwa pada orang dewasa, pada umumnya berasal dari
pengalaman pada masa kanak-kanak. Dari penjelasan tersebut dapat ditarik
kesimpulan psychonalysis teraphy adalah teknik atau metode pengobatan yang
dilakukan oleh terapis dengan cara menggali permasalahan dan pengalaman yang
direpresnya selama masa kecil serta memunculkan dorongan-dorongan yang tidak
disadarinya selama ini.
2. Konsep Dasar Psychonalysis Teraphy
Pendekatan psikoanalisis menganggap Energi psikis yang
paling dasar disebut libido yang bersumber dari dorongan seksual yang terarah
kepada pencapaian kesenangan. Selanjutnya Freud menyebutkan dua macam libido
yaitu eros sebagai dorongan untuk hidup dan thanatos sebagai
dorongan untuk mati.
Teori
kepribadian menurut Freud, menyangkut tiga hal yaitu: struktur, dinamika, dan
perkembangan kepribadian.
a. Struktur Kepribadian
Berikut Aspek-aspek yang menjadi perhatiaanya adalah Id,
Ego, dan Super ego.
a.
Id
Dalam
teori psikonalisa, id merupakan sistem kepribadiaan yang paling dasar yang
didalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Dalam hubungannya dengan ego dan
super ego, Id mempunyai fungsi sebagai suatu sistem penyedia atau penyalur
energi yang diperlukan oleh ego dan super ego yang di gunakan untuk
kegiatan-kegiatan yang dilakukannya.
b. Ego
Freud
mengemukakan bahwa Ego terbentuk pada
struktur kepribadian individu sebagai hasil dari hubungan dengan luar. Ego
mempunyai proses dan menjalankan proses tersebut, yang berhubungan dengan
pemenuhan dan pemuasan kebutuhan sehingga dapt mengurangi ketegangan yang
dialami oleh individu. Dan proses tersebut disebut proses sekunder.
Proses sekunder ialah usaha menemukan atau menghasilkan sesuatu yang nyata,
yang dimulai dengan merumuskan suatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan
mengujinya dengan suatu tindakan (reality testig). Fungsi dasar dari ego
adalah memelihara kelangsungan hidup individu.
c.
Super Ego
Menurut
Psikoanalisa, super ego adalah suatu sistem kepribadian yang mengandung
nilai-nilai dan aturan-aturan yang digunakan untuk menilai suatu hal yang
menunjukan pada suatu kebenaran dan kesalahan. Dengan kata lain, super ego
adalah hati nurani. Peranan super ego adalah sebagai sumber motivasi utama dan
juga sebagai penyebab timbulnya pertentangan-pertentangan didalam diri.
Ketiga sistem ini mempunyai fungsi, sifat, prinsip kerja dan
dinamika sendiri-sendiri. Walaupun demikian ketiganya mempunyai hubungan yang
sangat erat dan sulit untuk memisahkannya satu persatu, karena tingkah-laku
seseorang merupakan hasil pengaruh dari sistem aspek tersebut.
b. Dinamika Kepribadian
Dinamika kepribadian terdiri dari
cara bagaimana energi psikis itu didistribusikan serta digunakan oleh id,
ego,dan super ego. Oleh karena jumlah energi terbatas, maka terjadi
semacam persaingan dalam menggunakan energi tersebut.
Freud mengukapkan tiga macam kecemasan yaitu: kecemasan
realitas yang bersumber pada ego, kecemasan neurotas yang bersumber
pada id, kecemasan moral yang bersumber pada super ego. Kecemasan
relitas yaitu takut terhadap bahaya-bahaya yang datang dari luar individu.
Kecemasan neurotis adalah kecemasan yang timbul apabila insting tidak
terkendalikan, sehingga ego akan dihukum . kecemasan moral adalah kecemasan
terhadap hati nuranu sendiri.
c.
Perkembangan
Kepribadian
Kepribadiaan berkembang sehubungan
dengan empat macam pokok sebagai sumber ketegangan, yaitu:
a. Proses pertumbuhan fisiologi
(kedewasaan)
b.
Frustasi
c. Konflik, dan
d.
Ancaman
Walaupun Freud membagi-bagi perkembangan atas beberapa fase
namun fase-fase tersebut bukan merupakan batas yang tajam. Fase-fase
perkembangan tersebut adalah:
- Tahun pertama kehidupan fase Oral:
pada fase ini mulut merupakan daerah pokok dari aktivitas dinamis.
-
Usia 1-3 Frase
Anal : Fase ini berpusat pada anal (pembuangan kotoran)
-
Usia 3-6 fase
Phalis: pada masa ini alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting.
-
Usia 6-12 fase
Latent: pada masa ini impuls-impuls cenderung
untuk ada dalam keadaan tertekan.
-
Usia 12-18 fase
Genital: pada fase ini individu telah berubah dari mengejar kenikmatan, menjadi
orang dewasa yang telah disosialisasikan dengan realitas.
3. Karakteristik Proses Psychonalysis Teraphy:
Dalam
konseling psikoanalisa ini konselor diharapkan dapat membentuk kembali struktur
karakter individu dengan membuat yang tidak sadar membuat sadar dalam diri
klien. Proses konselingnya meliputi :
a. Proses konseling dipusatkan pada
usaha menghayati kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman
masa lampau ditata, didiskusikan, dianalisa dan ditafsirkan dengan tujuan untuk
merekonstruksi kepribadian.
b. Konseling analitik menekankan
dimensi afektif dalam membuat pemahaman ketidak sadaran.
c. Tilikan dan pemahaman intelektual
sangat penting, tetapi yang lebih adalah mengasosiasikan antara perasaan dan ingatan dengan pemahaman
diri.
d.
Satu karakteristik konseling psikonalisa adalah bahwa terapi atau analisis
bersikap anonim (tak dikenal) dan bertindak sangat sedikit menunjukkan perasaan
dan pengalamannya, sehingga dengan demikian klien akan memantulkan perasaannya
kepada konselor. Proyeksi klien merupakan bahan terapi yang ditafsirkan
dan dianalisia.
e. Konselor harus membangun
hunbungan kerja sama dengan klien kemudian melakukan serangkaian kegiatan
mendengarkan dan menafsirkan.
f. Menata proses terapeutik yang
demikian dalam konteks pemahaman struktur kepribadian dan psikodinamika
memungkinkan konselor merumuskan masalah klien secara sesungguhnya. Konselor
mengajari klien memaknai proses ini sehingga klien memperoleh tilikan mengenai
masalahnya.
g.
Klien harus menyanggupi dirinya sendiri untuk melakukan proses terapi dalam
jangka panjang. Setiap pertemuan biasa berlangsung satu jam.
h.
Setelah beberapa kali pertemuan kemudian klien melakukan kegiatan asosiasi
bebas. Yaitu klien mengatakan apa saja ynag terlintas dalam
pikirannya.
4. Teknik Konseling
Teknik-teknik
terapi psikoanalisa yang digunakan untuk meningkatkan kesadaran mendapatkan
tilikan intelektual ke dalam perilaku klien, dan memahami makna gejala-gejala
yang nampak, ada lima teknik dasar dalam terapi psikoanalisa yaitu:
1) Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas adalah suatu metode
pengungkapan pengalaman masa lampau dan penghentian emosi-emosi yang berkaitan
dengan situasi traumatik di masa lalu. Pada teknik asosiasi bebas ini, konselor
memerintahkan klien untuk menjernihkan pikirannya dari pemikiran sehari-sehari
dan sebanyak mungkin untuk mengatakan apa yang muncul dalam kesadarannya.
2) Interpretasi (Penafsiran)
Interpretasi adalah prosedur dasar
yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas, analisis mimpi, analisis
resistensi, dan analisis transparansi. Prosedurnya terdirir atas penetapan
analisis, penjelasan, dan bahkan mengajar klien tentang makna perilaku yang
dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resisten dan hubungan terapeutik
itu sendiri.
3) Analisis mimpi
Dalam analisis mimpi ini, mimpi
dipandang sebagai jalan utama menuju ke alam tak sadar. Karena mimpi juga
diartikan sebagai pemuasan yang melambangkan dari keinginan-keinginan dan
sebagai besar isinya mencerminkan pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak awal. Dari
analisis mimpi tersebut konselor dapat memahami konflik yang dihadapi oleh
klien.
4) Analisis Resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang
melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari.Selama
asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk
menghubungkan pikiran, perasaan, dan pengalaman tertentu. Freud memandang
resistensi sebagai suatu dinamika yang tidak disadari yang mendorong seseorang
untuk mempertahankan terhadap kecemasan. Hal ini akan timbul bila orang menjadi
sadar terhadap dorongan dan perasaan yang tertekan.
5)
Analisis
Transferensi
Transferensi merupakan cara kerja
dari pertahanan ego dimana implus yang bersifat tak sadar dialihkan sasarannya
dari obyek yang satu ke obyek yang lainnya. Transferensi ini muncul disebabkan
karena pasien mengalihkan sasaran perasaan cinta atau bencinya atas seseorang
kepada konselor. Menurut Freud, setelah pasien mengetahui arti sesungguhnya
dari hubungan transferensi dengan konselornya, pasien akan memperoleh pemahaman
atas pengalaman-pengalaman dan perasaan masa lalunya, serta menghubungkan
pengalaman-pengalaman dan perasaan-perasaan masa lalunya tersebut dengan
kesulitan-kesulitan yang dialaminya sekarang.
5.
Peran Konseling
a.
Membantu klien
dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan
personal dalam menangani kecemasan secara realistis.
b.
Membangun
hubungan kerja dengan klien, dengan banyak mendengar & menafsirkan.
c.
Terapis
memberikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan klien.
d.
Mendengarkan
kesenjangan-kesenjangan & pertentangan-pertentangan pada cerita klien.
6. Kritik dan Kontribusi
Berikut
beberapa kritik terhadap Psikoanalisa adalah antara lain:
1. Pandangan yang terlalu deterministik
dinilai terlalu merendahkan martabat kemanusiaan.
2. Terlalu banyak menekankan kepada
pengalaman masa kanak-kanak, dan menganggap kehidupan seolah-olah sepenuhnya
ditentukan masa lalu. Hal ini memberikan gambaran seolah-olah tanggung jawab
individu berkurang.
3. Data penelitian empiris kurang
banyak mendukung sistem psikoanalisa.
4. Membutuhkan waktu yang cukup panjang
dalam terapi, sebab dalam psikoanalisis terdapat tahapan-tahapan yang
membutuhkan waktu yang cukup panjang. Dan karna proses terapi yang panjang
tersebut membuat klien merasa jenuh.
5 Teori psikoanalisis yang menganggap
perilaku seseorang hanya dipengaruhi oleh energi psikisnya, adalah sesuatu yang
meragukan. Karna perilaku seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh psikisnya saja
melainkan ada energi atau faktor lainnya yang mempengaruhinya seperti faktor
fisik individu tersebut, faktor lingkungan dan lain sebagainya.
Sedangkan kotribusi yang diberikan adalah antara lain dalam
hal:
1. Terapi ini memiliki dasar teori yang
kuat, yaitu dengan teori kepribadian
2. Dengan terapi ini koselor bisa lebih
mengetahui masalah pada diri klien, karena prosesnya dimulai dari mencari tahu
pengalaman-pengalaman masa lalu pada diri klien.
3.
Terapi ini bisa
membuat klien mengetahui masalah apa yang selama ini tidak disadarinya.
4. Dari teori psikoanalisa ini, kita
dapat memahami pentingnya masa kanak-kanak dalam perkembangan kepribadian
manusia.
5. Adanya persesuaian antara teori dan
teknik.
4.
Terapi Gestalt
a.
Tentang Pendekatan Terapi Gestalt
Tokoh utama
Terapi Gestlat adalah frederick S Firtz Perls (1893 – 1970). Terapi ini
dikembangkan oleh Frederick Perls dalam bentuk terapi eksistensial yang
berpijak pada premis bahwa individu-individu menemukan jalan hidupnya sendiri
dan menerima tanggung jawab pribadi jika mereka berharap mencapai kematangan.
Terapi gestal berfokus pada apa dan bagaimana-nya tingkah laku dan pengalaman
disini dan sekarang dengan memadukan (mengintergrasikan) bagian-bagian
kepribadian yang terpecah dan tak diketahui.
b. Konsep Dasar Teori Gestalt
Teori Gestalt
banyak bertentangan dengan teori Sigmund Freud. Jika Psikoanalisa memandang
manusia secara mekanistik, maka Frederick memandang manusia secara holistic.
Freud memandang manusia selalu dikuasai oleh konflik (intrapsychic conflict)
awal masa anak-anak yang ditekan, maka Perls memandang manusia pada situasi
saat ini. Sehingga Gestalt lebih menekankan pada pada apa yang dialami oleh
klien saat ini daripada hal-hal yang pernah dialami oleh klien, dengan kata
lain, Gestalt lebih memusatkan pada bagaimana klien berperilaku, berpikiran dan
merasakan pada situasi saat ini (here and now) sebagai usaha untuk memahami diri
dari pada mengapa klien berperilaku seperti itu.
Konsep dasar
pendekatan Gestalt adalah Kesadaran, dan sasaran utama Gestalt adalah
pencapaian kesadaran. Menurut buku M.A Subandi (psikoterapi, hal. 96) kesadaran
meliputi:
- Kesadaran akan efektif apabila didasarkan dan disemangati oleh kebutuhan yang ada saat ini yang dirasakan oleh individu
- Kesadaran tidak komplit tanpa pengertian langsung tentang kenyataan suatu situasi dan bagaimana seseorang berada di dalam situasi tersebut.
- Kesadaran itu selalu ada di sini-dan-saat ini. Kesadaran adalah hasil penginderaan, bukan sesuatu yang mustahil terjadi.
Dalam
buku Geralt Corey (1995), dalam terapi Gestalt terdapat juga konsep tentang
urusan yang tak terselesaikan, yaitu mencakup perasaan-perasaan yang tidak
terungkapkan seperti dendam, kemarahan, sakit hati, kecemasan rasa diabaikan
dan sebagainya. Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu
diasosiasikan dengan ingatan dan fantasi tertentu. Karena tidak terungkap dalam
kesadaran, perasaan itu tetap tinggal dan dibawa kepada kehidupan sekarang yang
menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan orang lain. Dengan
ini, di harapkan klien akan dibawa kesadarannya dimasa sekarang dengan mencoba
menyuruhnya kembali kemasa lalu dan kemudian klien disuruh untuk mengungkapkan
apa yang diinginkannya saat lalu sehingga perasaan yang tak terselesaikan dulu
bisa dihadapi saat ini.
c. Karakteristik
Proses Konseling Teori
Gestlat
Garis –
garis besar terapi Gestlat sebagai berikut:
a. Fase pertama: membentuk pola
pertemuan terapeutik agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan –
perubahan yang diharapkan pada klien. Situasi mengandung komponen emosional dan
intuitif.
b.
Fase kedua:
melaksanakan pengawasan , konselor berusaha meyakinkan atau memaksa
klien mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan keadaan klien. Dua
hal yang harus dilakukan:
a. Menimbulkan
motivasi pada klien.
b. Menciptakan
rapport yaitu hubungan baik antara konselor dan klien agar timbul rasa percaya
klien bahwa segala usaha konselor itu disadari benar oleh klien untuk
kepentingannya.
c.
Fase ketiga : klien didorong untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada
pertemuan-pertemuan terapi saat ini, bukan menceritakan masa lalu atau harapan-harapan
masa datang.
d. Fase
terakhir : setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang dirinya,
tindakannya, perasaannya, maka terapi ada pada fase terakhir. Pada fase ini
klien harus memiliki ciri-ciri yang menunjukan integritas kepribadiannya
sebagai individu yang unik dan manusiawi. Klien harus memiliki kepercayaan pada
potensinya. Menyadari dirinya, sadar dan bertanggung jawab atas sifat
otonominya, perbuatannya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya.
d.
Teknik Dalam Pendekatan Gestlat
Dalam ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012),
prinsip kerja teknik konseling Gestalt yaitu:
1. Penekanan
tanggung jawab klien. Konselor bersedia membantu klien tetapi tidak akan bisa
mengubah klien, konselor menekankan agar klien mengambil tanggung jawab atas
tingkah lakunya.
2. Orientasi
sekarang dan saat ini. Konselor tidak membangun kembali (mengulang) masalalu
atau motif tidak sadar, tetapi memfokuskan keadaan sekarang. Masa lalu hanya dalam kaitannya
dengan keadaan sekarang.
3. Orientasi kesadaran. Konselor meningkatkan kesadaran
klien tentang diri sendiri dan masalah-masalahnya.
Adapun
teknik teknik yang biasa digunakan dalam konseling Gestalt (Shertzer &
Stone, 1980,228), adalah antara lain:
1. Enchancing awareness, yaitu klien
dibantu untuk berada pada pengalamannya sekarang secara sadar.
2. Personality pronous, yaitu klien
diminta untuk mempribadikan pikirannya untuk meningkatkan kesadaran
pribadinnya.
3. Changing question to statements,
yaitu mendorong klien untuk menggunakan pernyataan-pernyataan dari pada
petanyaan yang mendorong untuk mengekspresikan dirinya dan bertanggung jawab
bagi komunikasinya.
4. Assuming responsibility, yaitu klien
diminta untuk mengalihkan penggunaan kata “ tidak ingin” untuk “tidak dapat”.
5. Asking ‘how” and “what”, yaitu
bertanya “mengapa” dapat lebih membawa
kearah aktualisasi daripada mengalami dan memahami. “bagaimana” dan “apa”
menjadikan individu masuk kedalam pengalaman perilakunya sendiri.
6. Sharing hunches, yaitu mendorong
klien untuk mengeksplorasi dari dengan menanamkan tilikan seperti “saya lihat”
atau “saya dapat bayangkan”
7. Bringing the past into the now,
yaitu membantu klien agar mengalami penagalaman-pengalaman masa lalu dalam
situasi sekarang
8. Expressing
resentments and appreciationts, yaitu membantu klien untuk mengidentifikasi dan
menyatakan keadaan dan penghargaan dirinya.
9. Using body expression, yaitu
mengamati ekspresi badan klien dan memusatkan perhatian untuk membantu
kesadaran individu.
e.
Peran
Konseling
Menurut ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012).
Dalam pendekatan teori Gestalt ini, peran konselor adalah:
1. Memfokuskan pada perasaan klien, kesadaran pada saat yang
sedang berjalan, serta hambatan terhadap kesadaran.
2. Tugas terapis adalah menantang klien
sehingga mereka mau memanfaatkan indera mereka sepenuhnya dan berhubungan
dengan pesan-pesan tubuh mereka.
3. Menaruh perhatian pada bahasa tubuh
klien, sebagai petunujk non verbal.
4. Secara halus
berkonfrontasi dengan klien guna untuk menolong mereka menjadi sadar akan
akibat dari bahasa mereka.
f.
Tujuan Konseling
Tujuan
utama konseling geslat adalah meningkatkan proses pertumbuhan klien dan
membantu klien mengembangkan potensi manusiawinya. Sedangkan fokus utama dalam
koseling Gestalt ialah membantu individu melalui transisinya dari keadaan yang
selalu dibantu oleh lingkungan ke keadaan mandiri(self-support). Melalui
proyeksi dirinya kepada konselor, klien diharapkan menjadi sadar bahwa baik
dirinya maupun konselor ternyata tidak memiliki pribadi yang sempurna.
Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah
sebagai berikut.
Membantu klien
agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas.
Membantu klien
menuju pencapaian integritas kepribadiannya
Mengentaskan klien dari kondisinya
yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke mengatur diri sendiri (to be
true to himself)
Meningkatkan kesadaran individual agar
klien dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi
bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat
diatasi dengan baik.
g. Kritik dan Kontribusi
Berikut
beberapa kritik terhadap teori Gestlat adalah antara lain:
1.
Pandangan
Terapi Gestalt menekankan tanggung jawab atas diri kita sendiri, tetapi
mengabaikan tanggung jawab kita kepada orang lain.
2. Sedikit bukti empiris penelitian
terhadap efektivitas terapi.
Sedangkan
kotribusi yang diberikan adalah antara lain dalam hal:
1.
Terapi Gestalt menangani masa lampau dengan membawa aspek-aspek masa lampau
yang relevan ke saat sekarang.
2.
Terapi
Gestalt memberikan perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan-pesan
tubuh.
3.
Terapi Gestalt menolakk mengakui ketidak berdayaan sebagai alasan untuk
tidak berubah.
4.
Terapi Gestalt meletakkan penekanan pada klien untuk menemukan makna dan
penafsiran-penafsiran sendiri.
5.
Teori Rational Emotive Therapy (RET)
a.
Pengertian Rational Emotive Therapy (RET)
Pelopor dan peletak dasar konseling ini adalah Albert Ellis.
Beliau lahir pada tahun 1913 di Pittsburgh, Pennsylvania dan dibesarkan di New
York. Delapan tahun
setelah kelulusannnya dari Collage dia masuk matrikulasi program psikologi
klinis di Teachers College, Columbia. Dari tahun 1947 – 1953 dia mempraktekkan
analisis klasik dan psikoterapi yang berorientasi pada analisis.
Setelah dia sampai pada kesimpulan bahwa psikoanalisis
itu secara relatif merupakan bentuk penanganan yang semu dan tidak ilmiah maka
diapun bereksperimen dengan beberapa sistem yang lain. Pada tahun 1955 dia
menggabungkan terapi humanistik, filosofis, dan behavioral menjadi terapu
rasional-emotif (TRE). Rational
Emotive Therapy
atau Teori Rasional Emotif mulai dikembangan di Amerika pada tahun 1960-an oleh
Alberl Ellis, seorang Doktor dan Ahli dalam Psikologi Terapeutik yang juga
seorang eksistensialis dan juga seorang Neo Freudian.
Yang dimaksud dengan konseling RET atau yang lebih dikenal
dengan rational emotive behavior therapy (REBT) adalah konseling yang
menekankan dan interaksi berfikir dan akal
sehat (rasional thingking), perasaan (emoting), dan berperilaku (acting), serta sekaligus menekankan bahwa
suatu perubahan yang mendalam dalam cara berpikir dapat menghasilkan perubahan
yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku. Maka, orang yang mengalami
gangguan dalam alam perasaannya, harus dibantu untuk meninjau kembali caranya
berpikir dan memanfaatkan akal sehat.
b. Konsep Dasar
RET
Konsep dasar teori ini adalah bahwa pola berpikir manusia
itu sangat dipengaruhi oleh emosi, demikian pula sebaliknya. Emosi adalah
pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan atau sebagai suatu proses sikap dan
kognitif yang instrinsik. Sedangkan pikiran – pikiran seseorang dapat menjadi
emosi seseorang dan merasakan sesuatu dalam situasi tertentu pikiran seseorang.
(Surya, 1988)
Konsep dasar
yang di kembangkan oleh Ellis (dalam Willis, 2010:75-76) adalah sebagai
berikut:
1) Pemikiran manusia adalah penyebab
dasar dari gangguan emosional. Reaksi emosional yang sehat maupun tidak sehat,
bersumber dari pemikirana itu.
2) Manusia mempunyai potensi pemikiran
rasional dan irasional. Dengan pemikiran rasional dan inteleknya manusia dapat
terbebas dari gangguan emosional.
3) Pemikiran irasional bersumber pada
disposisi lewat pengalaman masa kecil dan pengaruh budaya.
4) Pemikiran dan emosi tidak dapat di
pisahkan
5) Berfikir logis dan tidak logis
dilakukan dengan simbl-simbol bahasa.
6) Pada diri manusia sering terjadi
self-verbalization. Yaitu mengatakan sesuatu yang terus menerus pada dirinya.
7) Pemikiran tak logis-irasional dapat
di kembalikan kepada pemikiran logis dengan reorganisasi persepsi. Pemikiran
tak logis itu merusak dan merendahkan diri melalui emosionalnya.
Secara umum ada dua prinsip yang mendominasi manusia,
yaitu pikiran dan perasaan. TRE beranggapan bahwa setiap manusia yang normal
memiliki pikiran, perasaan, dan perilaku yang ketiganya berlangsung secara
simultan. Pikiran mempengaruhi perasaan dan perilaku, perasaan mempengaruhi
perilaku dan perilaku mempengaruhi pikiran dan perasaan.
Asumsi tentang hakekat manusia dalam mendapatkan
kebahagiaan dan ketidak bahagiaan dengan dinamika pikiran dan perasaan menurut
TRE adalah sebagai berikut :
- Individu adalah unik, yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irrasional.
- Reaksi “emosional” disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari ataupun tidak disadari oleh individu.
- Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis.
- Berpikir irrasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan kultur tempat dibesarkan
- Berpikir secara irrasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat pula.
- Perasaan dan berpikir negative dan penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis yang dapat diterima menurut akal yang sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
Dalam
pandangan TRE yang didefinisikan sebagai “berpikir dan bertingkah laku
irrasional” adalah suatu keadaan alami yang pada taraf tertentu menimpa
seseorang.
Adapun
ciri-ciri berpikir irrasional adalah:
1.
Tidak dapat
dibuktikan.
2.
Menimbulkan
perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak
perlu.
3.
Menghalangi
individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif.
Sebab-sebab
individu tidak mampu berpikir secara rasional disebabkan oleh:
1. Individu tidak berpikir jelas
tentang saat ini dan yang akan datang, antara kenyatan dan imajinasi
2. Individu tergantung pada perencanaan dan
pemikiran orang lain.
3. Orang tua atau masyarakat memiliki
kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan kepada individu melalui
berbagai media.
Ellis (Shertzer & Stone, 1980, 175-176) mengemukakan
ada 12 pikiran tak rasional (ide irasional) yang dapat menimbulkan perilaku
neurosis atau psikosis. Kedua belas ide irasional itu adalah :
- Ide Irasional 1 : Bahwa manusia yang hidup dalam masyarakat mau tidak mau dapat dicintai ataupun ditolak oleh orang lain disekitarnya setiap saat.
- Ide Irasional 2 : Bahwa seseorang yang hidup dalam masyarakat harus mempersiapkan diri secara kompeten, adekuat agar ia dapat mencapai kehidupan yang layak dan berguna bagi masyarakat.
- Ide Irasional 3 : Bahwa banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat ataupun kejam dan oleh karena itu patut disalahkan, dihukum setimpal dengan dosanya.
- Ide Irasional 4 : Bahwa kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai kemungkinan malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya.
- Ide Irasional 5 : Bahwa ketidaksenangan atau penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal (hal-hal dari luar) dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk mengontrol perasaan-perasaannya atau untuk menghilangkan perasaan-perasaan depresi atau yang bertentangan.
- Ide Irasional 6 : Bila ada sesuatu hal atau peristiwa yang berbahaya atau menakutkan, maka individu harus berusaha keras untuk menghadapi dan mengatasi depresi atau yang bertentangan.
- Ide Irasional 7 : Bahwa lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dan tanggungjawab diri daripada berusaha untuk menghadapi dan menanganinya hanya untuk menghargai bentuk disiplin diri.
- Ide Irasional 8 : Bahwa sisa – sisa pengalaman masa lalu semuanya sangat penting, karena hal itu berpengaruh sangat kuat terhadap kehidupan dan menentukan perasaan dan perilaku individu yang ada sekarang.
- Ide Irasional 9 : Bahwa individu akan lebih baik untuk menghindarkan diri daripada mengerjakan sesuatu, dan bahwa sesuatu situasi atau peristiwa akan dipandang sebagai hal membahayakan jika tidak secepatnya ditemukan pemecahan yang baik terhadap kehidupan yang bertentangan.
- Ide Irasional 10 : Bahwa individu akan mencapai kebahagiaan hidup dengan menyenangkan diri sendiri.
- Ide Irasional 11 : Bahwa individu akan mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan, atau memerlukan kekuatan supernatural untuk mencapainya.
- Ide Irasional 12 : Bahwa individu secara umum mempunyai nilai diri sebagai manusia dan penerimaan diri untuk tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu.
Menurut
Albert Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang diprogram untuk selalu menanggapi
pengondisian – pengondisian semacam ini. Keyakinan – keyakinan irasional tadi
biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa jenis pikiran -
pikiran yang keliru yang biasanya diterapkan orang, di antaranya:
1. Mengabaikan hal-hal yang positif.
2. Terpaku pada yang negative.
3. Terlalu cepat menggeneralisasi
Secara ringkas,
Ellis mengatakan bahwa ada tiga keyakinan irasional:
1. “Saya harus
punya kemampuan sempurna, atau saya akan jadi orang yang tidak berguna”
2. “Orang lain
harus memahami dan mempertimbangkan saya, atau mereka akan menderita”.
3. “Kenyataan
harus memberi kebahagiaan pada saya, atau saya akan binasa”.
c.
Teori
RET
Salah satu teori utama mengenai kepribadian yang ditemukan
oleh Albert Ellis dan para penganut Rational Emotive Therapy dikenal dengan Teori
A-B-C-D-E. Teori ini merupakan sentral dari teori dan praktek RET. Secara umum
dijelaskan dalam bagan sebagai berikut :
Komponen
|
Proses
|
|
A
|
Activity /
Action / Agent
Hal – hal,
situasi, kegiatan atau peristiwa yang mengawali atau yang menggerakkan
individu. (Antecedent or Activating event)
|
External
Event
Kejadian
diluar atau sekitar individu
|
Ib
rB
|
Irrational
Beliefs, yakni keyakinan – keyakinan irasional atau tidak layak terhadap
kejadian eksternal (A)
Rational
Beliefs, yakni keyakinan – keyakinan yang rasional atau layak dan secara empirik
mendukung kejadian eksternal (A).
|
Self verbalization
Terjadi dalam
diri individu, yakni apa yang terus menerus ia katakan berhubungan dengan A
terhadap dirinya.
|
iC
rC
|
Irrational Consequences, yaitu
konsekuensi – konsekuensi yang tidak layak yang berasal dari (A).
Rational or reasonable Consequences, yakni
konsekuensi – konsekuensi rasional atau layak yang dianggap berasal dari rB =
keyakinan yang rasional.
|
Rational
Beliefs, yakni keyakinan – keyakinan yang rasional atau layak secara empirik
mendukung kejadian – kejadian eksternal (A).
|
D
|
Dispute irrational beliefs, yakni keyakinan
– keyakinan irasional dalam diri individu saling bertentangan (Disputing).
|
Validate or invalidate self-verbalization, yakni suatu
proses self-verbalization dalam diri individu.
|
CE
|
Cognitive Effect of Disputing, yakni efek
kognitif yang terjadi dari pertentangan (disputing) dalam keyakinan –
keyakinan irasional.
|
Change self-verbalization, terjadinya
perubahan dalam verbalisasi diri pada individu
|
BE
|
Behavioral Effect of Disputing, yakni efek
dalam perilaku yang terjadi dalam pertentangan kejadian – kejadian irasional.
|
Change Behavior, yakni terjadinya perubahan perilaku
dalam diri individu.
|
d. Karakteristik Proses Konseling
Rasional-Emotif :
- Aktif - direktif, artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
- Kognitif - eksperiensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
- Emotif - ekspreriensial, artinta bahwa hubungan konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada aspek emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
- Behavioristik, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan tingkah laku klien.
- Kondisional, artinya bahwa hubungan dalam terapi rasional-emotif dilakukan dengan membuat kondisi-kondisi tertentu terhadap klien melalui berbagai teknik kondisioning untuk mencapai tujuan terapi konseling.
e.
Teknik
Konseling
Pendekatan
konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif,
afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Beberapa teknik
dimaksud antara lain adalah sebagai berikut:
Teknik-Teknik
Emotif (Afektif)
a. Assertive
adaptive
Teknik
yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara
terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan.
Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
b. Bermain
peran
Teknik
untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan
negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien
dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
c. Imitasi
Teknik
untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan
maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
Teknik-teknik
Behavioristik
a.
Reinforcement
Teknik
untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan
jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). eknik ini
dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada
klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif. Dengan memberikan
reward ataupun punishment, maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai
yang diharapkan kepadanya.
b. Social
modeling
Teknik
untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini dilakukan
agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara
imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan
menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah
tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.
Teknik-teknik
Kognitif
a. Home work
assigments,
Teknik
yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan
diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah
laku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat
mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional
dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk
mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan
tertentu berdasarkan tugas yang diberikan
Pelaksanaan
home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu
pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan
mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta
kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi
ketergantungannya kepada konselor.
b. Latihan
assertive
Teknik
untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku
tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru
model-model sosial. Maksud utama teknik latihan asertif adalah :
(a)
mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan
emosinya;
(b)
membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa
menolak atau memusuhi hak asasi orang lain;
(c)
mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri; dan
(d)
meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang
cocok untuk diri sendiri.
f. Peran Konseling
Albert Ellis (1973) memberikan gambaran tentang apa yang
dapat dilakukan oleh praktisi rasional-emotive yaitu,
- Mengajak, mendorong klien untuk menanggalkan ide-ide irasional yang mendasari gangguan emosional dan perilaku.
- Menantang klien dengan berbagai ide yang valid dan rasional.
- Menunjukkan kepada klien azas ilogis dalam berpikirnya.
- Menggunakan analisis logis untuk mengurangi keyakinan – keyakinan irasional (irrational beliefs) klien.
- Menunjukkan bahwa keyakinan – keyakinan irasional ini adalah inoperatif dan bahkan hal ini pasti senantiasa mengarahkan klien pada gangguan – gangguan behavioral dan emosional.
- Menggunakan absurdity dan humor untuk menantang irasionalitas pemikiran klien.
- Menjelaskan kepada klien bagaimana ide – ide yang irasional ini dapat ditempatkan kembali atau disubtitusikan kepada ide – ide rasional yang harus secara empirik melatarbelakangi kehidupannya.
- Mengajarkan kepada klien bagaimana mengaplikasikan pendekatan – pendekatan ilmiah, obyektif dan logis dalam berpikir dan selanjutnya melatih diri klien untuk mengobservasi dan menghayati sendiri bahwa ide – ide irasional dan deduksi – deduksi hanya akan membantu perkembangan perilaku dan perasaan – perasaan yang dapat menghambat perkembangan dirinya.
g. Tujuan Konseling
- Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.
- Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
Secara lebih khusus, Ellis (Corey, 19867;215) menyebutkan
bahwa dengan terapi rasional-emotif akan tercapai pribadi yang di tandai dengan
:
- Minat kepada diri sendiri
- Minat sosial
- Pengarahan diri
- Toleransi terhadap pihak lain
- Fleksibelitas
- Menerima ketidakpastian
- Komitmen terhadap sesuatu diluar dirinya
- Berpikir ilmiah
- Penerimaan diri
- Berani mengambil resiko
- “Non utopianism” yaitu menerima kenyataan.
6 . Teori Konseling Behavioristik
Teori ini dikembangkan oleh Arnold Lazarus (lahir 1932).
Behaviour Therapy and Beyond merupakan salah satu buku dari buku-buku awal
Lazarus yang membicarakan terapi behavioral-kognitif, yang secara
berturut-turut menjadi pendekatannya yang sistematis dan komprehensif dengan
sebutan multidimensional therapy (terapi multi sarana).
a. Pendekatan Behavioristik
Pendekatan Behavioristik memiliki tiga karakteristik yakni
pemecahan masalah (problem solving), pendekatan perubahan terfokus (change
focused approach) untuk menghadapi klien, penghormatan terhadap
nilai ilmiah; dan memiliki perhatian yang lebih terhadap proses kognitif – alat
untuk mengontrol dan memonitor tingkah laku mereka.
Perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat
diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Konselor
behavioral membatasi perilaku sebagai fungsi interaksi antara pembawaan dengan
lingkungan. Perilaku yang dapat diamati merupakan suatu kepedulian utama dari
para konselor sebagai kriteria pengukuran keberhasilan konseling. Pada
dasarnya, proses konseling merupakan suatu penataan proses atau pengalaman
belajar untuk membantu individu mengubah perilakunya agar dapat memecahkan
masalahnya.
Thoresen (Shertzer & Stone, 1980, 188) memberi ciri
konseling behavioral sebagai berikut
1.
Kebanyakan
perilaku manusia dipelajari dan karena itu dapat diubah.
2.
Perubahan-perubahan
khusus terhadap lingkungan individual dapat membantu dalam mengubah
perilaku-perilaku yang relevan. Prosedur-prosedur konseling berusaha membawa
perubahan-perubahan yang relevan dalam perilaku klien dengan mengubah
lingkungan.
3.
Prinsip-prinsip
belajar special seperti “reinforcement”dan “social modeling”,
dapat digunakan untuk mengembangkan prosedur-prosedur konseling.
4.
Keefektifan
konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan dalam perilaku-perilaku
khusus di luar wawancara prosedur-proseedur konseling.
5.
Prosedur-prosedur
konseling tidak statis, tetap atau ditentukan sebelumnya, tetapi dapat secara
khusus di desain untuk membantu klien dalam memecahkan masalah khusus.
7. Proses konseling
Menurut Krumboltz dan Thoresen (Shertzer & Stone,
1980,190), konseling behavioral merupakan suatu proses membantu orang untuk
belajar memecahkan masalah interpersonal, emosional dan keputusan tertentu.
Konselor berperan membantu dalam proses belajar dengan menciptakan kondisi yang
sedemikian rupa sehingga klien dapat mengubah perilakunya serta memecahkan
masalahnya. Sedangkan pemahaman diperlukan pada saat membentuk pengalaman
belajar.
Menurut Corey, (1986, 178) ada tiga fungsi tujuan dalam
konseling behavioral yaitu:
1. Sebagai refleksi masalah klien dan
sebagai arah bagi konseling
2. Sebagai dasar pemilihan dan
penggunaan strategi konseling
3. Sebagai kerangka untuk menilai hasil
konseling
Urutan pemilihan dan penetapan tujuan yang digambarkan oleh
Cormier and Cormier (Corey, 1986,178) sebagai salah satu bentuk kerjasama
antara konselor dengan klien adalah
sebagai berikut :
1. Konselor menjelaskan maksud tujuan.
2. Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai
hasil konseling.
3. Klien dan konselor menetapkan tujuan
yang telah ditetapkan apakah merupakan perubahan yang dimiliki oleh klien.
4. Bersama-sama menjajagi apakah tujuan
itu realistik.
5. Mereka mendiskusikan kemungkinan
manfaat-manfaat tujuan.
6. Mereka mendiskusikan kemungkinan
kerugian-kerugian tujuan.
7. Atas dasar informasi yang diperoleh
tentang tujuan klien, konselor dan klien membuat salah satu keputusan berikut:
untuk melanjutkan konseling atau mempertimbangkan kembali tujuan akan mencari
referal.
8.
Metode
yang dapat digunakan menurut Krumboltz
1. Pendekatan Operant learning. Dalam
pendekatan ini, hal yang terpenting adalah penguatan (reinforcement) yang
dapat menghasilkan perilaku klien yang dikehendaki.
2. Metode unitative learning atau
social modeling. Dalam metode ini diterapkan oleh konselor dengan merancang
suatu perilaku adaptif yang dapat dijadikan model oleh klien.
3. Metode cognitive learning merupakan
metode yang berupa pengajaran secara verbal, kontrak antara konselor dengan
klien dan bermain peran.
4. Metode emotional learning diterapkan
pada individu yang mengalami suatu kecemasan.
9. Kritik dan kontribusi
Beberapa kritik terhadap konseling behavioral adalah antara
lain:
1. Konseling behavioral bersifat
dingin, kurang menyentuh aspek pribadi, bersifat manipulatif dan
mengabaikan hubungan antar pribadi.
2. Konseling behavioral lebih
terkonsentrasi pada teknik.
3. Meskipun konselor behavioral sering
menyatakan persetujuan kepada tujuan klien, akan tetapi pemilihan tujuan lebih
sering ditentukan oleh konselor.
4. Meskipun konselor behavioral
menegaskan bahwa setiap klien adalah unik dan menuntut perlakuan yang unik dan
spesifik, akan tetapi masalah satu klien sering sama dengan klien lain dan oleh
karena itu tidak menuntut strategi konseling yang unik.
5. Konstruk belajar yang dikembangkan
dan digunakan oleh konselor behavioral tidak cukup komprehensif untuk
menjelaskan belajar dan harus dipandang hanya sebagai suatu hipotesis yang
harus dites.
6. Perubahan klien hanya berupa gejala
yang dapat berpindah kepada bentuk perilaku yang lain.
Sedangkan kontribusi konseling behavioral adalah sebagai
berikut:
1. Telah mengembangkan konseling
sebagai ilmu karena mengundang penelitian dan menerapkan ilmu pengetahuan
kepada proses konseling.
2. Mengembangkan perilaku yang spesifik
sebagai hasil konseling yang dapat diukur.
3. Memberikan ilustrasi bagaimana
mengatasi keterbatasan lingkungan.
4. Penekanan bahwa konseling hendaknya
memusatkan pada perilaku sekarang dan bukan pada perilaku di masa lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar