Kamis, 26 Januari 2012

PEMBENTUKAN KARAKTER BERTANGGUNG JAWAB DAN RASA INGIN TAHU MELALUI PENERAPAN METODE QUANTUM LEARNING DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA ALAT PERAGA SEDERHANA PADA PEMBELAJARAN FISIKA


PEMBENTUKAN KARAKTER BERTANGGUNG JAWAB DAN RASA
 INGIN TAHU MELALUI PENERAPAN METODE QUANTUM
LEARNING DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA
ALAT PERAGA SEDERHANA PADA
PEMBELAJARAN FISIKA

ABSTRACT

Sri Wahyu Widyaningsih: Pembentukan Karakter Bertanggung Jawab Dan Rasa Ingin Tahu Melalui Penerapan Metode Quantum Learning Dengan Menggunakan Media Alat Peraga Sederhana Pada Pembelajaran Fisika.

This study is a Classroom Action Research carried out in three cycles that aim to shape the character responsible for and curiosity through learning the application of quantum methods using simple props media. Subjects in this study were grade students X5, which amounted to 32 people. Data obtained from observation sheets were analyzed using descriptive statistics. The research was conducted in four phases, namely planning, implementation measures, observation, and reflection. Based on the analysis of results and discussion, the conclusion that the application of quantum methods of learning by using simple props media can shape the character of responsibility and curiosity of students is in cycle I get an average score of 24 (enough), cycle II for 28 (good), and cycle III for 31 (good). Physics is one of the subjects that may play a role in character education to inculcate moral values ​​and noble character in the learning process.
Keywords: character education, quantum learning, simple props.
A.    PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu bagian terpenting dalam fase kehidupan manusia yang akan menentukan peradaban manusia pada masa yang akan datang. Menurut UU RI No 20 pasal 1 Ayat (1) tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3, UU RI No 20 Tahun 2003).
Pada semua mata pelajaran, secara implisit termuat tujuan pembelajaran yaitu adanya perubahan kognitif, sikap, dan perilaku pebelajar. Kesemua kegiatan pembelajaran, khususnya untuk mata pelajaran yang terkait langsung dengan pembangunan mental dan moral pebelajar, itu dimaksudkan sebagai usaha untuk membentuk sikap warga negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya bangsa, mempererat persatuan dan kesatuan, menciptakan kesadaran hidup bernegara, dan membangun moral bangsa.
Saat ini berkembang tuntutan untuk mengedepankan  membangun karakter bangsa. Makna pendidikan karakter adalah sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menilai baik-buruk, memelihara apa yang baik itu, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari (Diknas, 2010). Dunia pendidikan diharapkan dapat berperan dalam proses pembangunan karakter bangsa. Tenaga pendidik hendaknya mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam pembelajaran di kelas.
Menurut Diknas (2010) jenis-jenis nilai karakter yang dapat ditanamkan kepada peserta didik di kelas adalah sebagai berikut :
1.      Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan yaitu religious dan taqwa
2.      Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri yaitu jujur, bertanggung jawab, hidup sehat, disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa wira usaha, berpikir logis, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, ingin tahu, dan cinta ilmu.
3.      Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama yaitu: sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, patuh pada aturan-aturan social, menghargai karya dan prestasi orang lain, santun dan demokratis.
4.      Nilai karakter dalam hubungannya dengan kebangsaan yaitu nasionalis dan menghargai keberagaman.
5.      Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan yaitu peduli sosial dan lingkungan.
Pendidikan karakter dapat dilakukan dengan pembiasaan dalam proses pembelajaran di kelas. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Fisika adalah bagian dari ilmu pengetahuan alam yang merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisir tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah. Pembelajaran fisika mutlak memerlukan kegiatan penyelidikan atau kinerja ilmiah dan selalu harus dikembangkan rasa ingin tahu dengan pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan kerja ilmiah (Supriyati, 2007:7.3).
Fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat berperan dalam pendidikan karakter dengan menanamkan nilai-nilai moral dan akhlak mulia pada proses pembelajarannya. Sehingga tenaga pendidik yang mengajar fisika harus mulai berperan serta dalam pembentukkan karakter bangsa bukan hanya sekedar membebani peserta didik dengan pengetahuan dan hapalan. Fisika menempati kedudukan yang sangat penting di antara bidang-bidang ilmu alam lainnya yang berperan besar dalam pengembangan pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan hasil pengamatan di SMAN I Talang Empat selama 5 bulan  peneliti melakukan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL), didapatkan bahwa nilai rata-rata pelajaran fisika semester ganjil tahun 2010/2011 kelas X5 masih rendah, yaitu 58. Nilai ini masih jauh dari standar minimal ketuntasan belajar yang mencapai 60 untuk kelas X.
 Rendahnya nilai fisika ini dikarenakan adanya kesan yang negatif terhadap fisika pada sebagian siswa. Kesan negatif ini muncul sebagai dampak dari adanya pandangan bahwa fisika merupakan salah satu pelajaran yang sulit dipelajari. Hal ini karena dalam pelajaran fisika banyak ditemukan rumus-rumus matematis yang membutuhkan pemikiran yang tajam serta imajinasi yang tinggi untuk memahami sebuah konsep. Faktor lainnya adalah penyampaian pelajaran fisika di sekolah-sekolah yang pada umumnya masih menggunakan cara konvensional, tidak menarik dan menegangkan sehingga siswa tidak tertarik dan belum ada rasa ingin tahu untuk mempelajarinya.
Perpaduan dua hal ini menjadikan penyampaian pelajaran fisika menegangkan bagi sebagian murid. Penerimaan pelajaran dalam kondisi fisik dan psikis yang tegang menjadikan murid-murid tidak mampu mengembangkan imajinasinya untuk menerima pelajaran fisika sebagai bagian dari kehidupannya sehari-hari.
Diperlukan sebuah upaya yang serius dari para guru untuk menjembatani agar fisika sebagai sebuah ilmu dapat diterima oleh para murid dengan baik dan menjadi bagian kehidupan mereka. Hal itu tentu saja berkaitan dengan peningkatan kualias pendidikan, baik dari segi perbaikan mutu guru di sekolah, strategi, model, metode, maupun media pembelajaran yang menunjang. Dengan kualitas pendidikan yang baik maka akan menghasilkan penguasaan konsep dan hasil belajar fisika yang baik pula dari para siswa.
Terdapat berbagai macam metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar. Salah satu metode yang telah dikenal luas dalam dunia pendidikan adalah quantum learning. Metode pembelajaran quantum learning merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat dipilih agar pembelajaran menjadi efektif, efisien, dan menyenangkan. Menurut De Porter (2010: 32) :
Quantum teaching adalah penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya. Dan quantum teaching juga menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Quantum teaching berfokus pada  hubungan dinamis dalam lingkungan kelas-interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar.”
Penggunakan metode pembelajaran quantum learning diharapkan mengubah situasi pembelajaran fisika yang menegangkan menjadi lebih menyenangkan sehingga siswa lebih mudah mencapai kompetensi yang diharapkan. Pembelajaran quantum learning menciptakan ruang kelas yang didalamnya siswa akan menjadi aktif dan bukan hanya menjadi pengamat yang pasif. Pembelajaran yang efektif seyogyanya menggunakan alat peraga. Zhulaikha (197 :129) mengungkapkan:
“Para guru menyadari betapa pentingnya alat peraga dan alat-alat sederhana dalam proses pembelajaran, selain mempermudah siswa memahami konsep-konsep/ prinsip-prinsip yang umumnya bersifat abstrak, juga dapat menciptakan suatu kondisi agar siswa dapat belajar dengan penuh kegembiraan, yang berarti pula akan meningkatkan motivasi dan kegairahan belajar.”
Alat peraga sederhana dapat dibuat dengan memanfaatkan benda-benda sederhana yang ada di  sekitar sekolah, bahkan barang-barang bekas sekali pun. Dengan demikian kendala biaya dan pengadaan yang membutuhkan waktu lama dapat diatasi dan siswa bisa mendapatkan pembelajaran yang efektif dan efisien dengan segera. Agus (2007: 91) mengatakan :
 “Jika tidak mampu menciptakan alat peraga, paling tidak seorang guru harus mampu membuat alat peraga meskipun dengan mencontoh karya cipta orang lain dan tidak harus membeli. Sehingga alat peraga yang dibutuhkan tidak selamanya hanya dipenuhi degan biaya tinggi. Alternatif yang memungkinkan untuk ditempuh adalah membuat alat peraga sederhana dengan biaya yang rendah, misalnya dengan memanfaatkan barang-barang bekas.”
Penggunakan alat peraga, guru diharapkan dapat berusaha memberikan serta menciptakan kesan pada siswa bahwa fisika itu sebenarnya ilmu yang menyenangkan sehingga pemahamannya tentang konsep-konsep fisika yang abstrak menjadi lebih nyata. Sehingga pada akhirnya akan berpengaruh baik pada peningkatan hasil belajar fisika itu sendiri.
Dari uraian di atas, maka dianggap perlu dilaksanakan penelitian mengenai pembentukan karakter bertanggung jawab dan rasa ingin tahu melalui penerapan metode quantum learning dengan menggunakan media alat peraga sederhana.  Penelitian ini untuk membuktikan apakah penggunaan metode tersebut mampu membentuk  karakter bertanggung jawab dan rasa ingin tahu siswa khususnya pada pelajaran fisika.
Selanjutnya, untuk mempermudah dan memperjelas penelitian dan pembahasan, penggunaan metode ini akan membatasi pada pokok bahasan suhu dan kalor pada mata pelajaran fisika. Quantum learning yang digunakan yaitu melalui penciptaan lingkungan belajar yang mendukung (lingkungan sekeliling, alat bantu, dan pengaturan bangku) serta pembelajaran dengan kerangka TANDUR (tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi dan rayakan). Perilaku berkarakter yang akan ditingkatkan pada penelitian ini dibatasi pada perilaku bertanggungjawab dan rasa ingin tahu.
B.     METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian tindakan  kelas (Classroom Action Research). Menurut Suyono penelitian tindakan kelas mampu menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran di kelas dengan melihat berbagai indikator keberhasilan proses dari hasil pembelajaran yang terjadi pada siswa. Kunandar (2010: 46) mengemukakan  bahwa PTK adalah sebuah bentuk kegiatan refleksi diri yang dilakukan oleh para pelaku pendidikan dalam suatu situasi kependidikan untuk memperbaiki rasionalitas dan keadilan tentang (a) praktik-praktik kependidikan mereka, (b) pemahaman mereka tentang praktik-praktik tersebut, dan (c) situasi dimana praktik-praktik tersebut dilaksanakan.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X5 SMA Negeri Talang Empat pada siswa semester 2 tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah 32 orang yang terdiri dari 20 siswi dan 12 siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April  2011.
Pembelajaran dilakukan persiklus. Siklus pembelajaran dalam PTK ini  tidak dapat dibatasi, bisa jadi hanya satu kali siklus (pengulangan) dan dapat juga dilakukan melalui beberapa siklus. Semakin banyak siklus akan memberikan gambaran yang semakin akurat mengenai dampak yang sebenarnya. Pelaksanaan siklus tindakan dihentikan jika tujuan penelitian diyakini telah tercapai. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai, seperti apa yang telah di desain dalam faktor yang diteliti. Dalam penelitian ini penulis melakukan tiga kali siklus. Pada pelaksanaannya setiap siklus terdiri dari rencana tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.
Sebelum melaksanakan tindakan, terlebih dahulu dilakukan pengamatan kelas. Pengamatan bertujuan untuk mengetahui kondisi pengajaran pelajaran fisika. Hal-hal yang diamati adalah kegiatan guru dan siswa di kelas selama proses pembelajaran, kemampuan siswa memahami materi serta karakter siswa dalam mengikuti pembelajaran. Pengamatan kelas dilaksanakan pada saat kegiatan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 1 Talang Empat.
a.      Perencanaan (Planning).
Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), skenario pembelajaran untuk setiap siklus, lembar observasi perilaku berkarakter siswa, lembar diskusi untuk siswa dan membuat alat peraga sederhana.
b.      Pelaksanaan Tindakan (action)
Tahap pelaksanaan tindakan tiap siklus akan dilaksanakan selama 3 x 45 menit. Adapun kegiatan yang dilakukan mengacu kepada skenario pembelajaran yaitu:
1)      Tahap Tumbuhkan
Pada tahap ini guru memotivasi siswa melalui cerita  kejadian alam yang berhubungan dengan suhu dan kalor kemudian mengajukan beberapa pertanyaan prasyarat.
2)      Tahap Alami
Pada tahap ini guru menciptakan atau mendatangkan pengalaman sehari-hari kepada siswa yang berhubungan dengan materi.
3)      Tahap Namai
Pada tahap ini guru mempersilahkan siswa untuk memberikan identitas atau mendefinisikan pengalaman mereka.
4)      Tahap Demonstrasikan
Pada tahap ini guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk menunjukkan bahwa mereka tahu, dengan cara setiap kelompok melakukan percobaan dengan menggunakan alat peraga sederhana.
5)      Tahap ulangi
Pada tahap ini guru melakukan pengulangan terhadap point-point penting yang merupakan kata kunci untuk memahami topik pembelajaran.
6)      Tahap Rayakan
Pada tahap ini guru memberikan penghargaan berupa pujian, ucapan selamat kepada siswa karena telah menyelesaikan proses pembelajaran denagn baik.
c.       Observasi (observation)
Pelaksanaan observasi ini dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh dua orang observer yaitu guru bidang studi fisika dalam mengisi lembar observasi aktivitas siswa. Satu orang observer, mengobservasi 10-11 orang siswa atau 2 kelmpok. Lembar observasi siswa digunakan untuk mengamati aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
d.      Refleksi (reflection)
Pada tahapan ini diadakan analisis terhadap hasil observasi. Dari data yang dievaluasi dapat dilihat tingkat keberhasilan yang telah dilaksanakan. Data yang di refleksi tersebut digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan yang telah dilakukan sekaligus menganalisis faktor-faktor penyebabnya. Dari kegiatan refleksi tersebut diperoleh data. Dari data tersebut dapat digunakan untuk menetapkan langkah selanjutnya atau membuat rencana tindakan pada siklus berikutnya.
          Data yang akan digunakan adalah data yang bersifat kualitatif yang diperoleh melaui observasi. Safari (2008: 122) mengatakan bahwa observasi merupakan suatu alat penilaian yang pengisiannya dilakukan oleh guru atas dasar pengamatan tehadap perilaku siswa secara langsung yang sesuai dengan kompetensi yang hendak diukur. Lembar observasi ini digunakan untuk mengetahui data tentang aktivitas siswa dan efektifitas penggunaan metode pembelajaran quantum learning dengan menggunakan media alat peraga sederhana selama proses pembelajaran berlangsung.
Tabel 2.1 Lembar Observasi aktivitas Siswa
Fase
Aspek yang Diamati
Perilaku Berkarakter
Siswa




Fase
Tumbuhkan
1.    Siswa menjawab pertanyaan prasyarat  yang diajukan oleh guru.
Ingin tahu




2.    Siswa menyebutkan manfaat yang akan mereka dapat dari proses pembelajaran.
Tanggung jawab




Fase
Alami
3.    Siswa menyampaikan pengalaman mereka yang berhubungan dengan pelajaran.
Tanggung jawab




Fase
Namai
4.    Siswa memberikan nama/ identitas dari pengalaman mereka yang berhubungan dengan pelajaran.
Tanggung jawab




Fase
Demonstrasi
5.    Siswa bergabung dalam kelompoknya masing-masing sesuai dengan yang ditunjuk oleh guru.
Tanggung jawab




6.    Siswa melakukan percobaan menggunakan alat peraga sederhana.
Ingin tahu




7.    Siswa mengisi LKS yang telah disediakan.
Tanggung jawab




8.    Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.
Tanggung jawab




9.    Siswa dari kelompok lain menanggapinya dan bertanya tentang hasil diskusi.
Ingin tahu




Fase
Ulangi
10.    Siswa membuat kesimpulan dari proses pembelajaran yang telah dilaksanakan
Tanggung jawab




Fase
Rayakan
11.    Siswa merayakan keberhasilan belajar yang telah dicapai





Jumlah Skor




Rata-Rata Skor

Kriteria Penilaian


Data yang didapat dari observasi diolah menggunakan rumus sebagai berikut :
Rata-rata skor =
Skor tertinggi = jumlah butir observasi x skor tertinggi tiap butir observasi.
Skor terendah = jumlah butir observasi x skor terendah tiap butir observasi.
            Untuk tiap butir observasi skor terendah adalah 1 dan skor  tertinggi adalah 3. Dengan jumlah butir observasi 11 maka skor terendah yang mungkin didapatkan adalah 11 dan skor tertinggi yang mungkin didapatkan adalag 33. Dengan demikian didapatkan kisaran nilai untuk tiap kriteria (KNTK) :
KNTK =  =   =  = 7,33 dibulatkan 8
Jadi, kisaran nilai untuk kriteria pengamatan dapat di lihat dalam tabel berikut:
Tabel 2.2 Interval Kategori Penilaian Observasi Aktivitas Siswa
No
Interval
Kriteria Penilaian
1
11-18
Kurang
2
19-26
Cukup
3
27-34
Baik
Selanjutnya hasil observasi dianalisis dengan metode analisis statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi (Sugiyono, 2010: 147).
C.    HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan penelitian pada proses pembelajaran melalui metode quantum learning dengan menggunakan alat peraga sederhana pada konsep suhu dan kalor pada 3 siklus yang telah dilaksanakan, yaitu:
Tabel 2.3 Perkembangan Hasil Observasi Aktivitas Siswa
No
Siklus
Skor Rata- rata
Kriteria
1.
I
24
Cukup
2.
II
28
Baik
3.
III
31
Baik
Proses pembelajaran siklus I dilaksanakan pada hari rabu tanggal 9 Maret 2011 dengan sub pokok bahasan “pengaruh kalor tehadap suhu dan wujud zat”. Rata-rata skor yang diperoleh dari pengamatan terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran memperoleh skor sebesar 24. Data tersebut menunjukkan aktivitas siswa termasuk dalam kriteria cukup.
Pembelajaran siklus II dilaksanakan pada hari rabu tanggal 16 Maret 2011 dengan sub pokok bahasan “perpindahan kalor”. Rata-rata skor yang diperoleh dari pengamatan terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran memperoleh skor sebesar 28. Data tersebut menunjukkan aktivitas siswa termasuk dalam kriteria baik.
Proses pembelajaran siklus III dilaksanakan pada hari rabu tanggal 23 Maret 2011 dengan sub pokok bahasan “Asas Black”. Rata-rata skor yang diperoleh dari pengamatan aktivitas siswa dalam pembelajaran memperoleh skor sebesar 31. Data tersebut menunjukkan aktivitas siswa termasuk dalam kriteria baik.
Pada proses pembelajaran masih terdapat beberapa kekurangan, diantaranya: pada fase tumbuhkan siswa kurang  aktif dalam menjawab pertanyaan prasyarat dari guru, hal ini disebabkan karena siswa belum membaca materi yang akan dipelajari. Hal ini menunjukkan bahwa siswa belum memiliki rasa ingin tahu terhadap materi yang akan dipelajari. Solusi dari masalah ini adalah guru meminta siswa untuk membaca materi pelajaran di rumah atau sebelum proses pembelajaran dimulai. Pada fase demonstrasi, siswa belum merasa bertanggung jawab dalam mengisi LKS yang telah disiapkan. Saat diminta untuk mengumpulkan LKS ternyata masih banyak kelompok yang belum mengisinya, antar anggota kelompok saling mengandalkan dan saling lepas tangan. Solusi dari permasalahan ini adalah memberi pemahaman kepada siswa bahwa mengisi LKS adalah tanggung jawab semua anggota kelompok dan semua anggota kelompok harus saling bekerja sama untuk menyelesaikannya karena pengisian LKS merupakan penilaian kelompok dan individu.
Masih pada fase demonstrasi yaitu saat beberapa kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dan membuka kesempatan bertanya, siswa kurang aktif dalam menanggapi dan bertanya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa belum memiliki rasa ingin tahu terhadap apa yang dijelaskan oleh kelompok lain meskipun kesimpulan yg dimilikinya berbeda. Solusi dari masalah ini adalah guru meminta siswa untuk bertanya jika ada perbedaan pendapat dan meminta setiap kelmpok untuk mengajukan pertayaan atau menanggapi hasil peresentasi.
Banyak siswa tidak membuat kesimpulan yaitu pada fase ulangi, hal ini disebabkan karena siswa tidak merasa bertanggungjawab dalam membuat  kesimpulan. Solusi dari masalah ini adalah sebelum memulai pelajaran guru meminta siswa untuk mendengarkan penjelasan guru dan memperhatikan percobaan sehingga mudah untuk menyimpulkan pelajaran yang dilaksanakan pada hari itu.
Pada siklus ke II dan ke III terjadi peningkatan pada siswa, peningkatan ini terutama dalam hal-hal berikut diantaranya: pada fase tumbuhkan siswa menjadi lebih aktif dalam menjawab pertanyaan prasyarat dari guru. Hal ini dikarenakan siswa telah memiliki bekal awal yaitu telah membaca materi yang akan dipelajari sehingga siswa tidak merasa kesulitan untuk menjawab pertanyaan prasyarat.   Pada fase demonstrasi, rasa tanggungjawab anggota kelompok mulai terlihat dan semua anggota kelompok saling bekerja sama untuk menyelesaikannya sehingga LKS dapat dikumpulkan tepat waktu. Pada fase demonstrasi rasa ingin tahu siswa mulai tumbuh, siswa mulai bertanya jika ada perbedaan pendapat atau perbedaan jawaban LKS. Siswa juga mulai banggungjawab dalam membuat kesimpulan.
Berdasarkan uraian di atas, karakter bertanggungjawab dan rasa ingin tahu siswa selama pembelajaran melalui penerapan metode quantum learning (QL) dengan menggunakan alat peraga sederhana mengalami peningkatan pada setiap siklusnya yaitu 24 pada siklus I, 28 pada siklus II dan 31 pada siklus III. Hal ini disebabkan karena siswa lebih aktif dibanding pertemuan sebelumnyanya, perhatian, sikap tanggungjawab dan rasa ingin tahu siswa semakin terlihat dalam setiap langkah pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan De Porter (2010 :32) yaitu quantum teaching adalah penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya. Dan quantum teaching juga menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar.
Metode quantum learning (QL) ini menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak membosankan sehingga siswa bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran. Selain itu, alat peraga sederhana yang digunakan memudahkan siswa memahami mengenai teori atau materi yang akan dibahas atau dipelajari.  Sesuai dengan pernyataan Zhulaikha (197 :129) yang mengungkapkan:
“Selain mempermudah siswa memahami konsep-konsep/ prinsip-prinsip yang umumnya bersifat abstrak, juga dapat menciptakan suatu kondisi agar siswa dapat belajar dengan penuh kegembiraan, yang berarti pula akan meningkatkan motivasi dan kegairahan belajar.”
D.    PENUTUP
Penerapan metode quantum learning dengan menggunakan media alat peraga sederhana dapat membentuk karakter bertanggung jawab dan rasa ingin tahu siswa   kelas X5 SMAN 1 Talang Empat. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya aktivitas siswa pada setiap siklus. Skor rata-rata aktivitas siswa pada siklus I sebesar 24 dalam kategori cukup, kemudian meningkat pada siklus II yaitu menjadi 28 dalam kategori baik, kemudian meningkat lagi pada siklus III yaitu menjadi 31 dalam kategori baik.
Pembangunan karakter bangsa sangat penting, tidak hanya harus dilakukan pada lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat saja, tetapi juga harus dikembangkan pada tingkat satuan pendidikan. Pembentukan perilaku berkarakter khususnya bertanggungjawab dan rasa ingin tahu dapat dilakukan melalui proses pembelajaran fisika dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai karakter yang baik dalam proses pembelajaran fisika. Pendidikan karakter dapat dilakukan dengan pembiasaan dalam proses pembelajaran di kelas. Tenaga pendidik harus memberikan contoh teladan yang baik bagi peserta didiknya serta sebaiknya ada kerjasama antara semua pihak dalam menanamkan karakter yang baik pada diri peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Mujahidin. 2007. Alat Peraga Sederhana Multifungsi untuk Pembelajaran Geografi. Jakarta : Jurnal Pendidikan inovatif Vol.2/No.2/Maret/2007. [tersedia online]. http://jurnaljpi.wordpress.com, Diakses 30 oktober 2010).
De Porter, Bobbi. 2010. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa.
Diknas. 2010. Konsep Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Di Kelas. http:// mgpmgl.blogdetik.com/2010/12/02/konsep-pendidikan-karakter/comment-page-1/. Diakses Tanggal 20 Oktober 2011.
Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta:Rajawali Press.
Safari. 2008. Penulisan Butir Soal Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: APSI Depdiknas.
Sugiono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Supriyati, Yetti dan Sri Anitah W. 2007. Strategi Pembelajaran Fisika, Jakarta: Universitas Terbuka.
Zulaikha, Siti. 1997. Survey tentang kendala yang di hadapi guru dalam menggunakan alat peraga dan merakit alat-alat sederhana dalam pembelajaran ipa di sekolah dasar sekecamatan denpasar selatan, Jurnal ISSN 0215 – 8250. Denpasar: Aneka Widya STKIP Singaraja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar