Minggu, 18 Agustus 2013

Filsafat Pendidikan, Dasar Filsafat dan Ilmu Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

Suatu peristiwa atau kejadian pada dasarnya tidak pernah lepas dari peristiwa lain yang mendahuluinya. Demikian juga dengan timbul dan berkembangnya filsafat dan ilmu. Filsafat dan ilmu timbul dan berkembang karena akal budi, thauma, dan aporia.
a. Manusia merupakan makhluk berakal budi.
Dengan akal budinya, kemampuan manusia dalam bersuara bisa berkembang menjadi kemampuan berbahasa dan berkomunikasi, sehingga manusia disebut sebagai homo loquens dan animal symbolicum. Dengan akal budinya, manusia dapat berpikir abstrak (berpikir tentang hal-hal yang tidak nyata, tidak jelas dan sulit didefinisikan) dan konseptual (berpikir berhubungan dengan sebuah konsep yang nyata) sehingga dirinya disebut sebagai homo sapiens (makhluk pemikir) atau kalau menurut Aristoteles manusia dipandang sebagai animal that reasons yang ditandai dengan sifat selalu ingin tahu (all men by nature desire to know).
Pada diri manusia melekat kehausan intelektual (intellectual curiosity), yang menjelma dalam wujud aneka ragam pertanyaan.Bertanya adalah berpikir dan berpikir dimanifestasikan dalam bentuk pertanyaan.
b. Manusia memiliki rasa kagum (thauma) pada alam semesta dan isinya.
Manusia merupakan makhluk yang memiliki rasa kagum pada apa yang diciptakan oleh Sang Pencipta, misalnya kekaguman pada matahari, bumi, dirinya sendiri dan seterusnya. Kekaguman tersebut kemudian mendorong manusia untuk berusaha mengetahui alam semesta itu sebenarnya apa, bagaimana asal usulnya (masalah kosmologis). Ia juga berusaha mengetahui dirinya sendiri, mengenai eksistensi, hakikat, dan tujuan hidupnya.
c. Manusia senantiasa menghadapi masalah
Faktor lain yang juga mendorong timbulnya filsafat dan ilmu adalah adalah masalah yang dihadapi manusia (aporia). Kehidupan manusia selalu diwarnai dengan masalah, baik masalah yang bersifat teoritis maupun praktis. Masalah mendorong manusia untuk berbuat dan mencari jalan keluar yang tidak jarang menghasilkan temuan yang sangat berharga (necessity is the mother of science).

Uraian di atas menjelaskan kepada kita betapa pentingnya filsafat dan ilmu.Lalu apakah sebenarnya filsafat dan ilmu itu? Dan apa filsafat ilmu itu? Untuk itulah dalam makalah ini penulis akan memaparkan hal tersebut yang akan dilengkapi pula dengan penjelasan mengenai dasar-dasar dan sumber pengetahuan.



BAB II
FILSAFAT PENDIDIKAN
I.       Filsafat Pendidikan

A.     Pengertian Filsafat Pendidikan
Merupakan terapan dari filsafat umum, maka selama membahas filsafat pendidikan akan berangkat dari filsafat. Istilah filsafat yang merupakan terjemahan dari philosophy (bahasa Inggris) berasal dari bahasa Yunani philo (love of ) dan sophia (wisdom). Jadi secara etimologis filsafat artinya cinta atau gemar akan kebajikan (love of wisdom). Cinta artinya hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh.Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya.Dengan demikian, filsafat berarti hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh akan kebenaran sejati. Demikian arti filsafat pada mulanya.
Berdasarkan arti secara etimologis sebagaimana dijelaskan di atas kemudian para ahli berusaha merumuskan definisi filsafat. Secara umum, filsafat dinyatakan sebagai suatu usaha untuk berpikir secara radikal dan menyeluruh, suatu cara berpikir dengan mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Aktivitas tersebut diharapkan dapat menghasilkan suatu kesimpulan universal dari kenyataan partikular atau khusus, dari hal yang tersederhana sampai yang terkompleks.
Manan menyebutkan bahwa dalam arti luas, pendidikan mencakup semua proses, kecuali yang bersifat genetis, yang menolong membentuk fikiran, karakter, atau kapasitas fisik seseorang.
Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional, tercantum pengertian pendidikan: “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Pendidikan bukan hanya menyampaikan keterampilan yang sudah dikenal, akan tetapi dapat memperkenalkan berbagai jenis keterampilan dan kemahiran yang akan datang, serta dapat menemukan cara yang tepat dan cepat supaya dapat dikuasai oleh anak didik (Zahara Idris, 1987:14). Imran (1989, 73) menyimpulkan bahwa sekolah atau lembaga pendidikan menyediakan sebuah kerangka bagi penanaman dan pengembangan ideology nasional yang akan menjadi sumber peningkatan integrasi nasional. Pendidikan adalah suatu proses transfer ilmu dari generasi ke generasi berikutnya tempat pewarisan nilai dan budaya.
Berikut ini, beberapa pengertian filsafat pendidikan menurut para ahli:
  • Muhammad Labib al-Najihi: Filsafat pendidikan adalah suatu aktivitas yang teratur yang menjadikan filsafat itu sebagai jalan mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan.
  • Kilpatrik dalam Buku Philosophy of Education menyebutkan "Philisophizing and education are, then, but two stages of the same endeavo; Philisophizing to think out better values and idealism, education to realize these in life, in human personality. Education acting out of the best direction philosophizing in can give, tries and beginning primarly wit h the young, t o lead people to build critrised values to their characters, and in this way to get the highest ideals of philosophy progressively embodied in their lives." Berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha. Berfilsafat adalah memikirkan dan mempert imbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik ialah usaha merealisasi nilai-nilai dan cita-cita itu didalam kehidupan dan dalam kepribadian manusia. Mendidik ialah mewujudkan nilai-nilai yang disumbangkan filsafat, dimulai dengan generasi muda, untuk membimbing rakyat membina nilai-nilai di dalam kepribadian mereka, dan melembagakannya dalam kehidupan mereka.
  • John Dewey memandang pendidikan sebagai suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emotional) menuju kearah tabi’at manusia, maka filsafat juga dapat diartikan sebagai teori umum pendidikan (Democracy and Educat ion, p. 383)
  • Prof. Brameld berkata tentang pengertian filsafat pendidikan : That is, we should bring philosophy to bear upon the problems of education as effiently.(Kita harus membawa filsafat guna mengatasi persoalan-persoalan pendidikan secara efisien, jelas, dan sistematis sedapat mungkin)
  • Van Cleve Morris menyatakan : “Secara ringkas kita mengatakan bahwa pendidikan adalah studi filosofis, karena ia pada dasarnya, bukan alat social semata untuk mengalihkan cara hidup secara menyeluruh kepada setiap generasi, akan tetapi ia juga menjadi agen (lembaga) yang melayani hati nurani masyarakat dalam perjuangan mencapai hari depan lebih baik (Van Cleve Morris, Becamingan Education, p.57 dalam buku Filsafat Pendidikan Islam, Prof HM. Arifin, Med, p. 3)
Jadi Filsafat pendidikan adalah suatu aktivitas yang teratur yang menjadikan filsafat itu sebagai jalan mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Filsafat Pendidikan dapat diartikan juga upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan. Filsafat pendidikan adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa "Pancasila" yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia.
Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai. Dalam filsafat terdapat berbagai mazhab/aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurnagnya sebanyak aliran filsafat itu sendiri.
B.     Latar Belakang Munculnya Filsafat Pendidikan
a.       Ajaran filsafat yang komprehensif telah menempati status yang tinggi dalam kehidupan kebudayaan manusia, yakni sebagai ideology suatu bangsa dan negara.
b.    Tujuan berfilsafat adalah membina manusia mempunyai akhlaq yang tertinggi.
c.       Eksistensi suatu bangsa adalah eksistensi ideology dan filsafat hidupnya, makademi mewariskan eksistensi tersebut jalan yang efektif adalah melalui pendidikan.
d.    Tidak berbeda dengan fungsi Filsafat pendidikan adalah suatu bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya kepribadian utama.
e.       Pendidikan secara fundamental didasarkan atas asas-asas filosofis dan ilmiah untuk menjamin tujuan pendidikan yaitu: meningkatkan perkembangan social budaya bahkan martabat bangsa, kewibawaan, dan kejayaan Negara

C.     Tujuan Filsafat Pendidikan
a.       Memberikan landasan dan sekaligus mengarahkan kepada proses pelaksanaan pendidikan.
b.    Membantu mempejelas tujuan-tujuan pendidikan.
c.    Melaksanakan kritik dan koreksi terhadap proses pelaksanaan tersebut.
d.      Melakukan evaluasi terhadap metode dari proses pendidikan.

D.    Aliran-aliran Dalam Filsafat pendidikan
1.      Filsafat Pendidikan Idealisme
Memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali
2.      Filsafat Pendidikan Realisme
Merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia. Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill.
3.      Filsafat Pendidikan Materialisme
Berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Beberapa tokoh yang beraliran materialisme: Demokritos
4.      Filsafat Pendidikan Pragmatisme
Dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos.
5.      Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
Memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankan pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich
6.      Filsafat Pendidikan Progresivisme
Bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C. Neff
7.      Filsafat Pendidikan Esensialisme
Adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda. Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell.
8.      Filsafat Pendidikan Perenialisme
Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler.
9.      Filsafat Pendidikan rekonstruksionisme
Merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg.

E.     Fungsi Filsafat Pendidikan
1.      Fungsi Spekulatif.
Filsafat pendidikan berusaha mengerti keseluruhan persoalan pendidikan dan mencoba merumuskannya dalam satu gambaran pokok sebagai pelengkap bagi data-data yang telah ada dari segi ilmiah. Filsafat pendidikan berusaha mengerti keseluruhan persoalan pendidikan dan antar hubungannya dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pendidikan.
2.      Fungsi Normatif.
Sebagai penentu arah, pedoman untuk apa pendidikan itu. Asas ini tersimpul dalam tujuan pendidikan, jenis masyarakat apa yang ideal yang akan dibina. Khususnya norma moral yang bagaimana sebaiknya yang manusia cita-citakan. Bagaimana filsafat pendidikan memberikan norma dan pertimbangan bagi kenyataan-kenyataan normatif dan kenyataan-kenyataan ilmiah, yang pada akhirnya membentuk kebudayaan.
3.      Fungsi Kritik.
Terutama untuk memberi dasar bagi pengertian kritis rasional dalam pertimbangan dan menafsirkan data-data ilmiah. Misalnya, data pengukuran analisa evaluasi baik kepribadian maupun achievement (prestasi). Fungsi kritik bararti pula analisis dan komparatif atas sesuatu, untuk mendapat kesimpulan. Bagaimana menetapkan klasifikasi prestasi itu secara tepat dengan data-data obyektif (angka-angka, statistik). Juga untuk menetapkan asumsi atau hipotesa yang lebih resonable. Filsafat harus kompeten, mengatasi kelemahan-kelemahan yang ditemukan bidang ilmiah, melengkapinya dengan data dan argumentasi yang tak didapatkan dari data ilmiah.
4.      Fungsi Teori Bagi Praktek.
Semua ide, konsepsi, analisa dan kesimpulan-kesimpulan filsafat pendidikan adalah berfungsi teori. Dan teori ini adalah dasar bagi pelaksanaan/praktek pendidikan. Filsafat memberikan prinsip-prinsip umum bagi suatu praktek.
5.      Fungsi Integratif.
Mengingat fungsi filsafat pendidikan sebagai asa kerohanian atau rohnya pendidikan, maka fungi integratif filsafat pendidikan adalah wajar. Artinya, sebagai pemadu fungsional semua nilai dan asas normatif dalam ilmu pendidikan.





II.    Dasar-dasar Filsafat Ilmu Pendidikan
Dasar-dasar ilmu pendidikan yaitu :
1.      Pedagogik sebagai ilmu murni menelaah fenomena pendidikan, yaitu :
Adapun data itu mencakup fakta dan nilai serta jalinan antara keduanya. Data factual tidak berasal dari ilmu lain tetapi dari objek yang dihadapi yang ditelaah ilmuwan itu secara empiris. Begitu pula data nilai tidak berasal dari filsafat tertentu melainkan dari pengalaman atas manusia secara hakiki. Filsafat menjadi ilmu dasar karena ilmu pendidikan tidak menganut aliran atau suatu filsafat tertentu.
Implikasi jelas bahwa batang tubuh ilmu pendidikan haruslah sekurang-kurangnya secara mikro mencakup
a.       Relasi sesama manusia pendidik dengan terdidk
b.      Pentingnya ilmu pendidikan mempergunakan metode fenomenologi secara kualitatif.
c.       Orang dewasa yang berperan sebagai pendidik.
d.      Keberadaan anak manusia sebagai terdidik
e.       Tujuan pendidikan
f.        Tindakan dan proses pendidikan.
g.       Lingkungan dan lembaga pendidikan.

Pendidikan luar sekolah dalam arti terbatas dengan batang tubuh yang di perlukan lingkupnya sehingga meliputi :
a.       Konteks social budaya
b.      Filsafat pendidikan dan sejarah pendidikan
c.       Teori, pengembangan dan pembinaan kurikulum, serta cabang ilmu pendidikan lainnya yang bersifat dreskriptif
d.      Berbagai study empiric tentang fenomena pendidikan
e.       Berbagai study pendidikan aplikatif khususnya mengenai pengajaran termasuk pengembangan.

2.      Telaah ilmiah dan kontribusi ilmu bantu
Yang menjadi inti ilmu pendidikan teoritis ialah Pedagogik sebagai ilmu mendidik yaitu mengenai tealaah (atau studi) pendidikan anak oleh orang dewasa. Pedagogik teoritis selalu bersifat sistematis karena harus lengkap problematic dan pembahasannya.
Diantara ilmu bantu yang penting bagi pedagogic dan androgogi ialah : biologi, psikologi, sosiologi, antropologi budaya, sejarah dan fenomenologi (filsafah).
a.       Pendekatan fenomenologi dalam menelaah gejala pendidikan
b.      Pedagogik adalah ilmu pendidikan yang bersifat teoritis dan bukan pedagogic yang filosofis. Pedagogik melakukan telaah fenomenologis atas fenomen yang bersifat empiris sekalipun bernuansa normative. Berfikir filosofis pada satu sisi dan di pihak lain pengalaman dan penyelidikan empiris berjalan bersama-sama.
c.       Kontribusi ilmu-ilmu bantu terhadap pedagogic
d.      Ilmu pendidikan khususnya pedagogic dan andropologi tidak menggunakan metoda deskriptif-eksperimental karena manfaatnya terbtas pada pemahaman atas perubahan perilaku siswa. Sedangkan prediksi dan kontrol yang eksperimental diterapakan dan itupun manfaatnya terbatas sekali.
e.       Pedagogic dan andropologi harus menjadi ilmu otonom yang menerapkan metode fenomenologi secara kualitatif. Maksudnya ialah agar dapat memperoleh data yang tidak normative (data factual) dalam jumlah seperlunya dari ilmu biologi, psikologi dan ilmu-ilmu sosial
           
        Dasar-dasaar filsafat keilmuan terkait dalam arti dasar ontologis, dasar epistemologis, dan aksiologis, dan dasar antropolgis ilmu pendidikan.

1. Dasar ontologis ilmu pendidikan
        Pertama-tama pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari ilmu pendidikan. Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan ilmu pendidikan melalui pengalaman pancaindra ialah dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek materil ilmu pendidikan ialah manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya, yaitu manusia yang berakhlak mulia dalam situasi pendidikan atau diharapokan melampaui manusia sebagai makhluk sosial mengingat sebagai warga masyarakat ia mempunyai ciri warga yang baik (good citizenship atau kewarganegaraan yang sebaik-baiknya).
        Agar pendidikan dalam praktek terbebas dari keragu-raguan, maka objek formal ilmu pendidikan dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi pendidikan. Didalam situiasi sosial manusia itu sering berperilaku tidak utuh, hanya menjadi makhluk berperilaku individual dan/atau makhluk sosial yang berperilaku kolektif. Hal itu boleh-boleh saja dan dapat diterima terbatas pada ruang lingkup pendidikan makro yang berskala besar mengingat adanya konteks sosio-budaya yang terstruktur oleh sistem nilai tertentu. Akan tetapipada latar mikro, sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan antar pribadi yang menjadi syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi terlaksananya mendidik dan mengajar, yaitu kegiatan pendidikan yang berskala mikro. Hal itu terjadi mengingat pihak pendidik yang berkepribadiaan sendiri secara utuh memperlakukan peserta didiknya secara terhormat sebagai pribai pula, terlpas dari factor umum, jenis kelamin ataupun pembawaanya. Jika pendidik tidak bersikap afektif utuh demikian makaa menurut Gordon (1975: Ch. I) akan terjadi mata rantai yang hilang (the missing link) atas factor hubungan serta didik-pendidik atau antara siswa-guru. Dengan begitu pendidikan hanya akan terjadi secara kuantitatif sekalipun bersifat optimal, pemerataan pendidikan yang kurang mengajarkan demokrasi jadi kurang berdemokrasi. Sedangkan kualitas manusianya belum tentu utuh.

2. Dasar epistemologis ilmu pendidikan
Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Sekalipun pengumpulan data di lapangan sebagian dapat dilakukan oleh tenaga pemula namun telaah atas objek formil ilmu pendidikan memerlukaan pendekatan fenomenologis yang akan menjalin stui empirik dengan studi kualitatif-fenomenologis. Pendekaatan fenomenologis itu bersifat kualitatif, artinya melibatkan pribadi dan diri peneliti sabagai instrumen pengumpul data secara pasca positivisme. Karena itu penelaaah dan pengumpulan data diarahkan oleh pendidik atau ilmuwan sebagai pakar yang jujur dan menyatu dengan objeknya.
               Karena penelitian tertuju tidak hnya pemahaman dan pengertian (verstehen, Bodgan & Biklen, 1982) melainkan unuk mencapai kearifan (kebijaksanaan atau wisdom) tentang fenomen pendidikan maka validitas internal harus dijaga betul dalm berbagai bentuk penlitian dan penyelidikan seperti penelitian koasi eksperimental, penelitian tindakan, penelitian etnografis dan penelitian ex post facto. Inti dasar epistemologis ini adalah agar dapat ditentukan bahwa dalam menjelaskaan objek formalnya, telaah ilmu pendidikan tidaak hanya mengembangkan ilmu terapan melainkan menuju kepada telaah teori dan ilmu pendidikan sebgaai ilmu otonom yang mempunyi objek formil sendiri atau problematika sendiri sekalipun tidak dapat hnya menggunkaan pendekatan kuantitatif atau pun eksperimental (Campbell & Stanley, 1963). Dengan demikian uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara korespondensi, secara koheren dan sekaligus secara praktis dan atau pragmatis (Randall &Buchler,1942).

3. Dasar aksiologis ilmu pendidikan 
Kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai ilmu pendidikan tidak hanya bersifat intrinsic sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek mmelalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan demikian ilmu pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan ilmu pendidikan dan tugas pendidik sebagi pedagok. Dalam hal ini relevan sekali untuk memperhatikan pendidikan sebagai bidang yang sarat nilai seperti dijelaskan oleh Phenix (1966). Itu sebabnya pendidikan memerlukan teknologi pula tetapi pendidikan bukanlah bagian dari iptek. Namun harus diakui bahwa ilmu pendidikan belum jauh pertumbuhannya dibandingkan dengan kebanyakan ilmu sosial dan ilmu prilaku. Lebih-lebih di Indonesia.
Implikasinya ialah bahwa ilmupendidikan lebih dekat kepada ilmu prilaku kepada ilmu-ilmu sosial, dan harus menolak pendirian lain bahwa di dalam kesatuan ilmu-ilmu terdapat unifikasi satu-satunya metode ilmiah (Kalr Perason,1990).
           
4. Dasar antropologis ilmu pendidikan 
Pendidikan yang intinya mendidik dan mengajar ialah pertemuan antara pendidik sebagai subjek dan peserta didik sebagai subjek pula dimana terjadi pemberian bantuan kepada pihak yang belakangan dalaam upaayanya belajr mencapai kemandirian dalam batas-batas yang diberikan oleh dunia disekitarnya. Atas dasar pandangan filsafah yang bersifat dialogis ini maka 3 dasar antropologis berlaku universal tidak hanya (1) sosialitas dan (2) individualitas, melainkan juga (3) moralitas. Kiranya khusus untuk Indonesia apabila dunia pendidikan nasional didasarkan atas kebudayaan nasional yang menjadi konteks dari sistem pengajaran nasional disekolah, tentu akan diperlukan juga dasar antropologis pelengkap yaitu (4) religiusitas, yaitu pendidik dalam situasi pendidikan sekurangkurangnya secara mikro berhamba kepada kepentingan terdidik sebagai bagian dari pengabdian lebih besar kepada Tuhan Yang Maha Esa.



BAB III
PENUTUP

Filsafat pendidikan adalah ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemecahan mengenai masalah pendidikan. Cabang-cabang suatu system filsafat, dapat mendasari berbagai pemikiran mengenai pendidikan. Misalnya, metafisika-karena “tinjauannya yang mendalam mengenai hal-hal dibalik dunia fisik”, memberikan dasar-dasar pemikiran mengenai kurikulum, aksiologi, mengenai masalah nilai dan kesusilaan; sedangkan logika memberikan landasan pikiran mengenai pengembangan pendidikan kecerdasa.
Peranan filsafat yang mendasari berbagai aspek pendidikan ini, sudah barang tentu merupakan sumbangan utama bagi pembinaan pedagogic. Teori-teori yang tersusun karenanya dapat disebut pendidikan yang berlandaskan filsafat. Filsafat pendidikan dapat terbentuk berdasarkan pendidikan; artinya, pendidikan dengan problema-problemanya yang bersifat filosofis dipilih yang memerlukan jawab secara filosofis pula. Filsafat pendidikan yang timbul demikian ini biasanya bersifat terbuka akan kemungkinan-kemungkinan baru.






DAFTAR RUJUKAN
Ismaun. (2001). Filsafat Ilmu. (Diktat Kuliah). Bandung : UPI Bandung.

Kumpulan Ilmu. (2011). ”Pengertian Filsafat Menurut Para Ahli”. Internet : http://mbegedut.blogspot.com/2011/02/pengertian-filsafat-pendidikan-menurut.html

Manan Imran. (1989). Dasar-dasar Sosial Budaya Pendidikan”. Jaakarta : P2LPTK

Majalah Pendidikan. (2011). “Dasar-dasar Filsafat Pendidikan”. Internet : http://www.majalahpendidikan.com/2011/04/dasar-dasar-filsafat-ilmu-pendidikan.html

Rahmawati Mardiah.  (2012) “Filsafat Pendidikan Sebagai Konsep Dasar Ilmu Pendidikan”.  Internet : http://mardiahrahmawati.blogspot.com/2012/04/filsafat-pendidikan-sebagai-konsep.html

Suriasumantri, Jujun.S . (1996) Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik : Sebuah Dialog tentang Dunia Keilmuan Dewasa ini. Jakarta : Gramedia.
______. (2005) Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer.Jakarta : Sinar Harapan.

Tafsir Ahmad. (2004). Filsafat Ilmu. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.


2 komentar: