BAB
I
PENDAHULUAN
Suatu
peristiwa atau kejadian pada dasarnya tidak pernah lepas dari peristiwa lain
yang mendahuluinya. Demikian juga dengan timbul dan berkembangnya filsafat dan
ilmu. Filsafat dan ilmu timbul dan berkembang karena akal budi, thauma, dan aporia.
a. Manusia merupakan
makhluk berakal budi.
Dengan
akal budinya, kemampuan manusia dalam bersuara bisa berkembang menjadi
kemampuan berbahasa dan berkomunikasi, sehingga manusia disebut sebagai homo loquens dan animal symbolicum. Dengan akal budinya, manusia dapat berpikir
abstrak (berpikir tentang hal-hal yang tidak nyata, tidak jelas dan sulit
didefinisikan) dan konseptual (berpikir berhubungan dengan sebuah konsep yang
nyata) sehingga dirinya disebut sebagai homo
sapiens (makhluk pemikir) atau kalau menurut Aristoteles manusia dipandang
sebagai animal that reasons yang
ditandai dengan sifat selalu ingin tahu (all
men by nature desire to know).
Pada
diri manusia melekat kehausan intelektual (intellectual
curiosity), yang menjelma dalam wujud aneka ragam pertanyaan.Bertanya
adalah berpikir dan berpikir dimanifestasikan dalam bentuk pertanyaan.
b. Manusia memiliki
rasa kagum (thauma) pada alam semesta
dan isinya.
Manusia
merupakan makhluk yang memiliki rasa kagum pada apa yang diciptakan oleh Sang
Pencipta, misalnya kekaguman pada matahari, bumi, dirinya sendiri dan
seterusnya. Kekaguman tersebut kemudian mendorong manusia untuk berusaha
mengetahui alam semesta itu sebenarnya apa, bagaimana asal usulnya (masalah
kosmologis). Ia juga berusaha mengetahui dirinya sendiri, mengenai eksistensi,
hakikat, dan tujuan hidupnya.
c. Manusia senantiasa
menghadapi masalah
Faktor
lain yang juga mendorong timbulnya filsafat dan ilmu adalah adalah masalah yang
dihadapi manusia (aporia). Kehidupan
manusia selalu diwarnai dengan masalah, baik masalah yang bersifat teoritis
maupun praktis. Masalah mendorong manusia untuk berbuat dan mencari jalan
keluar yang tidak jarang menghasilkan temuan yang sangat berharga (necessity is the mother of science).
Uraian
di atas menjelaskan kepada kita betapa pentingnya filsafat dan ilmu.Lalu apakah
sebenarnya filsafat dan ilmu itu? Dan apa filsafat ilmu itu? Untuk itulah dalam
makalah ini penulis akan memaparkan hal tersebut yang akan dilengkapi pula
dengan penjelasan mengenai dasar-dasar dan sumber pengetahuan.
BAB
II
FILSAFAT
PENDIDIKAN
I. Filsafat
Pendidikan
A. Pengertian
Filsafat Pendidikan
Merupakan
terapan dari filsafat umum, maka selama membahas filsafat pendidikan akan
berangkat dari filsafat. Istilah filsafat yang
merupakan terjemahan dari philosophy
(bahasa Inggris) berasal dari bahasa Yunani philo
(love of ) dan sophia (wisdom). Jadi secara
etimologis filsafat artinya cinta atau gemar akan kebajikan (love of wisdom). Cinta artinya hasrat
yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh.Kebijaksanaan
artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya.Dengan demikian,
filsafat berarti hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh akan kebenaran
sejati. Demikian arti filsafat pada mulanya.
Berdasarkan arti secara etimologis
sebagaimana dijelaskan di atas kemudian para ahli berusaha merumuskan definisi
filsafat. Secara umum, filsafat dinyatakan sebagai suatu usaha untuk berpikir
secara radikal dan menyeluruh, suatu cara berpikir dengan mengupas sesuatu
sedalam-dalamnya. Aktivitas tersebut diharapkan dapat menghasilkan suatu
kesimpulan universal dari kenyataan partikular atau khusus, dari hal yang
tersederhana sampai yang terkompleks.
Manan menyebutkan bahwa dalam arti luas, pendidikan mencakup semua proses,
kecuali yang bersifat genetis, yang menolong membentuk fikiran, karakter, atau
kapasitas fisik seseorang.
Didalam
UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional, tercantum pengertian
pendidikan: “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Pendidikan bukan hanya
menyampaikan keterampilan yang sudah dikenal, akan tetapi dapat memperkenalkan
berbagai jenis keterampilan dan kemahiran yang akan datang, serta dapat
menemukan cara yang tepat dan cepat supaya dapat dikuasai oleh anak didik
(Zahara Idris, 1987:14). Imran (1989, 73) menyimpulkan bahwa sekolah atau lembaga
pendidikan menyediakan sebuah kerangka bagi penanaman dan pengembangan ideology
nasional yang akan menjadi sumber peningkatan integrasi nasional. Pendidikan adalah suatu proses
transfer ilmu dari generasi ke generasi berikutnya tempat pewarisan nilai dan
budaya.
Berikut
ini, beberapa pengertian filsafat pendidikan menurut para ahli:
- Muhammad
Labib al-Najihi: Filsafat pendidikan adalah suatu aktivitas yang teratur
yang menjadikan filsafat itu sebagai jalan mengatur, menyelaraskan dan
memadukan proses pendidikan.
- Kilpatrik
dalam Buku Philosophy of Education menyebutkan "Philisophizing and
education are, then, but two stages of the same endeavo; Philisophizing to
think out better values and idealism, education to realize these in life,
in human personality. Education acting out of the best direction
philosophizing in can give, tries and beginning primarly wit h the young,
t o lead people to build critrised values to their characters, and in this
way to get the highest ideals of philosophy progressively embodied in their
lives." Berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha.
Berfilsafat adalah memikirkan dan mempert imbangkan nilai-nilai dan
cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik ialah usaha merealisasi
nilai-nilai dan cita-cita itu didalam kehidupan dan dalam kepribadian
manusia. Mendidik ialah mewujudkan nilai-nilai yang disumbangkan filsafat,
dimulai dengan generasi muda, untuk membimbing rakyat membina nilai-nilai
di dalam kepribadian mereka, dan melembagakannya dalam kehidupan mereka.
- John
Dewey memandang pendidikan sebagai suatu proses pembentukan kemampuan
dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun
daya perasaan (emotional) menuju kearah tabi’at manusia, maka filsafat
juga dapat diartikan sebagai teori umum pendidikan (Democracy and Educat
ion, p. 383)
- Prof.
Brameld berkata tentang pengertian filsafat pendidikan : That is, we
should bring philosophy to bear upon the problems of education as
effiently.(Kita harus membawa filsafat guna mengatasi persoalan-persoalan
pendidikan secara efisien, jelas, dan sistematis sedapat mungkin)
- Van
Cleve Morris menyatakan : “Secara ringkas kita mengatakan bahwa pendidikan
adalah studi filosofis, karena ia pada dasarnya, bukan alat social semata
untuk mengalihkan cara hidup secara menyeluruh kepada setiap generasi,
akan tetapi ia juga menjadi agen (lembaga) yang melayani hati nurani
masyarakat dalam perjuangan mencapai hari depan lebih baik (Van Cleve
Morris, Becamingan Education, p.57 dalam buku Filsafat Pendidikan Islam,
Prof HM. Arifin, Med, p. 3)
Jadi Filsafat pendidikan adalah suatu aktivitas yang teratur yang menjadikan filsafat itu
sebagai jalan mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Filsafat
Pendidikan dapat diartikan juga upaya
mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik
potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat
berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita
kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam
keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup
kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi
mengenai masalah-masalah pendidikan. Filsafat pendidikan adalah suatu
sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan
yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa
"Pancasila" yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara
Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia.
Filsafat pendidikan pada dasarnya
menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat,
yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai. Dalam
filsafat terdapat berbagai mazhab/aliran-aliran, seperti materialisme,
idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan
merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya,
maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran,
sekurang-kurnagnya sebanyak aliran filsafat itu sendiri.
B. Latar Belakang Munculnya Filsafat Pendidikan
a.
Ajaran filsafat yang komprehensif telah menempati status yang tinggi dalam kehidupan kebudayaan manusia, yakni sebagai ideology suatu bangsa dan negara.
b.
Tujuan berfilsafat adalah membina manusia mempunyai akhlaq yang tertinggi.
c.
Eksistensi suatu bangsa adalah eksistensi ideology dan filsafat hidupnya, makademi mewariskan eksistensi tersebut jalan yang efektif adalah melalui pendidikan.
d.
Tidak berbeda dengan fungsi Filsafat pendidikan adalah suatu bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani siterdidik
menuju terbentuknya kepribadian utama.
e.
Pendidikan secara fundamental didasarkan atas asas-asas filosofis dan ilmiah untuk menjamin tujuan pendidikan yaitu: meningkatkan perkembangan social budaya bahkan martabat bangsa, kewibawaan, dan
kejayaan Negara
C. Tujuan Filsafat Pendidikan
a.
Memberikan landasan dan sekaligus mengarahkan kepada proses pelaksanaan pendidikan.
b.
Membantu mempejelas tujuan-tujuan pendidikan.
c.
Melaksanakan kritik dan koreksi terhadap proses pelaksanaan tersebut.
d.
Melakukan evaluasi terhadap metode dari proses pendidikan.
D. Aliran-aliran Dalam Filsafat pendidikan
1.
Filsafat
Pendidikan Idealisme
Memandang
bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang
diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini
memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan
baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke
generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael
Kant, David Hume, Al Ghazali
2.
Filsafat
Pendidikan Realisme
Merupakan
filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa
hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani. Realisme
membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui
di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang
dapat dijadikan objek pengetahuan manusia. Beberapa tokoh yang beraliran
realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon,
John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill.
3.
Filsafat
Pendidikan Materialisme
Berpandangan
bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau
supernatural. Beberapa tokoh yang beraliran materialisme: Demokritos
4.
Filsafat
Pendidikan Pragmatisme
Dipandang
sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat
empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang
manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre
Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos.
5.
Filsafat
Pendidikan Eksistensialisme
Memfokuskan
pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankan
pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari
keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas.
Beberapa tokoh dalam aliran ini: Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin
Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich
6.
Filsafat
Pendidikan Progresivisme
Bukan
merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri,
melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun
1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini
mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak
bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran
ini : George Axtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas,
Frederick C. Neff
7.
Filsafat
Pendidikan Esensialisme
Adalah
suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai
suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat
bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral
di antara kaum muda. Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas
Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell.
8.
Filsafat
Pendidikan Perenialisme
Merupakan
suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme
lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang
pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru.
Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan,
ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral,
intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan
ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai
atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat
dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard
Hutchins dan ortimer Adler.
9.
Filsafat
Pendidikan rekonstruksionisme
Merupakan
kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu
anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan
masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori
oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat
baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Caroline
Pratt, George Count, Harold Rugg.
E. Fungsi
Filsafat Pendidikan
1. Fungsi
Spekulatif.
Filsafat
pendidikan berusaha mengerti keseluruhan persoalan pendidikan dan mencoba
merumuskannya dalam satu gambaran pokok sebagai pelengkap bagi data-data yang
telah ada dari segi ilmiah. Filsafat pendidikan berusaha mengerti keseluruhan
persoalan pendidikan dan antar hubungannya dengan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pendidikan.
2. Fungsi
Normatif.
Sebagai
penentu arah, pedoman untuk apa pendidikan itu. Asas ini tersimpul dalam tujuan
pendidikan, jenis masyarakat apa yang ideal yang akan dibina. Khususnya norma
moral yang bagaimana sebaiknya yang manusia cita-citakan. Bagaimana filsafat
pendidikan memberikan norma dan pertimbangan bagi kenyataan-kenyataan normatif
dan kenyataan-kenyataan ilmiah, yang pada akhirnya membentuk kebudayaan.
3. Fungsi
Kritik.
Terutama
untuk memberi dasar bagi pengertian kritis rasional dalam pertimbangan dan
menafsirkan data-data ilmiah. Misalnya, data pengukuran analisa evaluasi baik
kepribadian maupun achievement (prestasi). Fungsi kritik bararti pula analisis
dan komparatif atas sesuatu, untuk mendapat kesimpulan. Bagaimana menetapkan
klasifikasi prestasi itu secara tepat dengan data-data obyektif (angka-angka,
statistik). Juga untuk menetapkan asumsi atau hipotesa yang lebih resonable.
Filsafat harus kompeten, mengatasi kelemahan-kelemahan yang ditemukan bidang
ilmiah, melengkapinya dengan data dan argumentasi yang tak didapatkan dari data
ilmiah.
4. Fungsi
Teori Bagi Praktek.
Semua
ide, konsepsi, analisa dan kesimpulan-kesimpulan filsafat pendidikan adalah
berfungsi teori. Dan teori ini adalah dasar bagi pelaksanaan/praktek
pendidikan. Filsafat memberikan prinsip-prinsip umum bagi suatu praktek.
5. Fungsi
Integratif.
Mengingat
fungsi filsafat pendidikan sebagai asa kerohanian atau rohnya pendidikan, maka
fungi integratif filsafat pendidikan adalah wajar. Artinya, sebagai pemadu
fungsional semua nilai dan asas normatif dalam ilmu pendidikan.
II. Dasar-dasar Filsafat Ilmu Pendidikan
Dasar-dasar
ilmu pendidikan yaitu :
1. Pedagogik sebagai ilmu murni
menelaah fenomena pendidikan, yaitu :
Adapun data itu mencakup fakta dan
nilai serta jalinan antara keduanya. Data factual tidak berasal dari ilmu lain
tetapi dari objek yang dihadapi yang ditelaah ilmuwan itu secara empiris.
Begitu pula data nilai tidak berasal dari filsafat tertentu melainkan dari
pengalaman atas manusia secara hakiki. Filsafat menjadi ilmu dasar karena ilmu
pendidikan tidak menganut aliran atau suatu filsafat tertentu.
Implikasi jelas bahwa batang tubuh
ilmu pendidikan haruslah sekurang-kurangnya secara mikro mencakup
a. Relasi sesama manusia pendidik
dengan terdidk
b. Pentingnya ilmu pendidikan
mempergunakan metode fenomenologi secara kualitatif.
c. Orang dewasa yang berperan sebagai
pendidik.
d. Keberadaan anak manusia sebagai
terdidik
e. Tujuan pendidikan
f.
Tindakan dan proses pendidikan.
g. Lingkungan dan lembaga pendidikan.
Pendidikan luar sekolah dalam arti
terbatas dengan batang tubuh yang di perlukan lingkupnya sehingga meliputi :
a. Konteks social budaya
b. Filsafat pendidikan dan sejarah
pendidikan
c. Teori, pengembangan dan pembinaan
kurikulum, serta cabang ilmu pendidikan lainnya yang bersifat dreskriptif
d. Berbagai study empiric tentang
fenomena pendidikan
e. Berbagai study pendidikan aplikatif
khususnya mengenai pengajaran termasuk pengembangan.
2.
Telaah ilmiah dan kontribusi ilmu bantu
Yang menjadi
inti ilmu pendidikan teoritis ialah Pedagogik sebagai ilmu mendidik yaitu
mengenai tealaah (atau studi) pendidikan anak oleh orang dewasa. Pedagogik
teoritis selalu bersifat sistematis karena harus lengkap problematic dan
pembahasannya.
Diantara
ilmu bantu yang penting bagi pedagogic dan androgogi ialah : biologi,
psikologi, sosiologi, antropologi budaya, sejarah dan fenomenologi (filsafah).
a. Pendekatan
fenomenologi dalam menelaah gejala pendidikan
b. Pedagogik adalah ilmu pendidikan
yang bersifat teoritis dan bukan pedagogic yang filosofis. Pedagogik melakukan
telaah fenomenologis atas fenomen yang bersifat empiris sekalipun bernuansa normative.
Berfikir filosofis pada satu sisi dan di pihak lain pengalaman dan penyelidikan
empiris berjalan bersama-sama.
c. Kontribusi
ilmu-ilmu bantu terhadap pedagogic
d. Ilmu
pendidikan khususnya pedagogic dan andropologi tidak menggunakan metoda
deskriptif-eksperimental karena manfaatnya terbtas pada pemahaman atas
perubahan perilaku siswa. Sedangkan prediksi dan kontrol yang eksperimental
diterapakan dan itupun manfaatnya terbatas sekali.
e. Pedagogic
dan andropologi harus menjadi ilmu otonom yang menerapkan metode fenomenologi
secara kualitatif. Maksudnya ialah agar dapat memperoleh data yang tidak
normative (data factual) dalam jumlah seperlunya dari ilmu biologi, psikologi
dan ilmu-ilmu sosial
Dasar-dasaar
filsafat keilmuan terkait dalam arti dasar ontologis, dasar epistemologis, dan
aksiologis, dan dasar antropolgis ilmu pendidikan.
1. Dasar ontologis ilmu pendidikan
Pertama-tama pada
latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari ilmu pendidikan. Adapun aspek realitas
yang dijangkau teori dan ilmu pendidikan melalui pengalaman pancaindra ialah
dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek materil ilmu pendidikan ialah
manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya, yaitu
manusia yang berakhlak mulia dalam situasi pendidikan atau diharapokan
melampaui manusia sebagai makhluk sosial mengingat sebagai warga masyarakat ia
mempunyai ciri warga yang baik (good citizenship atau kewarganegaraan yang
sebaik-baiknya).
Agar pendidikan
dalam praktek terbebas dari keragu-raguan, maka objek formal ilmu pendidikan
dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi pendidikan.
Didalam situiasi sosial manusia itu sering berperilaku tidak utuh, hanya
menjadi makhluk berperilaku individual dan/atau makhluk sosial yang berperilaku
kolektif. Hal itu boleh-boleh saja dan dapat diterima terbatas pada ruang
lingkup pendidikan makro yang berskala besar mengingat adanya konteks
sosio-budaya yang terstruktur oleh sistem nilai tertentu. Akan tetapipada latar
mikro, sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan antar pribadi yang
menjadi syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi terlaksananya mendidik dan
mengajar, yaitu kegiatan pendidikan yang berskala mikro. Hal itu terjadi
mengingat pihak pendidik yang berkepribadiaan sendiri secara utuh memperlakukan
peserta didiknya secara terhormat sebagai pribai pula, terlpas dari factor
umum, jenis kelamin ataupun pembawaanya. Jika pendidik tidak bersikap afektif
utuh demikian makaa menurut Gordon (1975: Ch. I) akan terjadi mata rantai yang
hilang (the missing link) atas factor hubungan serta didik-pendidik atau antara
siswa-guru. Dengan begitu pendidikan hanya akan terjadi secara kuantitatif
sekalipun bersifat optimal, pemerataan pendidikan yang kurang mengajarkan
demokrasi jadi kurang berdemokrasi. Sedangkan kualitas manusianya belum tentu
utuh.
2. Dasar epistemologis ilmu pendidikan
Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan
atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung
jawab. Sekalipun pengumpulan data di lapangan sebagian dapat dilakukan oleh
tenaga pemula namun telaah atas objek formil ilmu pendidikan memerlukaan
pendekatan fenomenologis yang akan menjalin stui empirik dengan studi
kualitatif-fenomenologis. Pendekaatan fenomenologis itu bersifat kualitatif,
artinya melibatkan pribadi dan diri peneliti sabagai instrumen pengumpul data
secara pasca positivisme. Karena itu penelaaah dan pengumpulan data diarahkan oleh
pendidik atau ilmuwan sebagai pakar yang jujur dan menyatu dengan objeknya.
Karena
penelitian tertuju tidak hnya pemahaman dan pengertian (verstehen, Bodgan &
Biklen, 1982) melainkan unuk mencapai kearifan (kebijaksanaan atau wisdom) tentang
fenomen pendidikan maka validitas internal harus dijaga betul dalm berbagai
bentuk penlitian dan penyelidikan seperti penelitian koasi eksperimental,
penelitian tindakan, penelitian etnografis dan penelitian ex post facto. Inti
dasar epistemologis ini adalah agar dapat ditentukan bahwa dalam menjelaskaan
objek formalnya, telaah ilmu pendidikan tidaak hanya mengembangkan ilmu terapan
melainkan menuju kepada telaah teori dan ilmu pendidikan sebgaai ilmu otonom
yang mempunyi objek formil sendiri atau problematika sendiri sekalipun tidak
dapat hnya menggunkaan pendekatan kuantitatif atau pun eksperimental (Campbell
& Stanley, 1963). Dengan demikian uji kebenaran pengetahuan sangat
diperlukan secara korespondensi, secara koheren dan sekaligus secara praktis
dan atau pragmatis (Randall &Buchler,1942).
3. Dasar aksiologis ilmu pendidikan
Kemanfaatan teori
pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan
untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses
pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai ilmu pendidikan tidak
hanya bersifat intrinsic sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga
nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak
dalam praktek mmelalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan
pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan demikian ilmu pendidikan tidak
bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan
ilmu pendidikan dan tugas pendidik sebagi pedagok. Dalam hal ini relevan sekali
untuk memperhatikan pendidikan sebagai bidang yang sarat nilai seperti
dijelaskan oleh Phenix (1966). Itu sebabnya pendidikan memerlukan teknologi
pula tetapi pendidikan bukanlah bagian dari iptek. Namun harus diakui bahwa
ilmu pendidikan belum jauh pertumbuhannya dibandingkan dengan kebanyakan ilmu
sosial dan ilmu prilaku. Lebih-lebih di Indonesia.
Implikasinya ialah bahwa ilmupendidikan lebih dekat kepada ilmu prilaku kepada ilmu-ilmu sosial, dan harus menolak pendirian lain bahwa di dalam kesatuan ilmu-ilmu terdapat unifikasi satu-satunya metode ilmiah (Kalr Perason,1990).
Implikasinya ialah bahwa ilmupendidikan lebih dekat kepada ilmu prilaku kepada ilmu-ilmu sosial, dan harus menolak pendirian lain bahwa di dalam kesatuan ilmu-ilmu terdapat unifikasi satu-satunya metode ilmiah (Kalr Perason,1990).
4. Dasar antropologis ilmu pendidikan
Pendidikan yang
intinya mendidik dan mengajar ialah pertemuan antara pendidik sebagai subjek
dan peserta didik sebagai subjek pula dimana terjadi pemberian bantuan kepada
pihak yang belakangan dalaam upaayanya belajr mencapai kemandirian dalam
batas-batas yang diberikan oleh dunia disekitarnya. Atas dasar pandangan
filsafah yang bersifat dialogis ini maka 3 dasar antropologis berlaku universal
tidak hanya (1) sosialitas dan (2) individualitas, melainkan juga (3)
moralitas. Kiranya khusus untuk Indonesia apabila dunia pendidikan nasional
didasarkan atas kebudayaan nasional yang menjadi konteks dari sistem pengajaran
nasional disekolah, tentu akan diperlukan juga dasar antropologis pelengkap
yaitu (4) religiusitas, yaitu pendidik dalam situasi pendidikan
sekurangkurangnya secara mikro berhamba kepada kepentingan terdidik sebagai
bagian dari pengabdian lebih besar kepada Tuhan Yang Maha Esa.
BAB
III
PENUTUP
Filsafat pendidikan adalah ilmu pendidikan yang bersendikan
filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemecahan
mengenai masalah pendidikan. Cabang-cabang suatu system filsafat, dapat
mendasari berbagai pemikiran mengenai pendidikan. Misalnya, metafisika-karena
“tinjauannya yang mendalam mengenai hal-hal dibalik dunia fisik”, memberikan
dasar-dasar pemikiran mengenai kurikulum, aksiologi, mengenai masalah nilai dan
kesusilaan; sedangkan logika memberikan landasan pikiran mengenai pengembangan
pendidikan kecerdasa.
Peranan filsafat yang mendasari berbagai aspek pendidikan
ini, sudah barang tentu merupakan sumbangan utama bagi pembinaan pedagogic.
Teori-teori yang tersusun karenanya dapat disebut pendidikan yang berlandaskan
filsafat. Filsafat pendidikan dapat terbentuk berdasarkan pendidikan; artinya,
pendidikan dengan problema-problemanya yang bersifat filosofis dipilih yang
memerlukan jawab secara filosofis pula. Filsafat pendidikan yang timbul
demikian ini biasanya bersifat terbuka akan kemungkinan-kemungkinan baru.
DAFTAR RUJUKAN
Ismaun.
(2001). Filsafat Ilmu. (Diktat
Kuliah). Bandung : UPI Bandung.
Kumpulan Ilmu. (2011). ”Pengertian Filsafat Menurut Para Ahli”. Internet
: http://mbegedut.blogspot.com/2011/02/pengertian-filsafat-pendidikan-menurut.html
Manan Imran. (1989). Dasar-dasar Sosial Budaya Pendidikan”. Jaakarta
: P2LPTK
Majalah Pendidikan. (2011). “Dasar-dasar Filsafat Pendidikan”. Internet
: http://www.majalahpendidikan.com/2011/04/dasar-dasar-filsafat-ilmu-pendidikan.html
Rahmawati Mardiah. (2012) “Filsafat Pendidikan Sebagai Konsep Dasar Ilmu Pendidikan”. Internet : http://mardiahrahmawati.blogspot.com/2012/04/filsafat-pendidikan-sebagai-konsep.html
Suriasumantri,
Jujun.S . (1996) Ilmu dalam Perspektif
Moral, Sosial, dan Politik : Sebuah Dialog tentang Dunia Keilmuan Dewasa ini.
Jakarta : Gramedia.
______.
(2005) Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar
Populer.Jakarta : Sinar Harapan.
Tafsir
Ahmad. (2004). Filsafat Ilmu. Bandung
: PT. Remaja Rosdakarya.
Blog ini bermanfaat sekali , Thanks gan !!
BalasHapusbisnistiket.co.id
sukses dan sehat selalu kak
BalasHapus