Minggu, 20 Maret 2016

PENDEKATAN DAN MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM



PENDEKATAN DAN MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM


A.       Pendekatan Pengembangan Kurikulum

Dilihat dari cakupan pemgembangannya, ada beberapa pendekatan yang dapat diterapkan dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
1.      Pendekatan Top-Down
Dikatakan Pendekatan top down, disebabkan pengembangan kurikulum muncul atas inisiatif para pejabat pendidikan atau para administrator atau dari para pemegang kebijakan (pejabat) pendidikan seperti dirjen atau para kepala Kantor Wilayah. Selanjutnya dengan menggunakan semacam garis komando, pengembangan kurikulum menetes ke bawah. Oleh karena dimulai dari atas itulah, pendekatan ini juga dinamakan line staff model. Biasanya pendekatan ini banyak dipakai di negara-negara yang memiliki sistem pendidikan sentralisasi. Dilihat dari cakupan pengembangannya, pendekatan top down bisa dilakukan baik untuk menyusun kurikulum yang benar-benar baru (curriculum construction) ataupun untuk penyempurnaan kurikulum yang sudah ada (curriculum improvement). Prosedur kerja atau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan kira-kira yaitu.
Langkah pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan. Anggota tim biasanya terdiri dari pejabat yang ada di bawahnya, seperti para pengawas pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan bisa juga ditambah dengan para tokoh dari dunia kerja. Tugas tim pengarah ini adalah merumuskan konsep dasar, garis-garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah, dan tujuan umum pendidikan.
Langkah kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah. Anggota kelompok kerja ini adalah para ahli kurikulum, para ahli disiplin ilmu dari perpendidikan tinggi, ditambahkan dengan pendidik-pendidik senior yang dianggap sudah berpengalaman. Tugas pokok tim ini adalah merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan umum, memilih dan menyusun sequence bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan alat atau petunjuk evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi pendidik.
Ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja, selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-catatan atau direvisi. Bila dianggap perlu kurikulum itu diujicobakan dan dievaluasi kelayakannya, oleh suatu tim yang ditunjuk oleh para administrator. Hasil uji coba itu digunakan sebagai bahan penyempurnaan.
Keempat, para administrastor selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu.
Dari langkah-langkah pengembangan yang telah dikemukakan di atas, maka tampak jelas bahwa inisiatif penyempurnaan atau perubahan kurikulum dimulai oleh pemegang kebijakan kurikulum, atau para pejabat yang berhubungan dengan pendidikan; sedangkan tugas pendidik hanya sebagai pelaksana kurikulum, yang telah ditentukan oleh para pemegang kebijakan. Oleh karena itulah, proses pengembangan dengan pendekatan top down dinamaka juga pendekatan dengan sistem komando.
2.      Pendekatan Grass-roots
Kalau pada pendekatan administratif inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari para pemegang kebijakan kemudian turun ke staf-nya atau dari atas ke bawah, maka dalam model grass roots, inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari lapangan atau dari pendidik-pendidik sebagai implementator, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih luas, makanya pendekatan ini dinamakan juga pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena sifatnya yang demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam menyempurnaan kurikulum (curriculum improvement), walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum construction). Pendekatan grass-roots dapat berlangsung:
Pertama, manakala kurikulum itu benar-benar bersifat lentur sehingga memberian kesempatan kepada setiap pendidik secara lebih terbuka untuk memperbarui atau menyempurnakan kurikulum yang sedang diberlakukan. Kurikulum yang bersifat kaku, yang hanya mengandung petunjuk dan persyaratan teknis sangat sulit dilakukan pengembangannya dengan pendekatan ini.
Kedua, pendekatan grass roots hanya mungkin terjadi manakala pendidik memiliki sikap profesional yang tinggi disertai kemampuan yang memadai. Sikap professional itu biasanya ditandai dengan keinginan untuk mencoba dan mencoba sesuatu yang baru dala upaya meningkatkan kinerjanya. Seorang professional itu akan selalu berusaha menambah pengetahuan dan wawasannya dengan menggali sumber-sumber pengetahuan; ia juga akan selalu mencoba dan mencoba untuk mencapai kesempurnaan. Tidak akan puas dengan hasil yang minimal. Ia bisa tenang manakal hasil kinerjanya telah sesuai dengan target maksimalnya. Dalam kondisi yang demikianlah grass roots akan terjadi.
Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat kita lakukan manakala menggunakan pendekatan grass roots ini.
Pertama, menyadari adanya masalah. Pendekatan grass roots ini biasanya diawali dengan keresahan pendidik tentang kurikulum yang berlaku. Misalnya dirasakan ketidak cocokan penggunaan strategi pembelajaran, atau kegiatan evaluasi seperti yang diharapkan, atau masalah kurangnya motivasi belajar peserta didik sehingga kita merasa terganggu, dan lain sebagainya. Pemahaman dan kesadaran pendidik akan adanya suatu masalah merupakan kunci dalam grass roots. Tanpa adanya kesadaran masalah tidak mungkin gras root dapat berlangsung.
Kedua, mengadakan refleksi. Kalau kita merasakan adanya masalah, maka selanjutnya kita berusaha mencari penyebab munculnya masalah tersebut. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literatur yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang kita hadapi atau mengkaji sumber informasi lain misalnya melacak sumber-sumber dari internet; atau melakukan diskusi dengan teman sejawat dan mengkaji sumber dari lapangan, misalnya melakukan wawancara dengan peserta didik, orang tua atau sumber lain.
Ketiga, mengajukan hipotesis atau jawaban sementara. Berdasarkan hasil kajian refleksi, selanjutnya pendidik memetakan berbagai kemungkinan munculnya masalah dan cara pengulangannya.
Keempat, menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan. Tidak mungkin berbagai kemungkinan bisa kita laksanakan. Dalam langkah ini kita hanya bisa memilih kemungkinan yang dapat kita lakukan dan selanjutnya merencakan apa yang seharusnya kita lakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Disamping itu kita juga dapat memperhitungkan berbagai kemungkinan yang akan muncul, misalnya sebagai hambatan yang akan terjadi sehingga lebih dan kita akan dapat mengatasi hambatan-hambatan tersebut.
Kelima, mengimplemenasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus menerus hingga terpecahlah masalah yang dihadapi. Dalam proses pelaksanaanya kita dapat berkolaborasi atau meminta pendapat teman sejawat.
Keenam, membuat dan menyusun laporan hasil pelaksanaan pengembangan melalui grass roots. Langkah ini sangat penting dilakukan sebagai bahan publikasi dan diseminasi, sehingga kemungkinan dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang lain yang pada glirannya hasil pengembangan dapat tersebar.
Manakala kita perhatikan, peran pendidik sebagai implementator perubahan dan penyempurnaan kurikulum dengan pendekatan grass roots sangat menentukan. Tugas para administrator dalam pengembangan model ini, tidak lagi berperan sebagai pengendali pengembangan akan tetapi hanya sebagai motivator, dan fasilitator. Perubahan atau penyempurnaan kurikulum bisa dimulai oleh pendidik secara individual atau bisa juga oleh kelompok pendidik, contohnya pendidik-pendidik bidang studi dari beberapa sekolah.

B.       Model-Model Pengembangan Kurikulum

Dalam pengembangan kurikulum ada beberapa model pengembangan kurikulum menurut para ahli. Setiap model memiliki kekhasan tertentu baik dilihat dari keluasan pengembangan kurikulumnya itu sendiri maupun dilihat dari tahapan pengembangannya sesuai dengan pendekatan.
1.      Model Ralph W. Tyler
Menurut Tyler ada empat tahap yang harus dilakukan untuk pengembangan kurikulum
a.       Menentukan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan harus menggambarkan perilaku akhir peserta didik setelah mengikuti program pendidikan, sehingga tujuan tersebut harus dirumuskan secara jelas agar mempermudah tujuan untuk dicapai. Arah penentuan tujuan pendidikan ada lima faktor, yaitu: pengembangan kemampuan berpikir, membantu memperoleh informasi, sikap kemasyarakatan, minat peserta didik, dan sikap sosial.
b.      Menentukan proses pembelajaran
c.       Aspek yang harus diperhatikan dalam penentuan proses pembelajaran adalah persepsi dan latar belakang peserta didik. Dalam proses pembelajaran akan terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungan atau sumber belajar yang tujuannya untuk membentuk sikap, pengetahuan, dan keterampilan sehingga menjadi perilaku yang utuh.
d.      Menentukan organisasi pengalaman belajar. Didalamnya harus mencakup tahapan-tahapan belajar dan isi atau materi belajar. Pengorganisasian pengalaman belajar bisa dilakukan baik secara vertical maupun horizontal, serta memperhatikan aspek kesinambungan.
e.       Menentukan evaluasi pembelajaran. Jenis penilaian yang akan digunakan, harus sesuai dengan sifat dari tujuan pendidikan, materi pembelajaran, proses belajar yang telah ditetapkan sebelumnya, serta prinsip-prinsip evaluasi yang ada.
2.      Hilda Taba
Model Taba lebih menitikberatkan kepada bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatu proses perbaikan dan penyempurnaan. Lima langkah pengembangan kurikulum model Taba: 1) menghasilkan unit-unit percobaan, 2) menguji coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan kelayakan penggunaannya, 3) merevisi dan mengonsolidasi unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh dalam uji coba, 4) mengembangkan keseluruhan kurikulum, dan 5) implementasi dan diseminasi kurikulum yang telah teruji.
3.      Peter F. Olivia
Perencanaan kurikulum terjadi pada berbagai tingkatan. Kurikulum dapat terlibat pada beberapa tingkat kurikulum dalam waktu yang sama. Pendidik yang terlibat dalam perencanaan kurikulum di tingkat kelas, pendidik juga yang paling berpartisipasi dalam kurikulum. Tingkat perencanaan di mana fungsi pendidik dapat dikonseptualisasikan sebagai sosok yang ditunjukkan.
4.      Beauchamp
Model ini di namakan sistem Beauchamp, karena diciptakan dan dikembangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan ada lima langkah dalam proses pengembangan kurikulumyaitu: 1) menetapkan wilayah atau arena yang akan melakukan perubahan suatu kurikulum, 2) menetapkan orang-orang yang akan terlibat dalam proses pengembangan kurikulum, 3) menetapkan prosedur yang akan ditempuh, 4) implementasi kurikulum, dan 5) melaksanakan evaluasi kurikulum.
5.      Wheeler
Menurut Wheeler, pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang membentuk lingkaran. Proses pengembangan kurikulum yang terjadi secara terus-menerus. Wheeler berpendapat, pengembangan kurikulum terdiri dari 5 tahap, yakni: 1) menentukan tujuan umum dan tujuan khusus, 2) menentukan pengalaman belajar yang mungkin dapat dilakukan oleh peserta didik untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam langkah pertama, 3) menentukan isi atau materi pembelajaran sesuai dengan pengalaman belajar, 4) mengorganisasi atau menyatukan pengalaman belajar atau materi belajar, dan 5) melakukan evaluasi setiap fase pengembangan dan pencapaian tujuan.
6.      Nicholls
Model pengembangan kurikulum Nicholls menggunakan pendekatan siklus seperti model Wheeler. Model Nicholls digunakan apabila ingin menyusun kurikulum baru yang diakibatkan oleh terjadinya perubahan situasi. Lima langkah pengembangan kurikulum menurut Nicholls, yaitu: 1) analisis situasi, 2) menentukan tujuan khusus, 3) menentukan dan mengorganisasi isi pelajaran, 4) menentukan dan mengorganisasi metode, dan 5) evaluasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar