Minggu, 18 Agustus 2013

Kurikulum dan Guru dalam Perspektif Budaya

BAB I

PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang Masalah
Pendidikan dengan segala komponennya (termasuk kurikulum dan guru) memiliki keterkaitan yang erat dengan kebudayaan yang tumbuh dalam suatu tatanan masyarakat. Kebudayaan menentukan arah, isi dan proses pendidikan (sosialisasi atau enkulturasi). Sedangkan pendidikan memiliki fungsi konservasi dan fungsi kreasi (perubahan, inovasi) bagi masyarakat dan kebudayaannya. Pendidikan berfungsi memberdayakan potensi manusia untuk mewariskan, mengembangkan dan membangun kebudayaan serta peradaban masa depan. Di satu sisi, pendidikan berfungsi untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang positif, di sisi lain pendidikan berfungsi untuk menciptakan perubahan ke arah kehidupan yang lebih inovatif.
Kebijakan politik di Indonesia dalam bidang pendidikan, juga mengalami pergeseran pola pikir, yaitu dari pola pendidikan yang terpusat (sentralisasi) menjadi pendidikan yang desentralisasi berdasarkan pada otonomi daerah. Melalui desentralisasi pendidikan ini, daerah memiliki porsi lebih besar dalam menentukan kebijakan dalam pendidikan, artinya daerah dan sekolah diberi kewenangan untuk menentukan sistem yang akan digunakan dalam melaksanakan proses pembelajaran, salah satunya menyangkut pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum ini didasarkan pada karakteristik, kebutuhan, perkembangan daerah serta kemampuan sekolah (Saodih, 2002).
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan yang dapat menentukan proses dan hasil pendidikan. Pendidikan bukan hanya membangun pengetahuan semata, namun memberikan bekal keterampilan serta nilai-nilai kebudayaan bangsa, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Tujuan pendidikan tersebut hendaknya tergambar jelas dalam pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang sedang kita pedomani saat sekarang ini sebelum lahir lagi kurikulum baru. Jika pelaksanaan KTSP ini sudah dimaksimalkan, sepertinya belum akan dibutuhkan perubahan kurikulum lagi, karena perubahan kurikulum belum menjamin peningkatan proses dan hasil pendidikan.
Hal yang paling dibutuhkan saat ini bukan perubahan kurikulum, tapi peningkatan kualitas guru dan budaya belajar siswa. Guru harus menjadi sosok yang mandiri dan teladan manusia merdeka yang tidak mudah diintimidasi oleh birokrat pendidikan serta wali siswa. Pembinaan kualitas guru ini harus dilakukan oleh organisasi profesi guru, bukan oleh Pemerintah. Guru tidak boleh dipandang hanya sebagai pegawai, tapi sebagai profesional yang bekerja dengan berpedoman pada kode etik guru. Guru merupakan ujung tombak keberhasilan pendidikan yang terlibat langsung dalam mengembangkan, memantau dan melaksanakan kurikulum, sehingga fungsi pendidikan untuk melestarikan nilai-nilai budaya bangsa dapat tercapai dengan baik.
Pengembangan nilai-nilai budaya bangsa dimulai dari memperbaiki budaya belajar siswa. Mulailah dengan membangun budaya membaca yang sehat dan kembangkan budaya menulis, lalu beri kesempatan luas untuk berbicara. Begitulah budaya belajar di sekolah dibentuk, yaitu dari perencanaan yang matang (kurikulum). Jadikan sekolah sebagai tempat siswa belajar, bukan sekedar tempat guru mengajar, dan statistik kelulusan ujian diukur untuk kepentingan birokrasi. Jika budaya belajar siswa sudah baik, maka penanaman nilai-nilai budaya bangsa yang lainnya akan mudah dilakukan. Dari keterkaitan antara kurikulum yang sempurna, peranan guru yang profesional dan kebudayaan yang bersifat membangun, maka penulis tertarik menyusun makalah ini tentang “Kurikulum dan Guru dalam Perspektif Budaya”.


B.     Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang masalah, maka tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1.      Mengetahui tentang hakekat kurikulum
2.      Mengetahui kedudukan guru dalam kurikulum
3.      Menjelaskan tentang kurikulum dalam perspektif budaya
4.      Menjelaskan tentang peranan guru dalam perspektif budaya

C.     Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini mudah-mudahan dapat bermanfaat untuk menambah pemahaman penulis dan pembaca sebagai guru dan calon guru tentang pentingnya kurikulum dalam perkembangan budaya bangsa. Selain itu juga menambah wawasan tentang bagaimana menjadi guru yang profesional demi kemajuan pendidikan dan kebudayaan kita.










BAB II

PEMBAHASAN


1.   Pengertian Kurikulum
Pengertian kurikulum senantiasa berkembang terus sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan. Namun, pemahaman konsep dasar mengenai kurikulum ini tetaplah sama. Berikut ini adalah beberapa pengertian kurikulum ditinjau dari beberapa sudut pandang, seperti yang ditulis Putra (2010).
a)       Secara Etimologis
Webster’s Third New International Dictionary menyebutkan kurikulum berasal dari kata curere dalam bahasa latin Currerre yang berarti: Perjalanan, suatu pengalaman tanda berhenti. Sedangkan menurut satuan pelajaran yang dibuat oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang berarti “jarak yang ditempuh” yang semula dipakai dalam dunia olahraga.
b)      Secara Tradisional
Dalam pandangan klasik, kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah yang mencakup pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah. Pengertian tradisional ini telah diterapkan dalam penyusunan kurikulum seperti kurikulum SD dengan nama “Rencana Pelajaran Sekolah Rakyat” tahun 1927 sampai pada tahun 1964 yang isinya sejumlah mata pelajaran yang diberikan.
c)       Secara Modern
Alam pandangan Modern, yaitu salah satunya disampaikan oleh Adiwikarta (1994) bahwa kurikulum adalah segala pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bagi suatu lembaga pendidikan”.

Dari berbagai pengertian kurikulum diatas dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan suatu usaha terencana dan terorganisir untuk menciptakan suatu pengalaman belajar bagi siswa di bawah tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan untuk mencapai suatu tujuan lembaga pendidikan tersebut.
Sehubungan dengan definisi tentang kurikulum, juga perlu melihat definisi kurikulum yang tercantum dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) yang berbunyi: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka NKRI dengan memperhatikan:
ü  Peningkatan iman dan takwa;
ü  Peningkatan akhlak mulia;
ü  Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
ü  Keragaman potensi daerah dan lingkungan;
ü  Tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
ü  Tuntutan dunia kerja;
ü  Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
ü  Agama;
ü  Dinamika perkembangan global;
ü  Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.   
(Sumber: Depdiknas, 2003)

2.   Kedudukan, Komponen dan Landasan Kurikulum
Menurut Soemarno (2009) “Kurikulum ideal memegang peranan yang sangat penting dalam merancang pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa”. Adapun kedudukan sebuah kurikulum dalam pendidikan adalah:
a.              Kurikulum adalah "construct" yang dibangun untuk mentransfer apa yang sudah terjadi di masa lalu kepada generasi berikutnya untuk dilestarikan, diteruskan atau dikembangkan.
b.             Kurikulum berposisi sebagai jawaban untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial yang berkenaan dengan pendidikan.
c.              Kurikulum untuk membangun kehidupan masa depan dimana kehidupan masa lalu, masa sekarang, dan berbagai rencana pengembangan dan pembangunan bangsa dijadikan dasar untuk mengembangkan kehidupan masa depan.

Kurikulum sebagai sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang tujuan yang harus dicapai, isi materi, pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa, strategi dan cara yang dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata.
Landasan pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan, suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Ada empat landasan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu: Landasan Filosofis, landasan Psikologis, landasan Sosiologis dan landasan Organisatoris.
a.     Landasan Filosofis
Filosofis artinya berdasarkan filsafat. Filsafat secara harfiah dapat diartikan sebagai cinta yang mendalam akan kearifan. Filsafat sangat penting karena harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan tentang aspek kurikulum. Untuk itu tiap keputusan harus ada dasarnya. Jadi filsafat adalah cara berfikir yang sedalam-dalamnya, yakni sampai akar-akarnya tentang hakikat sesuatu.
Para pengembang kurikulum harus mempunyai filsafat yang jelas tentang apa yang mereka junjung tinggi.
b.     Landasan Psikologis Peserta didik
Implikasi dari perkembangan peserta didik terhadap pengembangan kurikulum yaitu; Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan kebutuhannya. Bagi anak yang berbakat dibidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan selanjutnya. Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai atau sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
c.      Landasan Sosiologis
Di dalam kehidupan kita tidak hidup sendiri, namun hidup dalam suatu masyarakat. Dalam lingkungan itulah kita memiliki tugas yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab sebagai bakti kepada masyarakat yang telah memberikan jasanya kepada kita.
Tiap masyarakat memiliki norma dan adat kebiasaan yang harus dipatuhi. Norma dan adat kebiasaan tersebut memiliki corak nilai yang berbeda-beda, selain itu masing-masing dari kita juga memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Hal inilah yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan sebuah kurikulum, termasuk perubahan tatanan masyarakat akibat perkembangan IPTEK
, sehingga masyarakat dijadikan salah satu asas dalam pengembangan kurikulum.



d.     Landasan Organisatoris
Landasan ini berkenaan dengan organisasi kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum perlu di susun suatu desain yang tepat dan fungsional. Dilihat dari organisasinya ada tiga tipe bentuk kurikulum:
ü  Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah(separated subject curriculum)
ü  Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang sejenis dihubungkan (Correlated curriculum)
ü  Kurikulum yang terdiri dari peleburan semua/hampir semua mata pelajaran (integrated curriculum)
                                    
3.   Prinsip Pengembangan Kurikulum
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Dalam hal ini, Saodih (2002) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok :
a.         Prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas.
b.        Prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, pemilihan isi pendidikan, pemilihan proses belajar mengajar, pemilihan media dan alat pelajaran, dan pemilihan kegiatan penilaian.




Sedangkan Abdullah (2007) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
a.         Prinsip relevansi;
Secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebut memiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
b.        Prinsip fleksibilitas;
Yaitu dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
c.         Prinsip kontinuitas;
Yakni adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
d.        Prinsip efisiensi;
Yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.



e.         Prinsip efektivitas;
Yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.

B.     Kedudukan Guru dalam Kurikulum
Kurikulum memiliki dua fungsi yang sama pentingnya yakni kurikulum sebagai dokumen dan kurikulum sebagai implementasinya. Sebagai sebuah dokumen kurikulum berfungsi sebagai pedoman bagi guru dan kurikulum sebagai implementasi adalah realisasi dari pedoman tersebut dalam kegiatan pembelajaran. Guru merupakan salah satu faktor penting dalam implementasi kurikulum. Bagaimanapun idealnya suatu kurikulum tanpa ditunjang oleh kemampuan guru untuk mengimplementasikannya, maka kurikulum itu tidak akan bermakna sebagai suatu alat pendidikan, dan sebaliknya pembelajaran tanpa kurikulum sebagai pedoman tidak akan efektif. Kusnandar (2007) mencatat peran guru dalam kurikulum adalah sebagai berikut:
1.         Guru sebagai implementers
Guru berperan untuk mengaplikasikan kurikulum yang sudah ada. Dalam pengembangan kurikulum guru dianggap sebagai tenaga teknis yang hanya bertanggung jawab dalam mengimplementasikan berbagai ketentuan yang ada. Akibatnya kurikulum bersifat seragam antar daerah yang satu dengan daerah yang lain. Oleh karena itu guru hanya sekadar pelaksana kurikulum, maka tingkat kreatifitas dan inovasi guru dalam merekayasa pembelajaran sangat lemah. Guru tidak terpacu untuk melakukan berbagai pembaruan. Mengajar dianggapnya bukan sebagai pekerjaan profesional, tetapi sebagai tugas rutin atau tugas keseharian.
2.         Peran guru sebagai adapters
Lebih dari hanya sebagai pelaksana kurikulum, akan tetapi juga sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik dan kebutuhan siswa dan kebutuhan daerah. Guru diberi kewenangan untuk menyesuaikan kurikulum yang sudah ada dengan karakteristik sekolah dan kebutuhan lokal. Hal ini sangat tepat dengan kebijakan KTSP dimana para perancang kurikulum hanya menentukan standat isi sebagai standar minimal yang harus dicapai, bagaimana implementasinya, kapan waktu pelaksanaannya, dan hal-hal teknis lainnya seluruhnya ditentukan oleh guru. Dengan demikian, peran guru sebagai adapters lebih luas dibandingkan dengan peran guru sebagai implementers.
3.         Peran sebagai pengembang kurikulum
Dalam hal ini guru memiliki kewenganan dalam mendesain sebuah kurikulum. Guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi pelajaran yang disampaikan, akan tetapi juga dapat menentukan strategi apa yang harus dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya. Sebagai pengembang kurikulum sepenuhnya guru dapat menyusun kurikulum sesuai dengan karakteristik, visi dan misi sekolah, serta sesuai dengan pengalaman belajar yang dibutuhkan siswa.
4.         Guru sebagai curriculum researcher
Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas profesional guru yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam melaksanakan perannya sebagai peneliti, guru memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai komponen kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum, menguji efektifitas program, menguji strategi dan model pembelajaran dan lain sebagainya termasuk mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai target kurikulum. Metode yang digunakan oleh guru dalam meneliti kurikulum adalah PTK dan Lesson Study.



C.     Kurikulum Dan Guru Dalam Perspektif Budaya
1.       Kurikulum Dalam Perspektif Budaya
                Dalam mengkaji kurikulum dari sudut pandang budaya, harus bermula dari tiga fakta atau masalah dalam budaya masa kini yang menimbulkan isu-isu penting bagi kurikulum. Ketiga isu penting tersebut antara lain: kebudayaan yang cenderung berubah demikian cepatnya, kebudayaan tumbuh lebih kompleks dan banyak orang yang tidak berkesempatan untuk memasuki kebudayaan kelas menengah yang dominan.
a)   Kurikulum Untuk Suatu Kebudayaan yang Berubah
Dalam sebuah kebudayaan yang stabil, pengetahuan biasanya disampaikan secara vertikal dari anggota-anggota masyarakat yang lebih tua kepada generasi yang lebih muda. Bahkan dalam kebudayaan yang lebih dinamis seperti kebudayaan Amerika, pendidikan formal mengikuti pola itu. pengetahuan yang telah diuji oleh yang tua, disampaikan oleh yang tua (dalam hal ini guru) yang berpengalaman, kepada yang muda (siswa) yang belum berpengalaman. Sebagai hasilnya, makin banyak pengetahuan yang disampaikan ”secara harfiah” dari yang tahu kepada yang belum tahu tanpa memandang umur.
Tiga hal yang harus dilakukan kurikulum terhadap perubahan budaya yang begitu cepat antara lain:
ü  Kurikulum harus sesuai dengan tuntutan masyarakat
ü  Kurikulum harus berorientasi pada Sains dan Teknologi
ü  Kurikulum harus memahami masyarakat dinamis
Sekarang satu dari kekuatan utama yang mendorong perubahan kebudayaan dan selanjutnya mendorong perubahan kurikulum adalah sains dan penggunaannya dalam teknologi. guru mesti mendidik siswa-siswanya untuk dapat menyesuaikan diri terhadap kejadian-kejadian di masa depan yang tidak dapat diramalkan yang pasti akan terjadi dalam masa hidup meraka. Ada dua pendapat tentang solusi pemecahan masalah pendidikan dan kebudayaan ini, yaitu solusi kaum progresif dan konservatif.
ü  Solusi Oleh Kaum Progresif
Para pendidik progresif berpendapat bahwa kurikulum pendidikan harus lebih up to date (sesuai dengan perkembangan masyarakat) untuk menyesuaikan pendidikan Amerika dengan umum dan khusus kepada kebudayaan masa kini. Dari pendidikan umum siswa-siswa harus mendapatkan latihan intelektual dan pengetahuan dasar yang diperlukan mereka umtuk mengerti keadaan sekarang dan perubahan-perubahan masa depan.
Dari kurikulum umum, harus memperoleh hirarki nilai-nilai, tidak absolut tetapi agak terbuka terhadap revisi-revisi, berdasarkan hirarki ini dia akan dapat memutuskan apakah akan menerima baik, menyetujui, atau menolak perubahan tertentu. Umpamanya, dia harus membentuk standarnya sendiri tentang moralitas umum dan pribadinya sendiri. Jika kedua jenis kurikulum berhubungan dengan kebudayaan masa kini, tapi dari titik pandang yang berbeda, siswa-siswa akan belajar bagaimana menilai berbagai situasi budaya pada waktu bersamaan sehingga dia belajar teknik-teknik bagaimana mengambil keputusan.
ü  Solusi Oleh Kaum Konservatif
Para pendidik konservatif mempertahankan bahwa dalam masa-masa perubahan yanag cepat pendidikan harus bertindak sebagai kekuatan yang menstabilkan. Menurut kaum konservatif, kekacauan yang ada dalam kebudayaan kita tidak dapat menjadi alasan untuk membingungkan anak-anak. Makin cepat tingkat perubahan, anak-anak semakin memerlukan sejumlah pengetahuan dan prinsip-prinsip yang secara radikal tidak perlu berubah, betapa banyakpun dia ditambah atau disaring.
Menyelaraskan anak terhadap perubahan dengan menggunakan sebuah fokus pada masalah-masalah masa kini mempunyai kelemahan–kelemahan antara lain hal tersebut bersifat selektis, menguntungkan kurikulum pada keadaan kebudayaan dan bukan para prinsip-prinsip bagi menentukan apa yang berharga dipelajari dari kebudayaan. Dan juga mengabaikan banyak hal dalam warisan budaya yang perlu bagi peninjauan yang matang untuk kebudayaan sekarang dan masa depan, dan menggantinya dengan ”sebuah keserasian routine dengan masalah-masalah dan ketegangan-ketegangan kehidupan modern”. Akhirnya dengan menjadikan sekolah sebagai sebuah forum bagi diskusi isu-isu masa kini, sekolah akan membuka dirinya bagi tekanan-tekanan kelompok-kelompok kepentingan yang bersaingan.  

b)    Kurikulum Sekolah Untuk Mengajarkan Kebudayaan yang Kompleks
Di Indonesia khususnya, dengan penduduk yang banyak, kompleksitas dan spesialisasi yang demikian besar, dan dengan peningkatan konsentrasi kekuasaan, peradaban industri modern secara progresif dapat mengancam fungsi pendidikan dan masyarakat dengan kekacauan. Ancaman terutama terasa akut dalam demokrasi, dimana isu-isu umum sekarang demikian banyak dan kompleks sehingga pengalaman biasa seseorang tidak bisa menjadi ukuran untuk menghargai/menilainya.
Karena kebudayaan itu bersifat kompleksitas dalam sebuah sistem, maka diharapkan kurikulum yang dirancang harus lebih terspesialisasikan atau lebih khusus lagi dalam bidang-bidang tertentu,  tetapi bukan berarti melakukan fragmentasi terhadap sistem pendidikan. Sekarang, menjadi tanggung jawab pendidikan untuk mempersiapkan individu-individu dengan pengertian tentang eleme-elemen  penting dari kebudayaannya sebagai satu keseluruhan (sistem) yang kompleks.
ü  Solusi Oleh Kaum Progresif
Usul golongan progresif ialah dengan menggunakan pendekatan sekolah dasar yang lebih umum sampai ke tingkat lanjutan melalui penggunaan kurikulum inti dalam pendidikan umum. Theodore Brameld, telah mengusulkan satu kurikulum umum yang dipadukan dalam bentuk tatanan urutan kebudayaan yang dikemukakan oleh antropologi, bahwa kurikulum harus difokuskan kepada hubungan-hubungan manusia dalam konteks agama, kelas, kasta, dan kelompok-kelompok status, kawasan daerah, bangsa-bangsa dan sistem-sistem dan keseluruhan kebudayaan. Jika sebuah program harus lebih terintegrasi daripada kurikulum akademis tradisional, program tersebut harus memadukan elemen-elemen yang beragam dalam bentuk konfigurasi yang luas dari kebudayaan.
ü  Solusi oleh Kaum Konservatif
Berlawanan dengan pandangan kaum progresif, para pendidik konservatif mempertahankan bahwa kebudayaan masa kini terlalu luas dan komplek untuk dimengerti melalui penelitian berbagai masalahnya. Pengikut konservatif etuju dengan kaum progresif tentang kebutuhan akan sebuah kurikulum yang terpadu untuk mengatasi masalah fragmentasi pengetahuan dan kebudayaan dewasa ini.
Fungsi sekolah yang sebenarnya adalah untuk menolong orang muda untuk sementara berdiri terpisah dari sebuah komplek masalah ketika ia menganalisanya dan menyusun strategi untuk menghadapi berbagai elemen-elemennya. Mereka membagi-bagi masalah hidup yang ada menjadi problem-problem yang terpisah-pisah yang dapat diselesaikan oleh metode-metode khusus yang tepat. Pengikut konservatif percaya bahwa pendidikan harus melalui tahap-tahap yang berbeda.

c)    Mendidik Orang-orang Yang Kurang Beruntung Secara Budaya
Mendidik orang-orang yang kurang beruntung secara budaya, menjadi masalah yang telah lama terjadi di Indonesia. Faktor yang terkait dalam hal ini antara lain masalah arus urbanisasi, menurunnya kualitas pusat kota yang disebabkan berbagai dampak dari urbanisasi. Banyak dari penduduk menjadi tanggung jawab pemerintah, mendapat bantuan pemerintah. Kebanyakan orang-orang yang miskin budaya disebabkan karena orang-orang tersebut umumnya berasal dari kelas bawah yang secara akademis terbelakang, maupun orangtua yang tidak sanggup memberi mereka latar belakang dan persiapan yang perlu bagi pelajar formal.
Siapakah yang dikatakan siswa yang miskin budaya? Mereka umumnya berasal dari kelas bawah dan yang secara akademis terkebelakang. Orang tua mereka tidak sanggup memberi mereka latar belakang dan persiapan yang perlu bagi pelajar formal, seperti yang biasanya diberikan oleh orang tua anak-anak kelas menengah. Untuk itu mereka membutuhkan kurikulum yang sesuai dengan kepribadian dan kondisi mental mereka. Siswa yang miskin budaya memiliki merasa bahwa masyarakat secara keseluruhan hanya menaruh sedikit perhatian terhadap mereka. Akibatnya, mereka sering mengalami kesulitan besar dalam menyesuaikan diri terhadap dunia luar maupun sekolah-sekolah yang dipenuhi oleh nilai-nilai kelas menengah.

                                                                               
2.       Guru dalam Perspektif Budaya
Penduduk yang lebih terdidik memerlukan guru-guru yang lebih terlatih dan terspesialisasi dan lebih penting bagi masyarakat, mengajar menjadi makin profesional, karena sekarang guru-guru mesti lebih berpengetahuan dan lebih sadar akan tanggung jawab mereka terhadap masyarakat. Kebebasan guru-guru juga dibatasi oleh berbagai spesialis pendidikan, seperti conselor, pengawas dan pelaksana statis. Lumrah apabila pendidik ingin meningkatkan standing profesional mereka. Salah satu cara ialah dengan memperbaiki kualitas. Guru dalam pandangan budaya maksudnya guru memiliki peranan yang menyangkut pemeliharaan warisan budaya, menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa sebagai wujud dari otoritas dan tanggungjawabnya.
a)    Otoritas Guru
Bagi penganut aliran progresif tugas guru adalah sebagian yang menyangkut pemeliharaan warisan budaya, tetapi yang sebagian lagi mempertanyakan tradisi budaya dengan menolong generasi muda berfikir secara kritis bagi diri mereka sendiri tentang masalah-masalah dunia dewasa ini. Guru harus menjadi seorang pembimbing yang akan menolong siswa-siswa yang sedang melakukan explorasi memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya dengan memberi nasehat kepadanya bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk memecahkan masalah tersebut.
b)    Peranan Guru dalam Membangun Budaya dan Karakter Bangsa
Guru, suatu  profesi yang luar biasa mulia, profesi yang sangat berperan dalam peningkatan sumber daya manusia dan kemajuan suatu bangsa. Orang-orang yang sukses di bidangnya masing-masing tidak mungkin bisa meraih keberhasilan  jika tanpa ada guru yang mengajar dan mendidiknya. Melalui gurulah seorang anak mulai diperkenalkan pada  huruf dan angka dari tidak bisa membaca jadi bisa membaca dari tidak tahu berhitung jadi bisa menjadi berhitung. Guru seorang yang mampu menginspirasi dan memotivasi siswanya, sehingga mampu berbuat sesuatu yang baik dengan kemampuannya sendiri. Di sinilah pentingnya Guru sebagai sumber keteladanan dan kemampuan dalam menumbuhkan motivasi. Dengan demikian peran seorang guru begitu penting dalam mendukung kemajuan suatu bangsa.
c)     Mengembangkan Peran Strategis Guru Untuk Membangun Budaya dan Karakter Bangsa.
Pentingnya membangun karakter bangsa didasarkan pada kenyataan adanya permasalahan yang sedang dihadapi bangsa saat ini yaitu disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila sebagai filosofi dan ideologi bangsa, keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai esensi Pancasila, bergesernya nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa, ancaman disintegrasi bangsa serta melemahnya kemandirian bangsa.
Dan disinilah peranan guru dalam membangun budaya dan karakter bangsa dalam lembaga pendidikan formal dengan langkah-langkah yang sistematik yang muatan utamanya nilai-nilai luhur kebangsaan. Dimulai dari penanaman nilai yang mulia, mengajari mereka untuk menjadi anak-anak bangsa yang berdiri tegak berhadapan dengan anak-anak bangsa yang lain, cerdas, dan memiliki kepribadian yang kokoh. Tanamkan kembali kebanggaan sebagai anak bangsa yang bermartabat, berdaulat, dan berkepribadian mulia. Pendidikan agama, akhlak atau budi pekerti, dan pendidikan kewarganegaraan dirancang-bangun secara lebih sistematik dan komprehensif.
Tugas guru memang berat, guru tidak hanya dituntut melakukan kegiatan fisik dalam kegiatan belajar mengajar tetapi jaga harus melakukan kegiatan nonfisik yakni mendidik, mewariskan, menyemaikan nilai-nilai luhur hakiki kepada siswanya. Nilai-nilai luhur yang hakiki yang disemaikan disekolahbenar-benar harus berhadapan dengan berbagai ‘’penyakit sosial’’ yang telah hidup dan berkembang di masyarakat. Peran pendidikan menjadi sangat penting karena dengan pendidikan dan jadi diri bangsa dimantapkan.
Guru sebagai pendidik merupakan gerbang awal dalam membentuk kepribadian siswa. Hal ini mengandung arti bahwa guru memberikan pengaruh yang cukup bermakna bagi terwujudnya manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Guru merupakan orang yang di tangannya terletak masa depan bangsa. Sebab pendidikan generasi yang akan melanjutkan perjuangan bangsa ini ada ditangannya.
Guru harus menyadari profesi dan tanggung jawabnya yang besar. Guru adalah sosok pribadi yang digugu dan ditiru. Sebab yang baik menurut anak didik adalah apa yang guru perbuat dan yang buruk menurut mereka adalah apa yang guru tinggalkan. Guru mempunyai peranan yang sangat strategis terutama dalam membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai budaya. Dipandang dari dimensi  pembelajaran, peranan guru dalam masyarakat Indonesia tetap dominan sekalipun teknologi yang dimanfaatkan berkembang dengan sangat pesat. Hal ini karena adanya dimensi-dimensi proses pendidikan atau lebih khusus lagi proses pembelajaran yang diperankan oleh guru tidak dapat digantikan oleh teknologi.





BAB III

PENUTUP


1.         Kurikulum adalah suatu usaha terencana dan terorganisir untuk menciptakan suatu pengalaman belajar bagi siswa di bawah tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan untuk mencapai suatu tujuan lembaga pendidikan tersebut.
2.         Peranan guru dalam kurikulum antara lain: sebagai implementer, adapter, pengembang dan peneliti kurikulum.
3.         Perubahan kurikulum dalam perspektif budaya dipandang sebagai terobosan telah dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dengan tetap melestarikan nilai-nilai udaya bangsa. Kurikulum dipandang dalam tiga hal, yaitu: kurikulum untuk suatu kebudayaan yang berubah, kurikulum untuk kebudayaan yang kompleks dan kurikulum untuk mendidik siswa yang kurang beruntung secara budaya.
4.         Guru dalam pandangan budaya maksudnya guru memiliki peranan yang menyangkut pemeliharaan warisan nilai-nilai budaya masyarakat dan bangsa, menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa sebagai wujud dari otoritas dan tanggungjawabnya.

Dengan adanya penyempurnaan kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia diharapkan terjadinya perubahan dalam proses dan hasil pendidikan itu sendiri menjadi lebih baik, sehingga ilmu pengetahuan an teknologi menjadi berkembang dengan pesat. Berkembangnya IPTEK harus dibarengi dengan perkembangan budaya bangsa ke arah yang lebih positif, salah satu caraya dengan meningkatkan nilai karakter di dalam pendidikan.

DAFTAR RUJUKAN


Adiwikarta, S. 1994. Kurikulum yang Berorientasi pada Kekinian, Kurikulum Untuk Abad 21. Jakarta: Grasindo.
Abdullah, Idi. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Jakarta: Ar-Ruzz Media.
Depdiknas. 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas.
Icha. 2011. Budaya dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan. http://ichaledutech.blogspot.com/2011/10/budaya-dalam-pengembangan-kurikulum.html. Diakses pada tanggal 22 November 2012.
Imran Manan. 1989. Antropologi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.
Kusnandar. 2007. Guru Profesional. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Putra. 2010. Kurikulum dan Guru dalam Perspektif Budaya. http://putraews.blogspot.com/2012/01/kurikulum-dan-guru-dalam-perspektif.html. Diakses pada tanggal 22 November 2012.
Saodih Sukmadinata, Nana. 2002. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Bandung: Rosdakarya.
Syam, M. Noor. 1987. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.
Ujiarso. 2007. Kurikulum Pengajaran dan Perspektif Gender dalam Pendidikan. http://ujiarso.multiply.com/journal/item/5/Saman_hlm._147-149_Kurikulum_Pengajaran_dan_Perspektif_Gender_dalam_Pendidikan. Diakses pada tanggal 22 November 2012.





1 komentar: