RESUME
STRATEGI PEMBELAJARAN FISIKA
“PENDEKATAN PEMBELAJARAN’’
OLEH
Sri
Wahyu Widyaningsih
(1104033)
DOSEN
PEMBIMBING
Prof.
Dr. Festiyed, M.S
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2011
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Puji
dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas limpahan rahmat,
hidayah dan inayah-Nya lah penulis telah dapat menyelesaikan resume yang
berjudul “Pendekatan Pembelajaran”
ini. Selawat beriring salam penulis sampaikan kepada nabi Muhammad SAW karena
dengan kerasulan beliaulah kita telah dibawa dari alam yang penuh dengan
kejahiliahan menuju alam yang penuh keimanan seperti yang kita rasakan sekarang
ini.
Selain
untuk memenuhi tugas mata kuliah Srategi Pembelajaran Fisika, resume ini juga
disusun untuk menambah pengetahuan kita tentang Pendekatan Pembelajaran. Dengan adanya resume
ini penulis berharap dapat membantu teman-teman dalam mata kuliah Srategi Pembelajaran Fisika
dan dalam mengajar nantinya.
Dalam
penulisan makalah ini, tentu saja tidak akan dapat diselesaikan dengan
sendirinya oleh penulis tanpa dorongan dan semangat, serta bimbingan dari
berbagai pihak, sehingga dengan bantuan tersebut penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada
Dosen pembimbing ibu Prof. Dr. Festiyet, M.Si yang telah memberikan arahan
kepada penulis.
Penulis
menyadari dalam penyajian resume ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk
itu penulis mengharapkan saran dari pembaca agar dapat diperbaiki pada
pembuatan resume yang akan datang. Semoga resume ini bermanfaat sebagaimana
yang diharapkan.
Padang, September
2011
Sri Wahyu Widyanigsih
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
A. Latar
Belakang.............................................................................................
1
B. Batasan Masalah.......................................................................................... 2
C. Tujuan.......................................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................................. 3
A. Pengertian Pendekatan Pembelajaran..........................................................
3
B. Macam-Macam
Pendekatan Pembelajaran.................................................. 4
C. Pemilihan Pendekatan
Yang Efektif........................................................... 20
BAB
III PENUTUP....................................................................................................... 22
A. Kesimpulan.................................................................................................. 22
B. Saran............................................................................................................ 22
REFERENSI
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu kunci kemajuan
sebuah bangsa. Bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki kualitas SDM yang baik. Menyadari hal itu, semua bangsa terus berupaya mencari
jalan guna meningkatkan kualitas SDM yang dimilikinya, agar tetap mampu
bertahan dalam era global yang semakin kompetitif.
Pendidikan merupakan salah satu jalan yang dipilih dalam upaya membangun
SDM. Pendidikan merupakan sarana utama guna menciptakan SDM yang berkualitas.
Sehubungan dengan itu, Setiap negara selalu berusaha menencari dan menerapkan sistem pedidikan terbaik di
negaranya, demi mendukung terciptanya SDM
yang unggul. Indonesia merupakan salah satu negara yang selalu
menyempurnakan sistem pendidikannya.
Penyempurnaan sistem pendidikan di indonesia semakin gencar dilakukan sejak
satu dekade terakhir ini. Pernyempurnaan sistem pendidikan tersebut dilakukan
secara menyeluruh mulai dari tingkat Undang-Undang, Peraturan daerah sampai
pada tingkat tata tertib sekolah. Perbaikan
juga mencakup kurikulum, sarana
dan prasaran pendidikan serta peningkatan kualitas dan kuantitas Pendidik (Guru
dan dosen).
Pendidik merupakan unsur penting
dalam pendidikan, karena pendidik merupakan ujung tombak pendidikan. Pendidik
adalah orang yang bersentuhan langsung dengan proses pembelajaran dalam kelas.
Oleh sebab itu, Kompetensi pendidik secara utuh dalam mengajar sangat
dibutuhkan. Selain menguasai bidang ilmu ( Kompetensi profesional) yang
diajarkannya, pendidik juga dituntut untuk memiliki kepribadian luhur
(kompetensi kepribadian), dan dapat bersosialisasi dengan baik ( kompetensi
sosial) serta menguasai ilmu mendidik ( kompetensi pedagogik) yang mumpuni.
Keempat kompetensi tersebut sangat penting dimiliki oleh seorang pendidik.
Kompetensi profesional menjadi jaminan bahwa materi pelajaran yang dipelajari
peserta didik benar adanya, kompetensi kepribadian diperlukan agar pendidik
dapat dijadikan sebagai role model bagi peserta didik, Kompetensi sosial berperan mewujudkan kondisi interaksi
antar warga sekolah berlangsung dengan baik dan manusiawi, sedangkan kompetensi
pedagogik menjadi jaminan bahwa pendidik dapat menciptakan kondisi proses
pembelajaran yang sesuai, sehingga peserta didik bisa belajar secara optimal.
Kompetensi pedagogik berkaitan dengan keterampilan pendidik memilih model,
strategi dan pedekatan pembelajaran yang
baik, Agar peserta didik dapat mengembangkan semua potensi yang dimilikinya
dengan optimal selama proses pembelajaran.
Kompetensi pedagogik pendidik terbagun secara baik, jika pendidik
tersebut menguasai prisip - prinsip
pembelajaran, memahami teori belajar, menguasai model, strategi, pendekatan,
metode, teknik dan taktik pembelajaran. Oleh karena itu, setiap pendidik harus
dibekali dengan ilmu tentang prinsip –
prinsip belajar, teori belajar dan pembelajaran; model, strategi, pendekatan,
metode, teknik dan taktik pembelajaran.
Berdasarkan uraian diatas tergambar bahwa kompetensi pedagogik pendidik,
merupakan merupakan unsur penting yang
harus dimiliki oleh setiap pendidik agar dapat menfasilitasi peserta didik
selama proses pembelajaran, dengan baik. Untuk itu dalam makalah ini penulis
akan membahas salah satu bagian dari ilmu pedagogik yaitu: “Pendekatan
Pembelajaran”
B.
Batasan Masalah
Masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini berupa:
1.
Pengertian Pendekatan pembeljaran
2.
Klasifikasi
pendekatan pembelajaran.
3.
Hal
–hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pendekatan yang efektif
C.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
mendeskripsikan Pengertian
Pendekatan pembelajaran dan macam-macam pendekatan
pembelajaran. Sehingga mahasiswa
sebagai Pendidik/ calon pendidik dapat menerapkan pendekatan pembelajaran yang
tepat di dalam kelas.
BAB
II
PENDEKATAN
PEMBELAJARAN
A.
Pengertian Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan adalah titik tolak atau sudut pandang terhadap seluruh masalah. Menurut
asal katanya pendekatan dapat diartikan,
“sebagai proses, perbuatan, atau cara untuk mendekati sesuatu” (Depdikbud, 1990). Sedangkan
pembelajaran menuzut H.J. Gino dkk. (1998) bahwa, “pembelajaran atau intruction
merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat siswa belajar
dengan tujuan mengaktifkan faktor intern dan faktor ekstern dalam kegiatan
belajar mengajar”. Sehingga Pendekatan
pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu.
Menurut Wahjoedi (dalam ahmad:2011)
bahwa, “pendekatan pembelajaran adalah cara mengelola kegiatan belajar dan
perilaku peserta didik agar ia dapat aktif melakukan tugas belajar sehingga dapat
memperoleh hasil belajar secara optimal”. Menurut Syaifuddin Sagala ( dalam ahmad 2005: 68) bahwa,
“Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditcmpuh oleh pendidik dan
peserta didik dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional
tertentu”.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak
atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada
pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di
dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran
dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran
terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi
atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan
pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered
approach).
Arends (1997) menyatakan “The term teaching model
refers to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax,
environment, and management ystem.” Istilah model pengajaran mengarah pada
suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya,
lingkungan, dan sistem pengelolaannya, sehingga model pembelajaran mempunyai
makna yang lebih luas daripada pendekatan, strategi, metode atau prosedur.
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran
dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk
di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain (Joyce, 1992 ).
Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarah kepada
desain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga
tujuan pembelajaran tercapai.
Adapun istilah pendekatan (approach) dalam
pembelajaran menurut Sanjaya (2007) memiliki kemiripan dengan strategi. Sebenarnya
pendekatan berbeda baik dengan strategi dan metode. Pendekatan dapat diartikan
sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran.
Istilah pendekatan merujuk pada pandangan tentang terjadinya proses yang
sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya, strategi dan metode pembelajaran
yang digunakan dapat bersumber dari pendekatan tertentu. Roy Killen (1998)
misalnya mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang
berpusat pada guru (teacher-centred approaches) dan pendekatan yang
berpusat pada siswa (student-centred approaches). Pendekatan yang
berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct
instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori.
Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi
pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi
pembelajaran yang diterapkan oleh guru akan tergantung pada pendekatan yang
digunakan; sedangkan bagaimana menjalankan strategi itu dapat diterapkan berbagai
metode pembelajaran. Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran, guru dapat
menentukan teknik yang dianggap relevan dengan metode, dan penggunaan teknik
itu setiap guru memiliki taktik yang mungkin berbeda antara guru yang satu
dengan yang lain.
B. Macam-macam
pendekatan pembelajaran
Ada beberapa macam pendekatan pembelajaran
yang digunakan pada kegiatan belajar mengajar, antara lain :
1. Pendekatan
Kontekstual
Pendekatan konstekstual berlatar
belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami
sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat,
dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi,
yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam
kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan daripada
hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran
yang variatif dengan prinsip membelajarkan – memberdayakan siswa, bukan
mengajar siswa
Borko dan Putnam mengemukakan bahwa dalam pembelajaran
kontekstual, guru memilih konteks
pembelajaran yang tepat bagi siswa dengan cara mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata dan
lingkungan di mana anak hidup dan berada serta dengan budaya yang berlaku dalam
masyarakatnya (http.//www.contextual.org.id). Pemahaman, penyajian ilmu
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang ada dalam materi dikaitkan
dengan apa yang dipelajari dalam kelas dan dengan kehidupan sehari-hari (Dirjen
Dikdasmen, 2001: 8). Dengan memilih konteks secara tepat, maka siswa dapat
diarahkan kepada pemikiran agar tidak
hanya berkonsentrasi dalam pembelajaran di lingkungan kelas saja, tetapi diajak
untuk mengaitkan aspek-aspek yang benar-benar terjadi dalam kehidupan mereka
sehari-hari, masa depan mereka, dan lingkungan masyarakat luas.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa
dalam mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada
memberi informasi. Guru bertugas
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk merumuskan,
menemukan sesuatu yang baru bagi kelas yang dapat berupa pengetahuan,
keterampilan dari hasil “menemukan sendiri” dan bukan dari “apa kata guru.
Penggunaan pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak
hanya untuk mengembangkan ranah
pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga untuk mengembangkan sikap, nilai, serta kreativitas siswa dalam
memecahkan masalah yang terkait
dengan kehidupan mereka sehari-hari melalui interaksi dengan sesama teman, misalnya melalui
pembelajaran kooperatif, sehingga juga mengembangkan ketrampilan sosial (social skills). Lebih lanjut
Schaible,Klopher, dan Raghven, dalam Joyce-Well (2000:172) menyatakan bahwa pendekatan
kontekstual melibatkan siswa dalam masalah yang sebenarnya dalam penelitian
dengan menghadapkan anak didik pada bidang penelitian, membantu mereka
mengidentifikasi masalah yang konseptual atau metodologis dalam bidang
penelitian dan mengajak mereka untuk merancang cara dalam mengatasi masalah.
2.
Pendekatan Konstruktivisme
Kontruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan
kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan
tiba-tiba (Suwarna,2005).
Nik Aziz (1999) menyatakan
kelebihan teori konstruktivisme ialah pelajar berpeluang membina pengetahuan
secara aktif melalui proses saling pengaruh antara pembelajaran terdahulu
dengan pembelajaran terbaru. Pembelajaran terdahulu dikaitkan dengan
pembelajaran terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri oleh pelajar.
Menurut teori konstruktivisme, konsep-konsep yang dibina pada
struktur kognitif seorang akan berkembang dan berubah apabila ia mendapat
pengetahuan atau pengalaman baru. Rumelhart dan Norman (1978) menjelaskan
seseorang akan dapat membina konsep dalam struktur kognitifnya dengan
menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sedia ada padanya dan
proses ini dikenali sebagai accretion. Selain itu, konsep-konsep yang
ada pada seseorang boleh berubah selaras dengan pengalaman baru yang dialaminya
dan ini dikenali sebagai penalaan atau tuning. Seseorang juga boleh
membina konsep-konsep dalam struktur kognitifnya dengan menggunakan analogi,
iaitu berdasarkan pengetahuan yang ada padanya. Menurut Gagne, Yekovich, dan
Yekovich (1993) konsep baru juga boleh dibina dengan menggabungkan
konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini dikenali sebagai parcing.
Pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam proses
pembelajaran kerana belajar digalakkan membina konsep sendiri dengan
menghubungkaitkan perkara yang dipelajari dengan pengetahuan yang sedia ada
pada mereka. Dalam proses ini, pelajar dapat meningkatkan pemahaman mereka
tentang sesuatu perkara.
3.
Pendekatan Deduktif – Induktif
a.
Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif ditandai dengan pemaparan konsep,
definisi dan istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran. Pendekatan deduktif
dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran akan berlangsung
dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah persoalannya dan konsep
dasarnya (Suwarna,2005).
b.
Pendekatan Induktif
Ciri uatama pendekatan induktif dalam pengolahan informasi
adalah menggunakan data untuk membangun konsep atau untuk memperoleh
pengertian. Data yang digunakan mungkin merupakan data primer atau dapat pula
berupa kasus-kasus nyata yang terjadi dilingkungan.
Prince dan Felder (2006) menyatakan pembelajaran tradisional
adalah pembelajaran dengan pendekatan deduktif, memulai dengan teori-teori dan
meningkat ke penerapan teori. Di bidang sain dan teknik dijumpai upaya mencoba
pembelajaran dan topik baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan
teori-teori dan rumus dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa,
dan kurang atau tidak mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan
pendekatan deduktif menekankan pada guru mentransfer informasi atau
pengetahuan. Bransford (dalam Prince dan Felder, 2006) melakukan penelitian
dibidang psikologi dan neurologi. Temuannya adalah: ”All new learning involves
transfer of information based on previous learning”, artinya semua pembelajaran
baru melibatkan transfer informasi berbasis pembelajaran sebelumnya.
Major (2006) menyatakan dalam pembelajaran dengan pendekatan
deduktif dimulai dengan menyajikan generalisasi atau konsep. Dikembangkan
melalui kekuatan argumen logika. Contoh urutan pembelajaran: (1) definisi
disampaikan; dan (2) memberi contoh, dan beberapa tugas mirip contoh dikerjakan
siswa dengan maksud untuk menguji pemahaman siswa tentang definisi yang
disampaikan.
Alternatif pendekatan pembelajaran lainnya selain dengan
pembelajaran pendekatan deduktif adalah dengan pendekatan induktif . Beberapa
contoh pembelajaran dengan pendekatan induktif misalnya pembelajaran inkuiri,
pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran
berbasis kasus, dan pembelajaran penemuan. Pembelajaran dengan pendekatan
induktif dimulai dengan melakukan pengamati terhadap hal-hal khusus dan
menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah konstekstual,
siswa dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar
pengamatan siswa sendiri.
Major (2006) berpendapat bahwa pembelajaran dengan pendekatan
induktif efektif untuk mengajarkan konsep atau generalisasi. Pembelajaran
diawali dengan memberikan contoh-contoh atau kasus khusus menuju konsep atau
generalisasi. Siswa melakukan sejumlah pengamatan yang kemudian membangun dalam
suatu konsep atau geralisasi. Siswa tidak harus memiliki pengetahuan utama
berupa abstraksi, tetapi sampai pada abstraksi tersebut setelah mengamati dan
menganalisis apa yang diamati.
Dalam fase pendekatan induktif-deduktif ini siswa diminta
memecahkan soal atau masalah. Kemp (1994: 90) menyatakan ada dua kategori yang
dapat dipakai dalam membahas materi pembelajaran yaitu metode induktif dan
deduktif. Pada prinsipnya matematika bersifat deduktif. Matematika sebagai
“ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana
dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat umum
diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus” Soedjadi (2000: 16).
Dalam kegiatan memecahkan masalah siswa dapat terlibat berpikir dengan dengan
menggunakan pola pikir induktif, pola pikir deduktif, atau keduanya digunakan
secara bergantian.
4. Pendekatan
Konsep dan Proses
Berdasarkan
pada pemerolehan bahan pembelajaran secara garis besar pendekatan pembelajaran
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pendekatan konsep dan pendekatan proses.
Pendekatan konsep adalah suatu pendekatan yang menekankan pada perolehan dan
pemahaman fakta dan prinsip. Sedangkan pendekatan proses atau dikenal dengan
pendekatan keterampilan proses menekankan pada bagaimana bahan pelajaran itu
diajarkan dan dipelajari.
Pendekatan konsep lebih banyak bergantung pada apa yang
diajarkan pendidik berupa bahan atau isi pelajaran, dan lebih bersifat
kognitif. Sedangkan pendekatan keterampilan proses menekankan pentingnya
kebermaknaan belajar untuk mencapai hasil yang memadai. Selain itu, pendekatan
keterampilan proses juga menekankan pentingkan keterlibatan peserta didik dalam
proses pembelajaran dan menekankan pada hasil belajar secara tuntas. Pendekatan
konsep tidak dapat dipertentangkan dengan pendekatan keterampilan proses
sehingga keduanya merupakan dua pendekatan yang tak terpisah. Hal ini
disebabkan keduanya merupakan garis kontinu, yakni pendekatan keterampilan
proses menekankan penghayatan proses dan pendekatan konsep, lebih menekankan
perolehan dan pemahanan fakta dan prinsip. Belajar dengan keterampilan proses
tidak mungkin terjadi apabila tidak ada materi atau bahan pelajaran yang
dipelajari. Sebaliknya, belajar konsep tidak mungkin dilakaukan tanpa adanya
keterampilan proses pada diri peserta didik.
Keterampilan proses ini tidak saja mementingkan hasil, tetapi
juga memperhatikan proses mendapatkan hasil. Dengan melaksanakan pendekatan
keterampila proses berarti peserta didik terlibat secara aktif dalam kegiatan
pengamatan dan menemukan sendiri konsep dan prinsip sehingga materi pelajaran
mudah dikuasai oleh peserta didik. Dengan mengetahui proses diharapkan dapat
merangsang daya cipta peserta didik untuk menemukan sesuatu. Pada akhirnya
dapat membentuk manusia yang berkualitas, yaitu manusia yang kreatif, mampu
memecahkan persoalan-persoalan aktual dalam kehidupan, dan mampu mengambil
keputusan yang menjangkau masa depan.
Keterampilan proses meliputi keterampilan-keterampilan
mengamati, mengukur, menarik kesimpulan, memanipulasi variabel, merumuskan
hipotesis, meyusun tabel data, menyususn definisi operasional, dan melaksanakan
eksperimen. Keterampilan proses dapat lebih disederhanakan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1.
Sajikan masalah-masalah aktual kepada peserta didik
dalam konteks yang sesuai dengan tingkat perkembangan mereka.
2.
Strukturkan pembelajaran di sekitar konsep-konsep
primer.
3.
Beri dorongan kepada peserta didik untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan
sendiri.
4.
Beri motivasi mereka untuk menemukan jawaban-jawaban
dari pertanyaannya sendiri.
5.
Beri motivasi mereka untuk menemukan pendapat dan
hargai sudut pandangnya.
6.
Tantang mereka untuk mendapatkan pemahaman yang
mendalam, bukan sekedar menyelesaikan tugas.
7.
Anjurkan peserta didik untuk bekerja dalam kelompok.
8.
Dorong mereka untuk berani menerima tanggung jawab.
Biasanya belajar konsep diikuti dengan kadar keaktifan
peserta didik yang rendah. Kondisi demikian cenderung akan memperlihatkan model
pembelajaran yang lebih expository. Sedangkan belajar keterampilan proses
biasanya diikuti dengan kadar keaktifan peserta didik yang tinggi. Hal ini
memungkinkan belajar keterampilan proses cenderung untuk bermodel discovery.
5. Pendekatan
didasarkan pada subjek dan objek pembelajaran
Roy Killen (1998) berpendapat pendekatan dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu pendekatan yang berpusat pada pendidik (teacher-centred
approaches) dan pendekatan yang berpusat pada peserta didik (student-centred
approaches). pendekatan yang berpusat pada pendidik didasari
oleh pandangan bahwa mengajar merupakan poses penyampaian nformasi dari
pendidik kepada peserta didik, dimana guru sebagai sumber/pelaku utama dalam
proses belajar. Dengan kata lain guru lebih dominan dari pada siswa. pendekatan
yang berpusat pada peserta
pendidik didasari bahwa pandangan bahwa mengajar
merupakan usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar peserta
didik, dalam pandangan ini pembelajaran memberi kesempatan siswa untuk
memproses menemukan dan menggunakan informasi. Dengn kata lain siswa lebih
aktif (lebih dominan) selama pembelajaran berlangsung.
6. Pendekatan
Sains, Tekhnologi dan Masyarakat
National
Science Teachers Association (NSTA) (1990 :1)
memandang STM sebagai the teaching and learning of science in thecontext of
human experience. STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa
sesuai dengan konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak
untuk meningkatakan kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses
sains dalam kehidupan sehari-hari.Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh PENN
STATE(2006:1) bahwa STM merupakan an interdisciplinary approach
whichreflects the widespread realization that in order to meet the increasingdemands
of a technical society, education must integrate acrossdisciplines. Dengan
demikian, pembelajaran dengan pendekatan STMharuslah diselenggarakan dengan
cara mengintegrasikan berbagaidisiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai
hubungan yangterjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti
bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara sistem politik, tradisi
masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi terhadap
hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting dalampengembangan
pembelajaran di era sekarang ini.
Pandangan
tersebut senada dengan pendapat NC State University (2006: 1), bahwa STM
merupakan an interdisciplinery field of study that seeks to explore a
understand the many ways that scinence and technology shape culture, values,
and institution, and how such factors shape science and technology. STM
dengandemikian adalah sebuah pendekatan yang dimaksudkan untuk mengetahui
bagaimana sains dan teknologi masuk dan merubah proses-proses sosial di
masyarakat, dan bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains
dan teknologi.
Hasil
penelitian dari National Science Teacher Association ( NSTA ) ( dalam
Poedjiadi, 2000 ) menunjukan bahwa pembelajaran sains dengan menggunakan
pendekatan STM mempunyai beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara
biasa. Perbedaan tersebut ada pada aspek : kaitan dan aplikasi bahan pelajaran,
kreativitas, sikap, proses, dan konsep pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini
guru dianggap sebagai fasilitator dan informasi yang diterima siswa akan lebih
lama diingat. Sebenarnya dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM
ini tercakup juga adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan
pada masalah yang ditemukan sehari – hari, yang dalam pemecahannya menggunakan
langkah – langkah.
7. Pendekatan
pembelajaran kooperatif
Pendekatan pembelajaran kooperatif (cooperative
learning) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru memanfaatkan
kelompok-kelompok kecil siswa yang bekerja bersama untuk mencapai sasaran
belajar, dan memungkinkan siswa memaksimalkan proses belajar satu sama lain.
Perlunya pendekatan pembelajaran kooperatif
didasarkan pada kenyataan-kenyataan sebagai berikut:
a. Siswa
berbeda satu sama lain. Masing-masing memiliki latar belakang, pengalaman, gaya
belajar (learning style), prestasi, dan keinginan/kehendak yang khas. Guru
tidak boleh menganggap kelas sebagai kumpulan siswa yang seragam. Namun di lain
pihak, guru juga tidak mungkin memperhatikan kekhasan siswa satu demi satu.
b. Belajar
membutuhkan bermacam-macam konteks. Dengan bekerja bersama, tiap-tiap anggota
kelompok memberi sumbangan sesuai dengan konteks yang dikenalnya masing-masing.
c. Belajar
bukan hanya terjadi dalam diri seseorang secara individual tetapi lebih-lebih
merupakan proses sosial antara individu dengan orang-orang lain.
d. Hubungan
saling-bergantung secara sosial (social interdependence) di antara orang-orang
yang berinteraksi mempengaruhi hasil interaksi di antara mereka..
e. Sebagai
bagian dari kecakapan hidup (life skills), kecakapan interpersonal siswa perlu
dikembangkan dalam proses pembelajaran. Kerja bersama dalam kelompok kecil
melatih kecakapan interpersonal dan sekaligus menjadi sarana pencapaian hasil
belajar.
Pendekatan pembelajaran
kooperatif dilaksanakan oleh guru dengan teknik-teknik antara lain sebagai
berikut:
a.
Teknik Sebaran
Prestasi (Student Teams-Achievement Division / STAD):
Siswa berkelompok mengerjakan soal latihan dalam lembar kerja. Tiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang, yang terdiri dari seorang berkemampuan rendah, seorang berkemampuan tinggi, dan sisanya berkemampuan sedang. Setelah semua kelompok selesai bekerja, guru memberi kunci jawaban soal dan meminta diminta memeriksa hasil kerja. Kemudian guru mengadakan ulangan/kuis.
Siswa berkelompok mengerjakan soal latihan dalam lembar kerja. Tiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang, yang terdiri dari seorang berkemampuan rendah, seorang berkemampuan tinggi, dan sisanya berkemampuan sedang. Setelah semua kelompok selesai bekerja, guru memberi kunci jawaban soal dan meminta diminta memeriksa hasil kerja. Kemudian guru mengadakan ulangan/kuis.
b.
Teknik Susun Gabung (Jigsaw):
Dalam
kelompok, tiap-tiap siswa mempelajari satu bagian materi pelajaran dan kemudian
menjelaskan bagian itu kepada semua anggota kelompok. Kemudian guru mengadakan
ulangan/kuis.
c.
Teknik
Penyelidikan Berkelompok (Group Investigation):
Tiap-tiap
kelompok mempelajari satu bagian materi pelajaran dan kemudian menjelaskan
bagian itu kepada semua siswa di kelas.
d.
Teknik
Cari Pasangan:
Tiap
siswa di kelas memperoleh 1 lembar kartu. Tiap kartu berisi 1 bagian materi
pelajaran. Kemudian mereka harus mencari siswa-siswa pemegang kartu yang isinya
berkaitan dengan isi kartunya. Para siswa yang isi kartunya berkaitan lalu
berkelompok dan mendiskusikan keseluruhan materi.
e.
Teknik
Tukar Pasangan:
Siswa
berkelompok mengerjakan soal latihan dalam lembar kerja. Kemudian mereka berganti
pasangan kelompok, dan mendiskusikan hasil kerja dari kelompok semula.
8.
Pembelajaran
secara Individual
Pembelajaran secara individual
adalah kegiatan mengajar guru yang menitik beratkan pada bantuan dan bimbingan
belajar kepada masing-masing individu. Bantuan dan bimbingan belajar kepada
individu juga ditemukan pada pembelajaran klasikal, tetapi prinsipnya berbeda.
Pada pembelajaran individual, guru memberi bantuan kepada masing-masing
pribadi. Sedangkan pada pembelajaran klasikal, guru member bantuan secara umum.
Sebagai ilustrasi, bantuan guru kelas tiga kepada siswa yang membaca dalam hati
dan menulis karangan adalah pembelajaran individual. Pada membaca dalam hati
secara individual siswa menemukan kesukaran sendiri-sendiri. ciri-ciri yang
menonjol pada pembelajaran individual dapat ditinjau dari segi (i) tujuan
pengajaran, (ii) siswa sebagai subjek yang belajar, (iii) guru sebagai
pembelajar, (iv) program pembelajaran, serta (v) orientasi dan tekanan utama
dalam peaksanaan pembelajaran.
a.
Tujuan
Pengajaran pada Pembelajaran secara Individual
Perilaku belajar mengajar di sekolah
yang menganut system klasikal tampak serupa. Dalam kelas tampak siswa yang
rata-rata berjumlah 40 an orang. Guru membantu siswa yang menghadapi kesukaran.
Adapun tujuan pembelajaran yang menonjol adalah : (1) pemberian kesempatan dan
keleluasaan siswa untuk belajar berdasarkan kemampuan sendiri; dalam pengajaran
klasikal guru menggunakan ukuran kemampuan rata-rata kelas. Dalam pengajaran
individual awal pelajaran adalah kemampuan tiap individual, sedangkan pada
pengajaran klasikal awal pelajaran berdasarkan kemampuan rata-rata kelas. Siswa
menyesuaikan diri dengan kemampuan rata-rata kelas. (2) pengembangan kemampuan
tiap individu secara optimal. Tiap individu memiliki paket belajar sendiri-sendiri,
yang sesuai dengan tujuan belajarnya secara individual juga.
b.
Peran
Siswa dalam Pembelajaran secara Individual
Kedudukan siswa dalam pembelajaran
individual bersifat sentral. Pebelajar merupakan pusat layanan pengajaran.
Berbeda dengan pengajaran klasikal, maka siswa memiliki keleluasaan berupa (i)
keleluasaan belajar berdasarkan kemampuan sendiri, (ii) kebebasan menggunakan
waktu belajar, dalam hal ini siswa bertanggung jawab atas semua kegiatan yang
dilakukannya, (iii) keleluasaan dalam mengontrol kegiatan, kecepatan, dan
intensitas belajar, dalam rangka mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan,
(iv) siswa melakukan penilaian sendiri atas hasil belajar, (v) siswa dapat
mengetahui kemampuan dan hasil belajar sendiri, serta (vi) siswa memiliki
kesempatan untuk menyusun program belajarnya sendiri.
Keenam jenis kedudukan siswa
tersebut berakibat pada adanya perbedaan tanggung jawab belajar mengajar. Pada
pembelajaran klaskal, tanggung jawab guru dalam membelajarkan siswa cukup
besar. Pada pembelajaran secara individual, tanggung jawab siswa untuk belajar
sendiri sangat besar. Pebelajar bertanggung jawab penuh untuk belajar sendiri.
Timbul soal berikut ; apakah siswa telah memiliki rasa tanggung jawab untuk
belajar sendiri? hal ini terkait dengan perkembangan emansipasi diri siswa.
Meskipun demikian pada tempatnya sejak usia pendidikan dasar (6;0-15;0) siswa
dididik untuk memiliki rasa tanggung jawab dalam beajar sendiri (Monks, Knoers,
Siti Rahayu Haditono, 1989).
c.
Peran
Guru dalam Pembelajaran secara Individual
Kedudukan guru dalam pembelajaran
individual bersifat membantu. Bantuan guru berkenaan dengan komponen
pembelajaran berupa (i) perencanaan kegiatan belajar, (ii) pengorganisasian
kegiatan belajar, (iii) penciptaan pendekatan terbuka antara guru dan siswa,
dan (iv) fasilitas yang mempermudah belajar.
Dalam pengajaran klasikal pada
umumnya peranan guru dalam merencanakan kegiatan pembelajaran sangat besar. Hal
ini tidak terjadi dalam pembelajaran individual. Perenan guru dalam merencanakan
kegiatan belajar sebagai berikut : (i) membantu merencanakan kegiatan belajar
siswa; dengan musyawarah guru membantu siswa menetapkan tujuan belajar, membuat
program belajar sesuai kemampuan siswa, (ii) membicarakan pelaksanaan belajar,
mengemukakan criteria keberhasilan belajar, menentukan waktu dan kondisi
belajar, (iii) berperan sebagai penasihat atau pembimbing, dan (iv) membantu
siswa dalam penilaian hasil belajar dan kemajuan sendiri. sebagai ilustrasi,
guru membantu memilih program belajar dengan suatu modul.
Peranan guru dalam pengorganisasian
kegiatan belajar adalah mengatur dan memonitor kegiatan belajar sejak awal
sampai akhir. Peranan guru sebagai berikut: (i) memberikan orientasi umum
sehubungan dengan belajar topic tertentu, (ii) membuat variasi kegiatan belajar
agar tidak terjadi kebosanan, (iii) mengkoordinasikan kegiatan dengan
memperhatikan kemajuan, materi, media, dan sumber, (iv) membagi perhatian pada
sejumlah pebelajar, menurut tugas dan kebutuhan pebelajar, (v) memberikan
balikan terhadap setiap pebelajar, dan (vi) mengakhiri kegiatan belajar dalam
suatu unjuk hasil belajar berupa laporan atau pameran hasil kerja; unjuk kerja
hasil belajar tersebut umumnya diakhiri dengan evaluasi kemajuan belajar. Peranan
guru dalam penciptaan hubungan terbuka dengan siswa bertujuan menimbulkan
perasaan bebas dalam belajar.
d.
Program
Pembelajaran dalam Pembelajaran Individual
Program pembelajaran individual
merupakan usaha memperbaiki kelemahan pengajaran klasikal. Dari segi kebutuhan
pebelajar, program pembelajaran individual lebih efektif, sebab siswa belajar
sesuai dengan programnya sendiri. Dari segi guru, yang terkait dengan jumlah
pebelajar, tampnk kurang efisien. Jumlah siswa sebesar empat puluh orang mem
inta perhatian besarguru, dan hal itu akan melelahkan guru.
Dari segi usia perkembangan
pebelajar, maka program pembelajaran individual cocok bagi siswa SLTP ke atas.
Hal ini disebabkan oleh (i) umumnya siswa sudah dapat membaca dengan baik, (ii)
siswa mudah memahami petunjuk atau perintah dengan baik, dan (iii) siswa dapat
bekerja mandiri dan bekerja sama dengan baik.
Dari segi bidang studi, maka tidak
semua bidang studi cocok untuk diprogramkan secara indr idual. Bidang studi
yang dapat diprogramkan secara individual adalah pengajaran bahasa, matematika,
IPA, dan IPS bagi bahan ajaran tertentu. Bagi bidang studi musik, kesenian, dan
olah raga yang bersifat perorangan, juga cocok untuk program pembelajaran
individual. Program pembelajaran individual dapat dilaksanakan secara efektif,
bila mem pert imbangkan hal-hal berikut, (i) disesuaikan dengan kebutuhan dan
kemampuan siswa. (ii) tujuan pembelajaran dibuat dan dimengerti oleh siswa,
(iii) prosedur dan cara kerja dimengerti oleh siswa, (iv) kriteria keberhasilan
dimengerti oleh siswa, dan (v) keterlibatan guru dalam evaluasi dimengerti
siswa.
e.
Orientasi
dan Tekanan Utama Pelaksanaan
Program pembelajaran individual
berorientasi pada pemberian bantuan kepada se:iap siswa agar ia dapat belajar
secara mandiri. Kemandirian belajar tersebut merupakan tuntutan perkembangan
individu. Dalam menciptakan pembelajaran individual, rencana guru berbeda
dengan pengajaran klasikal. Dalam pelaksanaan guru berperan sebagai
fasilitator, pembimbing, pendiagnosis kesukaran belajar, dan rekan diskusi.
Guru berperan sebagai guru pendidik, bukan instruktur.
9.
Pendekatan
Pembelajaran secara Kelompok
Dalam kegiatan belajar-mengajar di
kelas adakalanya guru membentuk kelompok kecil. Kelompok tersebut umumnya
terdiri dari 3-8 orang siswa. Dalam pembelajaran kelompok kecil, guru
memberikan bantuan atau bimbingan kepada tiap anggota kelompok lebih intensif.
Hal ini dapat terjadi, sebab (i) hubungan antarguru-siswa menjadi lebih sehat
dan akrab, (ii) siswa memperoleh bantuan, kesempatan, sesuai dengan kebutuhan,
kemampuan, dan minat, serta (iii) siswa dilibatkan dalam penentuan tujuan
belajar, cara belajar, kriteria keberhasilan. Ciri-ciri yang menonjol pada
pembelajaran sfccara kelompok dapat ditinjau dari segi (i) tujuan pengajaran,
(ii) pebelajar, (iii) guru sebagai pembelajar, (iv) program pembelajaran, dan
(v) orientasi dan tekanan utama pelaksanaan pembelajaran. Uraian selanjutnya di
bawah ini.
a.
Tujuan
Pengajaran pada Kelompok Kecil
Pembelajaran kelompok kecil
merupakan perbaikan dari kelemahan pengajaran klasikal. Adapun tujuan
pengajaran pada pembelajaran kelompok kecil adalah (i) memberi kesempatan kepada
setiap siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara rasional,
(ii) mengembangkan sikap sosial dan semangat bergotong-royong dalam kehidupan,
(iii) mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga tiap anggota
mcrasa diri sebagai bagian kelompok yang bertanggung jawab, dan (iv)
mengembangkan kemampuan kepemimpinan-keteipimpinan pada tiap anggota kelompok
dalam pemecahan masalah kelompok. Sebagai ilustrasi, lomba karya tulis ilmiah
kelompok di SMA menimbulkan kerja sama tim, dan sekaligus kompetisi sehat
antar-kelompok.
b.
Peran
Siswa dalam Pembelajaran Kelompok Kecil
Siswa dalam kelompok kecil adalah
anggota kelompok yang belajar untuk memecahkan masalah kelompok. Kelompok kecil
merupakan satuan kerja yang kompak dan kohesif.
Ciri-ciri kelompok kecil yang
menonjol sebagai berikut: (i) tiap siswa merasa sadar diri sebagai anggota
kelompok, (ii) tiap siswa merasa diri memiliki tujuan bersama berupa tujuan
kelompok, (iii) memiliki rasa saling membutuhkan dan saling tergantung, (iv) ada
interaksi dari komunikasi antaranggota, serta (v) ada tindakan bersama sebagai
perwujudan tanggung jawab kelompok.
Dari segi individu, keanggotaan
siswa dalam kelompok kecil merupakan pemenuhan kebutuhan berasosiasi. Tiap
siswa dalam kelompok kecil menyadari bahwa kehadiran kelompok diakui bila
kelompok berhasil memecahkan tugas yang dibebankan. Dalam hal ' ini timbullah
rasa bangga dan rasa "memiliki" kelompok pada tiap anggota kelompok.
Siswa berbagi tugas, tetapi merasa satu dalam semangat kerja.
Siswa dalam kelompok kecil berperan
serta dalam tugas-tugas kelompok. Agar kelompok kecil berperan konstruktif dan
produktif, diharapkan (i) anggota kelompok sadar diri menjadi anggota kelompok;
dalam hal ini tindakan individual selalu diperhitungkan sebagai anggota
kelompok, (ii) siswa sebagai anggota kelompok memiliki rasa tanggung jawab,
(iii) tiap anggota kelompok membina hubungan akrab yang mendorong timbulnya
semangat tim, dan (iv) kelompok mewujud dalam satuan kerja yang kohesif.
Berkelompok memang merupakan kebutuhan individu sebagai makhluk sosial.
Meskipun demikian bertugas dalam suatu kelompok memang harus dididikkan. Dalam
berkelompok, maka siswa dididik mewujudkan cita kemanusiaan secara objektif dan
benar. Sebagai ilustrasi, regu bola voli SMP akan berjuang memenang-kan
kejuaraan lomba voli, sejak tingkat kelas, sekolah SMP sekota, seprovinsi,
sampai tingkat nasional.
c.
Peran
Guru dalam Pembelajaran Kelompok
Pembelajaran kelompok bermaksud
menimbulkan dinamika kelompok agar kualitas belajar meningkat. Dalam
pembelajaran kelompok jumlah siswa yang bemiutu diharapkan menjadi lebih
banyak. Bila perhatian guru dalam pembelajaran individual tertuju pada tiap
individu, maka perhatian guru dalam pembelajaran kelompok tertuju pada semangat
kelompok dalair memecahkan masalah. Anggota kelompok yang "berkemampuan
tinggi" dijadikan motor penggerak pemecah masalah kelompok.
Peranan guru dalam pembelajaran
kelompok terdiri dari (i) pembentukan kelompok, (ii) perencanaan tugas
kelompok, (iii) pelaksanaan, dan (iv) evaluasi hasil belajar kelompok.
Pembentukan kelompok kecil merupakan
kunci keberhasilan belajar kelompok. Tidak ada pedoman khusus tentang
pembentukan kelompok yang jelas. Meskipun demikian ada hal yang patut
dipenimbangkan. Pertimbangan pembentukan adalah (i) tujuan yang akan diperoleh
siswa dalam berkelompok; sebagai ilustrasi untuk meningkatkan kualitas hasil
belajar, pcmbinaan disiplin kerja beregu, peningkatan kecepatan dan ketepatan
kerja, latihan bergotong-royong, (ii) latar belakang pengalaman siswa, dan
(iii) minat atau pusat perhatian siswa. Dalam kerangka pencapaian tujuan
pendidikan, maka guru dapat merekayasa kelompok kecil sebagai alat mendidik
tiap anggota kelompok.
Perencanaan tugas kelompok perlu
disiapkan oleh guru. Bila di kelas ada delapan kelompok kecil misalnya, maka
perlu direncanakan 4-8 tugas. Tugas kelompok dapat paralel atau komplementer.
Tugas paralel berarti semua kelompok bertugas yang sama. Sedangkan tugas
komplementer berarti kelompok saling melengkapi pcmecahan masalah. Jika guru menghendaki
tugas komplementer berarti hams membual beberapa satuan rencana pengajaran.
Penyiapan tempat kerja, alat, dan sumber belajar, maupun jadwal penyelenggaraan
tugas juga harus direncanakan. Dalam perencanaan tugas kelompok tersebut siswa
sebaiknya diikutsertakan.
Dalam pelaksanaan mengajar, guru
dapat berperan sebagai berikut; (i) pemberi informasi umum tentang proses
belajar kelompok; guru memberi informasi lentang tujuan belajar, tata kerja,
kriteria keberhasilan belajar, dan evaluasi, (ii) setelah kelompok memahami
tugasnya, maka kelompok melaksanakan tugas. Guru bertindak sebagai fasilitator.
pembimbing, dan pengendali ketertiban kerja, (iii) pada akhir pelajaran, tiap
kelompok melaporkan hasil kerja, dan (iv) guru melakukan evaluasi tentang proses
kerja kelompok sebagai satuan, hasil kerja, perilaku dan tata kerja, dan
membandingkan dengan kelompok lain. Dalam evaluasi pada tempatnya siswa juga
diikutsertakan. Sebagai ilustrasi kelas satu SMP belajar tentang topik
"koperasi angkutan kota" di kota A. Guru menginformasikan bahwa
anggota koperasi angkutan tersebut terdiri dari pcmilik kcndaraan dan sopir
angkutan. Kelas dibagi menjadi lima kelompok belajar, sesuai dengan hal yang
diurusi koperasi. Hal-hal yang diurusi adalah kesejahteraan anggota, pemeliharaan
kendaraan, jaringan angkutan, pendidikan anggota, dan lainnya. Tiap siswa dalam
kelompok mempelajari hal tertentu. Siswa mempelajari topik tersebut selama
empat minggu belajar. Pada minggu kelima diadakan laporan hasil kerja kelompok
dan diskusi kelas. Guru, kelompok, dan anggota kelompok melakukan evaluasi
hasil kerja kelompok.
Program pembelajaran kelompok
memberikan tekanan utama pada peningkatan kemampuan individu sebagai anggota
kelompok. Kelas yang berisi empat puluhan siswa adalah kelompok besar. Bagi
guru, perhatian terhadap empat puluhan siswa dalam waktu serempak bukanlah
mudah. Pembelajaran kelompok kecil merupakan strategi pembelajaran
"antara" untuk memperhatikan individu. Pembelajaran kelompok dapat
ditempuh gum dengan jalan (i) membagi kelas kc dalam beberapa kelompok kecil;
sebagai ilustrasi empat puluh siswa dibagi dalam delapan kelompok kecil, atau
(ii) membagi kelas dengan memberi kesempatan untuk belajar perorangan dan
berkelompok kecil; dalam hal ini guru perlu mencegah terjadinya perilaku siswa
sebaeai parasit belajar, dan ketakmampuan kerja kelompok.
Pada pembelajaran kelompok,
orientasi dan tekanan ufama pelaksanaan adalah peningkatan kemampuan kerja
kelompok. Kerja kelompok berarti belajar kepemimpinan dan keterpimpipan. Kedua
keterampilan tersebut, memimpin dan terpimpin, periu dipelajari oleh tiap
siswa. Dalam masyarakat modem keterampilan memimpin dan terpimpin diperlukan
dalam kehidupan.
10. Pendekatan Pembelajaran secara
Klasikal
Pembelajaran klasikal merupakan
kemampuan guru yang utama.. Hal itu disebabkan oleh pengajaran klasikal
merupakan kegiatan • mengajar yang tergolong efisien. Secara ekonomis,
pembiayaan kelas lebih murah. Oleh karena itu adajumlah minimum siswa dalam
kelas. Jumlah siswa tiap kelas pada umumnya berkisar dari 10 - 45 orang.
Dengan Jumlah tersebut seorang guru
masih dapat membelajarkan siswa secara bertiasil. Pembelajaran kelas berarti
melaksanakan dua kegiatan sekaligus, yaitu (i) pengelolaan kelas, dan (ii)
pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan kelas adalah penciptaan kondisi yang
memungkinkan terselenggaranya kegiatan belajar dengan baik. Dalam pengelolaan
kelas dapat terjadi masaiah yang bersumber dari (i) kondisi tempat belajar, dan
(ii) siswa yang teriibat dalam bclajar. Kondisi tempat belajar yang berupa
ruaj.g kotor, papan rulis njsak, meja-kursi rusak misalnya, dapat mengganggu
belajar. Sedangkan masaiah siswa dapat berupa masaiah individual atau kelompok.
Gangguan belajar di kelas dapat berasal dari seorang siswa atau sekelompok
siswa. Sudah tentu, guru dituntut berketerampilan mcng.'itasi gangguan belajar
dari siswa. Dalam hal ini, guru dapat mcnggunakan teknik-teknik penguatan agar
ketertiban belajar terwujud.
Pengelolaan pembelajaran bertujuan
mencapai tujuan belajar. Peran guru dalam pembelajaran secara individual dan
kelompok kecil berlaku dalam pembelajaran secara klasikal. Tekanan utama pembelajaran
adalah seluruh anggota kelas. Di samping penyusunan desain instniksional yang
dibuat, maka pembelajaran kelas dapat dilakukan dengan tindakan sebagai
berikut: (i) penciptaan tertib belajar di kelas, (ii) penciptaan suasana senang
dalam belajar, (iii) pemusatan perhatian pada bahan ajai", dan (iv)
mengikutsertakan siswa belajar aktif, (v) pengorganisasian belajar sesuai
dengan kondisi siswa.
Dalam pembelajaran kelas, guru dapat
mengajar seorang diri atau bertindak sebagai rim pembelajar. Bila guru menjadi
tirn pembelajar, maka asas tim pembelajar hams dipatuhi. Tim pembelajar perlu
menyusun desain pembelajaran kelas secara baik.
C. Pemilihan Pendekatan Yang Efektif
Pemilihan pendekatan pembelajaran yang efektif perlu
mempehatikan hal-hal berikut.
1.
Identifikasi tujuan
Kegiatan merancang suatu program harus dimulai dari
identifikasi tujuan yang menjadi tuntutan suatu pekerjaan. Karena itu perlu
dibuat suatu kejelasan tujuan berdasarkan tuntutan pekerjaan itu. Selanjutnya
ditentukan peranan-peranan yang harus dilaksanakan sehubungan dengan tujuan
tersebut. Hal itulah yang menjadi titik tolak untuk menentukan pendekatan
pembelajaran yang sesuai.
2.
Analisis tujuan
Tujuan-tujuan yang telah ditetapkan secara dimensional
dijabarkan menjadi seperangkat tujuan-tujuan yang lebih spesifik. Setiap
dimensi tujuan dijabarkan sedemikian rupa sehingga mencerminkan segala sesuatu
yang harus dicapai. Hal ini akan lebih memudahkan dalam pemilihan pendekatan
pembelajaran yang lebih sesuai.
3.
Penetapan tujuan
Langkah ini sejalan dengan langkah yang telah dilaksanakan
sebelumnya. Setiap tujuan hendaknya didasarkan pada kriteria kognitif,
afektif,dan psikomotor.Tentu saja kompetensi yang diharapkan itu harus relevan
dengan tuntutan kerja yang telah ditentukan. Dengan penetapan tujuan maka
selanjutnya akan diikuti untuk penetapan pendekatan
4.
Spesifikasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap
Agar tidak terjadi tumpang tindih pendekatan antara satu
materi dengan yang lain maka. Setiap kompetensi yang ditetapkan dirinci menjadi
pengetahuan apa, sikap-sikap apa, dan keterampilan-¬keterampilan apa yang perlu
dimiliki oleh setiap peserta didik. Spesifikasi pengetahuan, ketrampilan, dan
sikap juga terkait dengan tingkat usia peserta didik.
5.
Identifikasi kebutuhan pendidikan dan latihan
Ada perbedaan pendekatan antara pembelajaran yang bersifat
teoritis dan prakti. Untuk itu diperlukan langkah analisis kebutuhan pendidikan
dan latihan, artinya jenis-jenis pendidikan dan atau latihan-latihan yang
sewajarnya disediakan dalam rangka mengembangkan kemampuan-kemampuan yang telah
ditetapkan, seperti kegiatan teoritis dan praktis.
6. Evaluasi
Kriteria penentuan jenis evaluasi sebagai indikator
keberhasilan suatu program, akan menentukan penggunaan pendekatan dalam
pembelajaran. Karena keberhasilan tersebut akan terwujud secara efektif apabila
ada ketepatan dalam penentuan pendekatan.
7. Organisasi sumber-sumber belajar
Langkah pengorganisasian sumber belajar juga akan menentukan
pengambilan pendekatan dalam pembelajaran. Hal ini karena materi pelajaran yang
akan disampaikan sangat erat hubungannya dengan pencapaian tujuan yang telah
ditentukan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Pendekatan pembelajaran
adalah titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran.
2.
Ada beberapa
macam pendekatan pebelajaran yang kita gunakan dalam kegiatan pembelajaran :
pendekatan konseptual, pendekatan kontrutisme, pendekatan induktif-deduktif,
pendekatan konsep dan proses, pendekatan berdasarkan pada objek dan subjek
pembelajaran.
3.
Aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan
pendekatan pembelajaran yang efektif adalah dengan mempertimbangkan aspek-aspek
berikut ini: Identifikasi tujuan, Analisis tujuan, Penetapan tujuan,
Spesifikasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap, Identifikasi kebutuhan
pendidikan dan latihan, Evaluasi, Organisasi sumber-sumber belajar
B. Saran
Untuk
memotivasi peserta didik agar lebih senang belajar maka diperlukan pendekatan
pembelajaran dan agar dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam
pelajaran di sekolah.Hendaknya pendidik-pendidik berusaha untuk menambah
pengetahuan secara umum dan pengetahuaan pendekatan-pendekatan pembelajaran
secara khususnya bisa dalam bentuk mengikuti pelatihan atau seminar yang
berkaitan dengan pendekatan-pendekatan pembelajaran, yang dapat digunakan dalam
proses pembelajaran.
REFERENSI
Gullo, W. 2002. Strategi Belajajar-Mengajar. Jakarta: PT
Grasindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar