Jumat, 16 Agustus 2013

Kebudayaan dan Kepribadian

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Oxana Malaya, Seorang gadis ukraina, ditinggalkan di sebuah kandang anjing oleh orang tuanya yang tidak bertanggung jawab dari usia 3 sampai 8 tahun, dia tumbuh tanpa orang tua selain dar ipada anjing yang ada di kandang tersebut. Ketika ia ditemukan pada tahun 1991, ia tidak bisa berbicara, hanya bisa menggonggong, dan berlari sambil merangkak. Sekarang usianya sudah menginjak 20-an, Malaya telah diajarkan untuk berbicara, tetapi masih mengalami gangguan kognitif.
Kisah oxana malaya, menarik perhatian ahli psikologi, sosiologi dan antropologi. Perdebatan bagai mana lingkungan alam, sosial dan budaya dapat mempengaruhui sikap dan kepribadian seseorang kembali mengemuka. Masalah akal yang merupakan pembeda antara manusia dan binatang,  seolah tidak dapat menjelaskan penomena Malaya ini. Oleh karena itu persfektif budaya diperlukan menjelaskan fenomena ini, bagaimana budaya dan kebudayaan mampu memanusia kan manusia, dalam hal ini budaya membentuk kepribadian manusia sehingga bersikap dan berwujud sebagai manusia seutuhnya. 
Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan berbagai potensi oleh tuhan, setidaknya manusia diberikan akal dan panca indera dalam hidupnya. Namun tentu saja potensi yang dimilikinya harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam menjalani hidupnya. Untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh kita sebagai manusia, tentunya harus ada sesuatu yang mengarahkan dan membimbingnya, supaya berjalan dan terarah sesuai dengan apa yang diharapkan. Mengingat begitu besar dan berharganya potensi yang dimiliki manusia, maka manusia harus dibekali dengan pendidikan yang cukup sejak dini.
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang beberapa teori kebudayaan dan teori kepribadian  dalam perspektif pandidikan serta  keterkaitan antara keduanya, yang dituangkan dalam julam judul “Kebudayaan dan Kepribadian”.
B. TUJUAN
Tujuan penulisan  makalah ini adalah untuk menjelaskan pengaruh Kebudayaan terhadap kepribadian manusia serta implikasinya terhadap pendidikan.
 
BAB II
KEBUDAYA DAN KEPRIBADAIAN
A. DEFINISI KEBUDAYA
Bayak pakar dan ahli ilmu sosial mendefisikan kebudayaan dalam berbagai sudut pandang, sehingga menghasilkan definisi yang sanga beragam pula. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      E.B. Taylor
Kebudayaan adalah totalitas yang komplek yang mencakup pengetahuaan dan kepercayaan, seni, hukum, moral, kemampuan-kemampuan dan kebiasaan - kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat.
2.       Margaret Mead
            Kebudayaan adalah semua kompleks prilaku tradisonal yang telah dikembangkan oleh ras manusia yang secara berturutan dipelajari oleh masing – masing generasi.
3.       Kluckhohn Dan Kelly
            Kebudayaan adalah semua  model bagi kehidupan, eksplisit dan inplisit, rasional, irrasinonal,  dan non rasional yang ada pada masa tertentu sebagai pembimbing potensial bagi prilaku anggota – anggota masyarakat.
4.       La Piere
            Perwujudan dalam tradisi, tradisi dan institusi dan lain- ain yang dipelajari sebagai suatu kelompok sosial dari suatu generasi  ke generasi lainnya.
5.      Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi
 kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa,dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat



B. BEBERAPA PAN DANGAN  TENTANG KEBUDAYAAN
            Dalam menjelaskan fenomena kebudayaan, berbagai pandangan atau teori telah dikemungkakan olehahli, antara lain pandangan superorgani, padangan realis, dan  teori konseptual.
1.      Pandangan superorganik tentang kebudayaan.
Menurut pandangan superorganik kebudayaan adalah sebuah realita yang bersifat superorganis, sebuah realita yang berada diatas dan luar individu – individu yang manjadi pendukung suatu kebudayaan serta mempunyai hukum – hukum perkembangannya sendiri.
Durkheim menggunakan konsep Colletive  representation untuk menungkapkan gagasannya tentang realita kebudayaan, realita diluar individu atau kelompok pendukung kebudayaan tersebut, yang merupakan realita objektif, dengan kehidupan sendiri diluar kesadaran subjektif individu- individu pendukung kebudayaan tersebut.
Meskipun individu tidak mempengaruhui kebudayaan masyarakatnya, sebaliknya kebudayaan mempengaruhui individu. Kebudayaan menentukan prilaku individu – individu. Kebudayaan tidak hanya menjadi penyebab kehadirannya sendiri, tetapi juga menyebabkan prilaku individu – individunya. Orang melakukan sesuatu dengancara tertentu sebab mereka harus melakukannya dengan cara demikian.
White mengatakan “ prilaku manusia semata-mata merupaka respons organisme terhadap rangsangan budaya. Karena itu, Tingkah laku manusia ditentuan oleh kebudayaan. Dari pandangann derteminisme budaya manusia merupakan instrumen, melaluinya kebudayaan mungungkapkan dirinya sendiri.”
2.      Pandangan Konseptualis Tentang Kebudayaan (cultural nomialism)
Menurut pandangan pengikut aliran koseptual,  kebudayaan tidak sesuatu yang dapat diamati secara nyata dan tidak pula sesuatu yang metarealita yang tidak dapat diamati, tetapi kebudayaan itu hanya sebuah penanaman umum bagi banyak prilaku bagi banyak manusia, seperi menulis buku-buku, proses pendidikan , perang dan prilaku – prilaku lain. Pandang R. Lincon mengatakan bahwa kebudayaan tidak lebih dari kepribadian dan interaksi kepribadian- kepribadian.
3.      Pandangan Realis Tentang Kebudayaan.
Menurut pandangan realis, kebudayaan adalah jumlah dari apa yang umum dari apa yang umum disetujui sebagai peristiwa - peristiwa budaya pada suatu waktu, seperti kata-kata, hubungan – hubungan antar pribadi, proses – proses pengelompokan , teknik – teknik, dan respon- respon simbolik manusia pada umumnya.
            Menurut david Bidney, kebudayaan merupakan “ warisan budaya”, yaitu abstrasi atau generalisasi dari “prilaku” nyata anggota-anggota masyarakat. Hal ini berarti kebudayaan merupakan sebuah konsep (abstraksi) dan merupakan realita (tingkah laku).
C. Implikasi  Pandangan Tentang  Kebudayaan Tehadap Pendidikan
masing – masing teori  atau pandangan tentang budaya diatas mempunyai tertentu terhadap dunia pendidikan. Kneller ( Superorganis) memandang bahwa pendidikan merupakan proses yang digunakan masyarakat untuk mengendalikan dan membentuk individu sesuai dengan  tujuan – tujuan  yang di tentukan  oleh nilai – nilai dasar suatu kebudayan. Pendidikan merupakan proses peletakan generasi baru dibawah pengawasan  sistem budaya. Kurikulum mesti dikembangkan dari kajian langsung terhadap nilai –nilai dasar kebudayaan yang dimanifestasikan  dalam gagasan- gagasan, sikap – sikap, dan keterampilan – keterampilan.
Pandangan superorganik juga meneankan keharusan bahwa pengawasan yang ketat terhadap guru, untuk memastikan bahwa guru mampu menanamkan nilai – nilai dasar , sikap dan gagasan kebudayaan.
Pandangan konseptualis berpendapat bahawa generasi baru harus mempelajari warisan kebudayaannya sesuai dengan perhatiannya dan mengembangkan gambaran mereka sendiri, mengenal kebudayaan secara objektif. Menurut pandangan ini, pendidik dapat menjadi alat perobah sosial budaya dalam artian menciptakan iklim opini yang merangsang pemikiran dan penerimaan pemikiran inovatif.
Aliran realis mempunyai pandangan yang sama dengan aliran – aliran pendidikan  yang mempelajari bahwa anak manusia memiliki daya penyesuaian terhadap realiata disekelilingnya, baik fisik maupun sosial budaya. Untuk mengembangkan daya penyesuian tersebut mereka harus di beri pengetahuan, nilai, dan sikap serta keterampilan – keterampilan yang disediakan oleh kebudayaan mereka. Pendidikan berfungsi untuk melatih generasi muda mempunyai kemampuan untuk mempertimbangkan secara objektif perobahan sosial budaya yang sesuai dengan nilai – nilai dasar budaya.

D.  Definisi Kepribadian
            Pola-pola tingkah laku tersebut hampir semua tidak sama bahkan bagi semua jenis ras yang ada di bumi. Hal tersebut tidak dapat diseragamkan karena seorang manusia yang disebut homo sapiens bukan saja ditentukan oleh sistem organik biologinya saja, namun dipengaruhi juga oleh akal dan jiwa sehingga timbul variasi pola tingkah laku tersebut. Susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan tingkah laku atau tindakan seorang individu disebut “ Kepribadian “. Dalam bahasa populer istilah kepribadian diartikan sebagai ciri-ciri watak yang konsisten, sehingga seorang individu memiliki suatu identitas yang khas berbeda dengan individu yang lain. Konsep kepribadian yang lebih spesifik belum bisa di definisikan sampai sekarang karena luasnya cakupan dan sulit untuk dirumuskan dalam satu definisi sehingga cukup kiranya untuk kita memakai arti yang lebih kasar sampai didapatkan definisi yang sebenarnya dari para ahli psikologi.
Kepribadian menurut teroi dari George Kelly yang memandang bahwa kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya. Sementara Gordon Allport merumuskan kepribadian sebagai “sesuatu” yang terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu yang bersangkutan. Lebih detail tentang definisi kepribadian menurut Allport yaitu kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pikiran.
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang, antara lain:
1.      Warisan Biologis (Heredity)
Warisan biologis manusia bermacam – macam, dan berbeda artinya setiap individu mempunyai ciri khas masing – masing yang tidak sama walaupun dia itu kembar sekalipun
2.      Warisan Lingkungan Alam (Natural Enviroment)
Perbedaan iklim di berbagai daerah sangat mempengaruhi dan menyebabkan manusia melakukan adaptasi sesuai dengan iklim yang terjadi pada daerahtersebut.
3.      Warisan Sosial dan Kebudayaan
Setiap manusai mempunyai kebudayaan yang bermacam – macam, dan biasanya antar budaya bisa saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
4.      Pengalaman Unik
Setiap Individu pasti memiliki pengalaman yang berbeda – beda serta beraneka ragam, dan dari pengalaman tersebutlah biasanya kepribadian seseorang juga dapat berubah

E. Kebudayaan dan Kepribadian
            Adanya beragam struktur kepribadian manusia disebabkan adanya beragam isi dan sasaran dari pengetahuan, perasaan, kehendak dan keinginan kepribadian serta perbedaan kualitas hubungan antar berbagai unsur kepribadian dalam kesadaran individu. Mempelajari materi dari setiap unsur kepribadian merupakan tugas psikologi yang berupa kebiasaan / habit atau berbagai macam materi yang menyebabkan timbulnya kepribadian.
  • Kebiasaan ( Habit 
  • Adat istiadat (custom) 
  • Sistem social (social system)
  • Kepribadian individu (individual personality) 
Karena materi yang merupakan isi dari pengetahuan dan perasaan seorang individu berbeda dengan individu yang lain, dan juga sifat serta intensitas kaitan antara beragam bentuk pengetahuan maka setiap manusia memiliki kepribadian yang khas. Ada hubungan yang sangat jelas antara kepribadian individu atau kelompok dengan adat dan kebudayaan suatu daerah. Dimana kebudayaan itu mempengaruhi pembentukan pola kepribadian seorang individu.
Berbicara mengenai kepribadian dan kebudayaan, tidak terlepas dari hubungan antara masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat dan kebudayaan merupakan perwujudan atau abstraksi perilaku manusia. Kepribadian mewujudkan perilaku manusia. Perilaku manusia dapat dibedakan dengan kepribadiannya, karena kepribadian merupakan latar belakang perilaku yang ada dalam diri seorang individu.
Kepribadian mencakup kebiasaan-kebiasaan, sikap, dan lain-lain sifat ynag khas dimiliki seseorang yang berkembang apabila orang tadi berhubungan dengan orang lain. Kepribadian sebenarnya merupakan organisasi faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologis yang mendasari perilaku individu. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi suatu individu baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam menelaah pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian, sebaiknya dibatasi pada bagian kebudayaan yang secara langsung mempengaruhi kepribadian. Berikut tipe-tipe kebudayaan khusus yang nyata mempengaruhi bentuk kepribadian yakni:
  1. Kebudayaan-kebudayaan khusus atas dasar factor kedaerahan. Di sini dijumpai kepribadian yang saling berbeda antara individu-individu yang merupakan anggota suatu masyarakat tertentu, karena masing-masing tinggal di daerah yang tidak sama dan dengan kebudayaan-kebudayaan khusus yang tidak sama pula. Contoh adat-istiadat melamar mempelai di Minangkabau berbeda dengan adat-istiadat melamar mempelai di Lampung. 
  2. Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda (urban dan rural ways of life). Contoh perbedaan antara anak yang dibesarkan di kota dengan seorang anak yang dibesarkan di desa. Anak kota terlihat lebih berani untuk menonjolkan diri di antara teman-temannya dan sikapnya lebih terbuka untuk menyesuaikan diri dengan perubahan sosial dan kebudayaan tertentu. Sedangkan seorang anak yang dibesarkan di desa lebih mempunyai sikap percaya diri sendiri dan lebih banyak mempunyai sikap menilai (sense of value). 
  3. Kebudayaan khusus kelas sosial. Di dalam setiap masyarakat akan dijumpai lapisan sosial karena setiap masyarakat mempunyai sikap menghargai yang tertentu pula. 
  4. Kebudayaan khusus atas dasar agama. Agama juga mempunyai pengaruh besar di dalam membentuk kepribadian seorang individu. Bahkan adanya berbagai madzhab di dalam satu agama pun melahirkan kepribadian yang berbeda-beda pula di kalangan umatnya. 
  5. Kebudayaan berdasarkan profesi. Pekerjaan atau keahlian juga memberi pengaruh besar pada kepribadian seseorang. Kepribadian seorang dokter, misalnya, berbeda dengan kepribadian seorang pengacara, dan itu semua berpengaruh pada suasana kekeluargaan dan cara-cara mereka bergaul.
Antara kebudayaan dan kepribadian terdapat hubungan yang erat hal ini secara khusus telah dikaji oleh sub-disiplin ilmu antropologi, “Culture and personality atau Anthropologi psikologi”. Permis dasar yang ditemukan dalam  kajian “kebudayaan dan kepribadian ” ini adalah bahwa metode pengasuhan anak dalam kebudayaan tertentu menghasilkan suatu struktur kepribadian yang sesuai dengan nilai – nilai pokok kebudayaan dan institusi – institusinya.
            Menurut pandangan para pengkaji hubungan kebudayaan dengan kepribadian, tahun – tahun awal kehidupan anak – anak sangat vital bagi pembentukan kepribadian anak;  karena itu masa anak - anak yang sama akan menghasilkan orang dewasa yang sama. Karena kebudayaan menentukan apa yang harus diajarkan orang tua dan bagaimana mengajarkannyaMenurut pandangan para pengkaji hubungan kebudayaan dengan kepribadian, tahun – tahun awal kehidupan anak – anak sangat vital bagi pembentukan kepribadian anak;  karena itu masa anak - anak yang sama akan menghasilkan orang dewasa yang sama. Karena kebudayaan menentukan apa yang harus diajarkan orang tua dan bagaimana mengajarkannya  ( isi dan cara sosialisasinya), maka bisa diharapkan bahwa kebudayaan nilai-nilai tertentu akan menghasilkan tipe kepribadian tertentu.
Umpamanya, teori yang dikemukakan Mc. Clelland secara eksplisit mengatakan bahwa cara dan isi pendidikan anak mulai dari lahir yang menekan tema percaya pada diri sendiri, ketaktergantungan, kebebasan dan persaingan yang sehat telah menghasilkan orang – orang Amerika yang sangat berorentasi pada prestasi dan menjadi pengusaha – pengusaha yang kreatif dan inovatif. Menciptakan sistem demokrasi dan ekonomi kapitalis.
Teori hubungan Kebudayaan dengan kepribadian telah dikembangkan para antropolog dan sosiolog, diantaranya :
Teori kompigurasi dari Ruth Bernedict.
Menurut Bernedict setiap kebudayaan itu disusun disekitar etos ( sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu ) sentral dan demikian merupakan suatu konfigurasi. Melalui internalisasi etos budaya yang sama, anggota-anggota suatu masyarakat akan memiliki struktur psikologis yang sama, yaitu mereka akan memiliki konfigurasi  atau bentuk kepribadian yang sama.
Abraham kardiner dalam  bukunya  “ the individual and  his society” menjelaskan bahwa pengalaman sosial dalam keluarga , terutama dalam masa pengasuhan  dan teknik subsistensi akan menghasilkan suatu struktur kepribadian dasar yang sama pada mayoritas anggota suatu masyarakat.
Konsep kepribadian dasar yang dikemukan oleh Kardiner dapat didefinisikan sebagai “intisari  dari kepribadian, yang dimiliki oeh kebanyakan anggota suatu masyarakat sebagai pengalaman meraka pada masa kanak – kanak”. Struktur kepribadian dasar itu terdiri dari unsur – unsur: teknik berfikir, sikap terhadap berbagai benda dilingkungan mereka. Dan sistem keamanan dan kesejahteraan.
Margaret mead mengatakan bahwa praktek pengasuhan anak menghasilkan struktur karakter tertentu. Pengasuhan anak yang menekankan ketidak tergantungan, akan menghasilkan tipe kepribadian pekerja keras , individualistis dan berorentasi kepada keberhasilan. Mead meluasakannya sebagai watak kebudayaan . konsep watak kebudayaan. Konsep watak kebudayaan didefinisikan sebagai: kesamaan ( regulirities) sifat didalam organisasi intra-psikis individu anggota suatu masyarakat tertentu yang diperoleh karena mengalami cara pengasuhan yang sama dalam masyarakat yang bersangkutan.
Eric Fromm mengembangkan lebih lanjut teori watak bangsa sebagai watak masyarakat (social character). Dia mengembangkan watak masyarakat dengan kebutuhan masyarakat  pada suatu masa. Unsur – unsur watak bersama membentuk watak masyarakat dari bangsa tersebut dan proses penterjemahan tersebut melalui latiahan yang dilakukan orang tua terhadap anak- anaknya.



BAB III
KESIMPULAN

Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan dari lingkungan peserta didik berada, terutama dari lingkungan kebudayaanya, karena peserta didik hidup tak terpishkan dalam lingkungannya dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah budayanya. Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip itu akan menyebabkan peserta didik tercerabut dari akar budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka mereka tidak akan mengenal budayanya dengan baik sehingga ia menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain menjadi orang asing, yang lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang tidak menyukai budayanya.
Pendidikan sebagai suatu proses enkulturasi kebudayaan, berfungsi mewariskan nilai-nilai dasar, keterampilan, dan kebiasaan - kebiasan masa lalu ke generasi mendatang. Nilai-nilai dan keterampilan, dan kebiasaan - kebiasan itu  berperan dalam membentuk kepribadian individu  yang kemudian membentuk  kebudayaan bangsa. Selain mewariskan, pendidikan juga memiliki fungsi untuk mengembangkan nilai-nilai kebudayaan masa lalu itu, menjadi nilai-nilai budaya bangsa yang sesuai dengan kehidupan masa sekarang dan masa yang akan datang. Dengan demikian kebudayaan, kepribadian dan kebudaan adalah segitiga yang saling membangun dan menguatkan.
Budaya, yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang, dimulai dari budaya di lingkungan terdekat (keluarga, kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yang dianut oleh ummat manusia. Apabila peserta didik menjadi asing dari budaya terdekat maka dia tidak mengenal dengan baik budaya bangsa dan dia tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian, dia sangat rentan terhadap pengaruh budaya luar dan bahkan cenderung untuk menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena dia tidak memiliki norma dan nilai budaya nasionalnya yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan (valueing). Semakin kuat seseorang memiliki dasar pertimbangan, semakin kuat pula kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang baik. Pada titik kulminasinya, norma dan nilai budaya secara kolektif pada tingkat makro akan menjadi norma dan nilai budaya bangsa. Dengan demikian, peserta didik akan menjadi warga negara Indonesia yang memiliki wawasan, cara berpikir, cara bertindak, dan cara menyelesaikan masalah sesuai dengan norma dan nilai ciri ke-Indonesiaannya.

Daftar Pustaka
Manan, iman.1989. Dasar- Dasar sosial Budaya Pendidikan. Jakarta: P2LPTK
---------------. 1989. Antropologi Pendidikan. Jakarta: P2LPTK



Tidak ada komentar:

Posting Komentar