BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Paradigma pendidikan di masa depan adalah pendidikan yang
demokratis dan pendidikan yang demokratis hanya dapat diwujudkan dalam
masyarakat, bangsa dan negara yang juga demokratis. Demokrasi, termasuk
demokrasi pendidikan, memang tidak menyembuhkan berbagai penyakit pembangunan,
termasuk untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu, tetapi demokrasi memberikan
peluang terbaik bagi terlaksananya keadilan dan terhormatinya harkat dan
martabat kemanusiaan. Pendidikan yang demokratis akan menghasilkan lulusan yang
mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan mampu mempengaruhi
pengambilan keputusan kebijakan publik.
Sampai saat ini, pendidikan yang demokratis masih merupakan
cita-cita yang belum terwujud. Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional
nomor 20 tahun 2003 bab III pasal 4 ayat 1 dijelaskan bahwa pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan
kemajemukan bangsa.Namun dalam kenyataan masih terdapat fenomena pendidikan
yang tidak demokratis, misalnya fenomena kurang memadainya kualitas proses dan
produk pendidikan. Gambaran pendidikan saat ini dapat dijelaskan sebagai
berikut: (1) Proses pendidikan didominasi oleh penyampaian informasi bukan
pemrosesan informasi. (2) Proses pendidikan masih berpusat pada kegiatan
mendengarkan dan menghafalkan, bukan interpretasi dan makna terhadap apa yang
dipelajari dan upaya membangun pengetahuan. (3) Proses pendidikan masih didominasi
oleh guru/dosen yang otoriter (4) Selama ini siswa ditempatkan sebagai objek,
belum menempati kedudukannya sebagai subyek, sehingga kurang ada peluang bagi
siswa/mahasiswa untuk berkreasi, memberi kesempatan untuk mengembangkan dan
menunjukkan kemampuan yang beragam.
B.
Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang di paparkan di atas. Maka dapat
dirumuskan masalah :
1. Apa pengertian demokrasi pendidikan
?
2. Menjelaskan prinsip-prinsip
demokrasi pendidikan ?
3. Menjelaskan prinsip-prinsip
demokrasi menurut Islam ?
4. Bagaimana dengan demokrasi
pendidikan di Indonesia ?
5. Bagaimana peranpemimpin yang
demokratis dalam demokrasi pendidikan?
6. Bagaimana Pelaksanaan demokrasi pendidikan di Indonesia?
7. Bagaimana kebudayaan
sebagai isi pendidikan dan demokrasi pendidikan?
C.
Tujuan Penulisan
Dari perumusan masalah tersebut. Tujuan penulisan makalh ini
sebagai berikut :
1. Mengerti tentang demokrasi
pendidikan
2. Memahami prinsip-prinsip demokrasi
3. Memahami permasalahan demokrasi
pendidikan di Indonesia dan upaya penyelesaiannya
4. Mengetahui pentingnya kepemimpinan
yang demokratis untuk masa yang akan dating
5. Memahami kebudayaan
sebagai isi pendidikan dan demokrasi pendidikan
D.
Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini
mencakup beberapa yang terkait diantaranya sebagai berikut :
Bagi
Mahasiswa : Makalah ini dapat digunakan sebagai
bahan referensi atau masukan tentang demokrasi pendidikan. Demokrasi
pendidikan sangat bermanfaat bagi mahasiswa calon guru.
Bagi
Masyarakat umum : Sebagai bahan bacaan yang bermanfaat
untuk menambah pengetahuan tentang demokrasi pendidian. Dan serta untuk
menambahkan peran aktif masyarakat dalam pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
DEMOKRASI
PENDIDIKAN
A.
Pengertian Demokrasi Pendidikan
Pendidikan yang demokratik adalah pendidikan yang memberikan
kesempatan yang sama kepada setiap anak untuk mendapatkan pendidikan di sekolah
sesuai dengan kemampuannya. Pengertian demokratik di sini mencakup arti baik
secara horizontal maupun vertikal. Maksud demokrasi secara horizontal adalah
bahwa setiap anak, tidak ada kecualinya, mendapatkan kesempatan yang sama untuk
menikmati pendidikan sekolah. Hal ini tercermin pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1
yaitu: “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Sementara itu,
demokrasi secara vertikal ialah bahwa setiap anak mendapat kesempatan yang sama
untuk mencapai tingkat pendidikan sekolah yang setinggi-tingginya sesuai dengan
kemampuannya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, demokrasi diartikan
sebagai gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan
kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara. Dalam pendidikan,
demokrasi ditunjukkan dengan pemusatan perhatian serta usaha pada si anak didik
dalam keadaan sewajarnya (intelegensi, kesehatan, keadaan sosial, dan
sebagainya). Di kalangan Taman Siswa dianut sikap tutwuri handayani,
suatu sikap demokratis yang mengakui hak si anak untuk tumbuh dan berkembang
menurut kodratnya.
Dengan demikian, tampaknya demokrasi pendidikan merupakan
pandangan hidup yang mengutarakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan
yang sama di dalam berlangsungnya proses pendidikan antara pendidik dan anak
didik, serta juga dengan pengelola pendidikan.
Sedangkan
demokrasi pendidikan dalam pengertian yang luas mengandung tiga hal yaitu :
1. Rasa hormat terhadap harkat sesama
manusia
Demokrasi
pada prinsip ini dianggap sebagai pilar pertama untuk menjamin persaudaraan hak
manusia dengan tidak memandang jenis kelamin, umur, warna kulit, agama dan
bangsa. Dalam pendidikan, nilai-nilai inilah yang ditanamkan dengan memandang
perbedaan antara satu dengan yang lainnya baik hubungan antara sesama peserta
didik atau hubungan dengan gurunya yang saling menghargai dan menghormati.
2. Setiap manusia memiliki perubahan ke
arah pikiran yang sehat
Dari
prinsip inilah timbul pandangan bahwa manusia itu harus dididik, karena dengan
pendidikan itu manusia akan berubah dan berkembang ke arah yang lebih sehat,
baik dan sempurna. Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan diharapkan
dapat mengembangkan kemampuan anak didik untuk berpikir dan memecahkan
persoalan-persoalannya sendiri secara teratur, sistematis dan komprehensif
serta kritis sehingga anak didik memiliki wawasan, kemampuan dan kesempatan
yang luas.
3. Rela berbakti untuk kepentingan dan
kesejahteraan bersama
Dalam
konteks ini, pengertian demokrasi tidaklah dibatasi oleh kepentingan
individu-individu lain. Dengan kata lain, seseorang menjadi bebas karena orang
lain menghormati kepentingannya. Oleh sebab itu, tidak ada seseorang yang
karena kebebasannya berbuat sesuka hatinya sehingga merusak kebebasan orang
lain atau kebebasannya sendiri.
Kesejahteraan dan kebahagiaan hanya tercapai bila setiap
warga negara atau anggota masyarakat dapat mengembangkan tenaga atau pikirannya
untuk memanjukan kepentingan bersama karena kebersamaan dan kerjasama inilah
pilar penyangga demokrasi. Berkenaan dengan itulah maka bagi setiap warga
negara diperlukan hal-hal sebagai berikut :
1.
pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah kewarganegaraan
(civic), ketatanegaraan, kemasyarakatan, soal-soal pemerintahan yang
penting;
2. suatu keinsyafan dan kesanggupan
semangat menjalankan tugasnya dengan mendahulukan kepentingan negara atau
masyarakat daripada kepentingan sendiri;
3. suatu keinsyafan dan kesanggupan
memberantas kecurangan-kecurangan dan perbuatan-perbuatan yang menghalangi
kemajuan dan kemakmuran masyarakat dan pemerintah.
B.
Prinsip-prinsip demokrasi dalam pendidikan
Dalam
setiap pelaksanaan pendidikan selalu terkait dengan masalah-masalah antara lain
:
1. Hak asasi setiap warga negara untuk
memperoleh pendidikan
2. Kesempatan yang sama bagi warga
negara untuk memperoleh pendidikan
3. Hak dan kesempatan atas dasar
kemampuan mereka
Dari prinsip-prinsip di atas dapat dipahami bahwa ide dan
nilai demokrasi pendidikan itu sangat banyak dipengaruhi oleh alam pikiran,
sifat dan jenis masyarakat dimana mereka berada, karena dalam realitasnya bahwa
pengembangan demokrasi pendidikan itu akan banyak dipengaruhi oleh latar
belakang kehidupan dan penghidupan masyarakat. Misalnya masyarakat agraris akan
berbeda dengan masyarakat metropolitan dan modern, dan sebagainya.
Apabila yang dikemukakan tersebut dikaitkan dengan
prinsip-prinsip demokrasi pendidikan yang telah diungkapkan, tampaknya ada
beberapa butir penting yang harus diketahui dan diperhatikan,diantaranya :
1. Keadilan dalam pemerataan kesempata
belajar bagi semua warga negara dengan cara adanya pembuktian kesetiaan dan
konsisten pada sistem politik yang ada;
2. Dalam upaya pembentukan karakter
bangsa sebagai bangsa yang baik;
3. Memiliki suatu ikatan yang erat
dengan cita-cita nasional.
Sedangkan pengembangan demokrasi pendidikan yang
berorientasi pada cita-cita dan nilai demokrasi, akan selalu memperhatikan
prinsip-prinsip berikut ini :
1. Menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia sesuai dengan nilai-nilai luhurnya
2. Wajib menghormati dan melindungi hak
asasi manusia yang bermartabat dan berbudi pekerti luhur
3. Mengusahakan suatu pemenuhan hak
setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran nasional dengan
memanfaatkan kemampuan pribadinya, dalam rangka mengembangkan kreasinya ke arah
perkembangan dan kemajuan iptek tanpa merugikan pihak lain.
C.
Prinsip-prinsip demokrasi dalam pandangan islam
Acuan
pemahaman demokrasi dan demokrasi pendidikan dalam pandangan ajaran Islam
bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.
1.
Di dalam Al-qur’an :
a) Surat Asy-Syura ayat 38
“dan (bagi) orang-rang yang menerima
(mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan sholat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah antara mereka mereka dan mereka menafkahkan
sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka“.
b) Surat An-Nahl ayat 43
“dan Kami tidak mengutus sebelum
kamu, kecuali orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka
bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui”.
2. Hadits Nabi Muhammad SAW yang
berbunyi :
طلب
العلم فريضة على كل مسلم و مسلمة
“”menuntut ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim (baik
pria maupun wanita)”
D.
Demokrasi pendidikan di Indonesia
Pengakuan terhadap hak asasi setiap individu anak bangsa
untuk menuntut pendidikan pada dasarnya telah mendapatkan pengakuan secara
legal sebagai-mana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 (1)
yang berbunyi bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Oleh
karena itu seluruh komponen bangsa yang mencakupi orang tua, masyarakat, dan
pemerintah memiliki kewajiban dalam bertanggung jawab untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa melalui pendidikan. Mengenai tanggung jawab pemerintah secara
tegas telah dicantumkan di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (3)
yang menyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menye-lenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
Terkait dengan pernyataan tersebut, sejak tanggal 8 Juli
2003 pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menggantikan Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 yang
dianggap sudah tidak memadai lagi. Pembaharuan Sistem Pendidikan Nasioanal
dilakukan untuk memperbarui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan
nasional. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tersebut secara tegas
memperkuat tentang amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 tentang pendidikan.
Secara retorik kedua ayat tersebut, telah cukup dapat
dipergunakan sebagai jawaban atas tuntutan reformasi di bidang pendidikan yakni
diberinya peluang bahkan dalam batas tertentu diberikan kebebasan, kepada
keluarga dan masyarakat untuk mendapatkan dan menyelenggarakan pendidikan
sesuai dengan minat dan kebutuhan masyarakat serta sesuai dengan kondisi dan
tuntuan lapangan kerja. Hal ini berarti bahwa intervensi pemerintah yang
berlebihan dalam penyelenggaraan pendidikan perlu ditiadakan, dikurangi atau
setidaknya ditinjau kembali hal-hal yang sudah tidak relevan.
Dalam kaitannya dengan masyarakat belajar (learning society)
perlu diberikan kebebasan kepada masyarakat untuk dapat memilih belajar sesuai
dengan kebutuhan dan minatnya sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan
undang-undang dan falsafah negara. Demikian pula halnya dengan pelaksanaan
prinsip belajar seumur hidup.
Selama ini memang kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan
pendidikan telah menuju pada upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga
secara konseptual pemerintah telah melaksanakan kewajibannya sesuai dengan
ketentuan undang-undang. Namun secara realitas masih cukup banyak diantara
kelompok usia sekolah yang tidak/belum dapat menikmati pendidikan karena alasan
tertentu baik karena ketidakterjangkauan biaya, tempat maupun kesempatan,
sehingga hak mereka seolah “terampas” dengan sendirinya
Sebenarnya bangsa Indonesia telah menganut dan mengembangkan
asas demokrasi dalam pendidikan sejak diproklamasikannya kemerdekaan hingga
sekarang. Hal ini terdapat dalam :
1) UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2.
2) Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5, 6, 7 dan pasal 8
ayat 1, 2 dan ayat 3.
3) Garis-garis Besar Haluan Negara di
Sektor Pendidikan.
E.
Pentingnya Kepemimpinan yang Demokrasi pada Pendidikan di
Indonesia
Praktek kepemimpinan yang demokratis ialah membantu guru –
guru memandang dirinya secara positif, memungkinkan untuk menerima mereka
sendiri dan orang – orang lain serta memberikan kesempatan yang luas untuk
mengidentifikasikan diri dengan teman-teman seprofesinya.
Penggunaan metode kepemimpinan yang demokratis dalam
pendidikan memungkinkan guru – guru untuk membina kelas secara demokratis dengan
meletakkan titik berat pada aktifitas bersama dengan penghargaan akan
keperluan, integrasi dan potensi semua anggota kelas. Kelas yang demikian
menyadiakan kesempatan luas untuk memperoleh sukses dan hasil yang kreatif.
Pada era globalisasi ini pendidikan kepemimpinan hendaknya
lebih diperhatikan. Guru – guru yang merasakan suasana kerja yang demokratis
akan mempunyai kecenderungan untuk menciptakan suasana yang sama dalam
kelasnya. Adalah sangat penting untuk secara terus – menerus menganalisis dan merumuskan
kembali nilai – niali demokrasi , sebab hasilnya akan menentukan masa yang akan
datang.
F.
Pelaksanaan Demokrasi Pendidikan di Indonesia
Demokrasi pendidikan merupakan proses buat memberikan
jaminan dan kepastian adanya persamaan kesempatan buat mendapatkan pendidikan
di dalam masyarakat tertentu.
Pelaksanaan demokrasi pendidikan di
Indonesia pada dasarnya telah dikembangkan sedemikian rupa dengan menganut dan
mengembangkan asas demokrasi dalam pendidikannya, terutama setelah
diproklamirkannya kemerdekaan, hingga sekarang. Pelaksanaan tersebut telah
diatur dalam perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, seperti berikut ini:
1.
Pasal 31 UUD 1945;
a)
Ayat (1): Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
pengajaran.
b)
Ayat (2): pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.
Dengan demikian di negara Indonesia, semua warga negara
diberikan kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan, yang penyelenggaraan
pendidikannya diatur oleh satu undang-undang sistem pendidikan nasional, dalam
hal ini tentu saja UU nomor 2 tahun 1989.
2. UU Nomor 2 tahun 1989 tentang sistem
Pendidikan Nasional. Menurut UU ini, cukup banyak dibicarakan tentang demokrasi
pendidikan, terutama yang berkaitan dengan hak setiap warga negara untuk
memperoleh pendidikan, misalnya:
a)
Pasal 5; Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan.
b) Pasal 6; Setiap warga negara berhak atas
kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh
pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan
pengetahuan, kemampuan dan keterampilan tamatan pendidikan dasar.
c) Pasal 7; Penerimaan seseorang sebagai peserta
didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan
jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan
ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang
bersangkutan.
d) Pasal 8;
1)
Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan atau mental
berhak memperoleh pendidikan luar biasa.
2) Warga negara yang memiliki kemampuan
dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.
3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1) dan (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
G.
Kebudayaan
Sebagai Isi Pendidikan Dan Demokrasi Pendidikan
1.
Kebudayaan sebagai Isi Pendidikan
Para pakar antropologi budaya Indonesia
umumnya sependapat bahwa kata “kebudayaan” berasal dari bahasa Sansekerta
“buddhayah”. Kata Buddhayah adalah bentuk jamak dari Buddhi yang berarti “budi”
atau “akal”. Secara etimologis, kata “kebudayaan” berarti hal yang berkaitan
dengan akal (Koentjaraningrat, 1974). Namun ada pula anggapan bahwa kata
“budaya” berasal dari kata majemuk budi-daya yang berarti “daya dari budi” atau
“daya dari akal” yang berupa cipta. Karsa, dan rasa.
Kebudayaan merupakan suatu sistem
pengetahuan, gagasan dan ide yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat yang
berfungsi sebagai landasan pijak dan pedoman bagi masyarakat itu dalam bersikap
dan berperilaku dalam lingkungan alam dan sosial di tempat mereka berada
(Sairin , 2002). Sebagai sistem pengetahuan dan gagasan, kebudayaan yang
dimiliki suatu masyarakat merupakan kekuatan yang tidak tampak (invisble
power), yang mampu menggiring dan mengarahkan manusia pendukung kebudayaan itu
untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan pengetahuan dan gagasan yang
menjadi milik masyarakat tersebut, baik di bidang ekonomi, sosial, politik,
kesenian dan sebagainya. Sebagai suatu sistem, kebudayaan tidak diperoleh
manusia dengan begitu saja secara ascribed, tetapi melalui proses belajar yang
berlangsung tanpa henti, sejak dari manusia itu dilahirkan sampai dengan ajal
menjemputnya. Proses belajar dalam konteks kebudayaan bukan hanya dalam bentuk
internalisasi dari system “pengetahuan” yang diperoleh manusia melalui pewarisan
atau transmisi dalam keluarga, lewat sistem pendidikan formal di sekolah atau
lembaga pendidikan formal lainnya, melainkan juga diperoleh melalui proses
belajar dari berinteraksi dengan lingkungan alam dan sosialnya. Melalui
pewarisan kebudayaan dan internalisasi pada setiap individu, pendidikan hadir
dalam bentuk sosialisasi kebudayaan, berinteraksi dengan nilai-nilai masyarakat
setempat dan memelihara hubungan timbal balik yang menentukan proses-proses
perubahan tatanan sosio-kultur masyarakat dalam rangka mengembangkan kemajuan
peradabannya.
Dalam hal ini, pendidikan menjadi instrumen
kekuatan sosial masyarakat untuk mengembangkan suatu sistem pembinaan anggota
masyarakat yang relevan dengan tuntutan perubahan zaman. Abad globalisasi telah
menyajikan nilai-nilai baru, pengertian-pengertian baru serta
perubahan-perubahan di seluruh ruang lingkup kehidupan manusia yang waktu
kedatangannya tidak bisa diduga-duga. Sehingga dunia pendidikan merasa perlu
untuk membekali diri dengan perangkat pembelajaran yang dapat memproduk manusia
zaman sesuai dengan atmosfir tuntutan global.Penguasaan teknologi informasi,
penyediaan SDM yang profesional, terampil dan berdaya guna bagi masyarakat,
kemahiran menerapkan Iptek, perwujudan tatanan sosial masyarakat yang terbuka,
demokratis, humanis serta progresif dalam menghadapi kemajuan jaman merupakan
beberapa bekal mutlak yang harus dimiliki oleh semua bangsa di dunia ini yang
ingin tetap bertahan menghadapi tata masyarakat baru berwujud globalisasi.
Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah
bisa dilepaskan dari ruang lingkup kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil
perolehan manusia selama menjalin interaksi kehidupan baik dengan lingkungan
fisik maupun non fisik. Hasil perolehan tersebut berguna untuk meningkatkan kualitas
hidup manusia. Proses hubungan antar manusia dengan lingkungan luarnya telah
mengkisahkan suatu rangkaian pembelajaran secara alamiah. Pada akhirnya proses
tersebut mampu melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia.
Disini kebudayaan dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan
alam. Alam telah mendidik manusia melalui situasi tertentu yang memicu akal
budi manusia untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi
kehidupannya.
Dalam konteks hidupnya demi membentuk
ketahanan hasil buah budi tersebut manusia melanjutkan dalam suatu tatanan
simbol yang memberi arah bagi kehidupan. Sistem simbol ini menjadi rujukan
utama bagi masyarakat pendukung dalam berpikir maupun bertindak. Proses
selanjutnya yang terjadi adalah hubungan transformatif dan penguatan sistem
simbol agar dapat diteruskan kepada anggota berikutnya. Selain itu selama
kehidupan berjalan unsur-unsur kebudayaan selalu berubah menyesuaikan
perkembangan jaman. Dalam hal ini sistem symbol dengan sendirinya melakukan
reaksi untuk mengintegrasikan perubahan atas unsur kebudayaan. Agen yang
berfungsi sebagai transmitor produk budaya kepada anggota (khususnya generasi
muda) adalah pendidikan. Hal ini mengingat pendidikan itu tiada lain adalah
wahana pembelajaran segala bentuk kemampuan bagi sang pembelajar agar menjadi
manusia dewasa. Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat
erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yakni
nilai-nilai. Dalam konteks kebudayaan, pendidikan memainkan peranan sebagai
agen pengajaran nilai-nilai budaya. Jadi, jelas bahwa kebudayaan merupakan isi
dari pendidikan.
2.
Kebudayaan sebagai Demokrasi Pendidikan
Penanaman karakter adalah hal yang sah dan tentu saja tidak bisa
diacuhkan dalam fungsi pendidikan. Ada berbagai macam karakter moral yang
merupakan hasil kesadaran sosial dan bagian dari demokrasi yang ditanamkan
secara sah. Siapa yang sebaiknya memutuskan karakter yang bagaimana yang harus
ditanamkan?. Amy Guttman telah menguji dan menolak tiga teori yang popular dan
memiliki filosofis yang kuat. Teori – teori tersebut adalah :
a.
The family state theory
Teori
ini mengatakan bahwa otoritas pendidikan berada ditangan Negara.
b.
The state family theory
Teori
ini menempatkan otoritas pendidikan secara eksklusif berada ditangan orang tua,
tidak didasarkan pada asumsi bahwa orang tua mempunyai hak azasi untuk
menentukan otoritas sehingga tercapai kesejahteraan untuk anak – anak mereka.
c.
The state of individual theory
Teori
ini menolak untuk meletakkan otoritas pendidikan ditangan siapapun tanpa
jaminan bahwa pilihan-pilihan anak-anak tidak akan dirugikan, sesuai dengan
cara hidup dan tidak bertentangan dengan orang lain.
Jika suatu Negara yang menerapkan demokrasi
pendidikan tidak menjamin kebaikan berdasarkan ilmu pengetahuan atau otonomi
keluarga atau kenetralan dalam pandangan hidup,apa gunanya pendapat dalam
berbagi otoritas pendidikan? Pembagian otoritas pendidikan antara warga Negara,
orang tua dan tenaga pendidik professional mendukung nilai inti dari demokrasi.
Conscious social reproduction dalam demokrasi adalah bentuk yang sangat
inklusif. Tidak seperti teori family state, democratic state mengenalkan nilai
pendidikan orang tua dalam mengabadikan konsep hidup yang baik. Tidak seperti
teori state of family, democratic state mengenalkan nilai otoritas professional
yang memungkinkan anak anak untuk menghargai dan untuk mengevaluasi pandangan
hidup selain dari yang diberikan oleh keluarga mereka. Tidak seperti teori
state of individual, democratic state mengenalkan nilai pendidikan politik
dalam mempengaruhi anak-anak dalam menerima pandangan hidup yang konsisten
dengan membagi hak dan kewajiban warga Negara dalam masyarakat demokrasi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Demokratisasi pendidikan merupakan suatu kebijakan yang
sangat didamba-kan oleh masyarakat. Melalui kebijakan tersebut diharapkan
peluang masyarakat untuk menikmati pendidikan menjadi semakin lebar sesuai
dengan kemampuan dan kesempatan yang dimiliki. Jurang pemisah antara kelompok
terdidik dan belum terdidik menjadi semakin terhapus, sehingga informasi
pembangunan tidak lagi menjadi hambatan. Ungkapan pendidikan untuk semua dan
semuanya untuk pendidikan diharapkan bukan sekedar wacana tetapi sudah harus
merupakan komitmen pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkannya.
Dengan demikian isu tentang besarnya putus sekolah,
elitisme, ketidakterjangkauan dalam meraih pendidikan, dan seterusnya dapat
terhapus dengan sendirinya.
B.
Saran
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat memberikan
gambaran dan menambah wawasan kita tentang Demokrasi Pendidikan di Indonesia.
Dengan mengetahui demokrasi pendidikan kita akan menjadi manusia yang demokrasi
baik dalam pendidikan dan hal-hal yang lainnya dalam penyelesaian masalah
dengan demokratis.
Dari pembahasan materi ini kami mengalami beberapa kendala
dalam penyusunan makalah ini. Maka ada beberapa kesalahan oleh kami atau
kekurangan. Oleh karena itu kami juga membutuhkan saran dari pembaca untuk
menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hartono,
Edy. 2009. Hubungan Kebudayaan dan Pendidikan. (Online), http://edoy05.wordpress.com/paper/hub-kebudayaan-dengan-pendidikan/. diakses tanggal 1 September 2012.
Manan,
Imran. 1989. Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan. Jakarta: Depdibud.
Supriyoko.
2003. Pendidikan Nasional Dan
Kebudayaan Nasional Perannya Terhadap Pembangunan Yang Berkelanjutan. (Online), http//:www.lfip-orgenglish.pdf-bali-seminar-Sistim-Pendidikan-Nasional.pdf,diakses
tanggal 1 September 2012.
Syam, Mohammad Noor. 1986. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila.
Surabaya: Usaha Nasional.
Tohir, Raden Muhammad. 2011. Pentingnya Landasan
Sosial Budaya Dan Politik Ekonomi Dalam Mengatasi Problema Pendidikan Di
Indonesia. (Online), http://blog.unsri.ac.iduserfilesSosial%20Budaya.pdf,
diakses tanggal 1 September 2012.
Yayatharyati. 2011. Kaitan
Antara Kebudayaan Dan Pendidikan. (Online), http://kaitan-pendidikan-dan-kebudayaan-ppt.com, diakses
tanggal 1 September 2012.
Hasbullah.
2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Ihsan,
Fuad. 2008. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Prasetya,
Tri. 2000. Filsafat Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar