PEMBENTUKAN
KARAKTER BERTANGGUNG JAWAB DAN RASA
INGIN TAHU
MELALUI PENERAPAN METODE QUANTUM
LEARNING DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA
ALAT PERAGA SEDERHANA PADA
PEMBELAJARAN FISIKA
ABSTRACT
Sri Wahyu
Widyaningsih: Pembentukan Karakter Bertanggung
Jawab Dan Rasa Ingin Tahu Melalui Penerapan Metode Quantum Learning
Dengan Menggunakan Media Alat Peraga Sederhana Pada Pembelajaran Fisika.
This
study is a Classroom Action Research carried out in three cycles that aim to
shape the character responsible for and curiosity through learning the
application of quantum methods using simple props media. Subjects
in this study were
grade
students X5, which
amounted
to 32 people.
Data obtained from observation sheets were
analyzed using descriptive statistics. The research was
conducted
in
four phases, namely
planning,
implementation measures,
observation,
and
reflection.
Based
on the analysis of
results and
discussion,
the
conclusion that the
application of quantum
methods
of learning
by
using simple
props
media
can
shape the character of
responsibility
and
curiosity of students
is
in cycle
I
get
an
average score of
24
(enough), cycle
II
for
28
(good), and
cycle
III
for
31
(good). Physics
is
one of the subjects that
may
play
a role in character
education to
inculcate
moral
values and
noble
character in
the
learning process.
Keywords:
character
education,
quantum
learning,
simple
props.
A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan
salah satu bagian terpenting dalam fase kehidupan manusia yang akan menentukan
peradaban manusia pada masa yang akan datang. Menurut UU RI
No 20 pasal 1 Ayat (1) tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab (Pasal 3, UU RI No 20 Tahun 2003).
Pada semua mata pelajaran, secara
implisit termuat tujuan pembelajaran yaitu adanya perubahan kognitif, sikap,
dan perilaku pebelajar. Kesemua kegiatan pembelajaran, khususnya untuk mata
pelajaran yang terkait langsung dengan pembangunan mental dan moral pebelajar,
itu dimaksudkan sebagai usaha untuk membentuk sikap warga negara yang
menjunjung tinggi nilai-nilai budaya bangsa, mempererat persatuan dan kesatuan,
menciptakan kesadaran hidup bernegara, dan membangun moral bangsa.
Saat ini berkembang tuntutan untuk
mengedepankan membangun karakter bangsa.
Makna pendidikan karakter adalah sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi
pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya mengembangkan
kemampuan peserta didik untuk menilai baik-buruk, memelihara apa yang baik itu,
dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari (Diknas, 2010). Dunia
pendidikan diharapkan dapat berperan dalam proses pembangunan karakter bangsa.
Tenaga pendidik hendaknya mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam
pembelajaran di kelas.
Menurut Diknas (2010) jenis-jenis
nilai karakter yang dapat ditanamkan kepada peserta didik di kelas adalah
sebagai berikut :
1.
Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan yaitu
religious dan taqwa
2.
Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri
yaitu jujur, bertanggung jawab, hidup sehat, disiplin, kerja keras, percaya
diri, berjiwa wira usaha, berpikir logis, kritis, kreatif, inovatif, mandiri,
ingin tahu, dan cinta ilmu.
3.
Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama yaitu:
sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, patuh pada aturan-aturan
social, menghargai karya dan prestasi orang lain, santun dan demokratis.
4.
Nilai karakter dalam hubungannya dengan kebangsaan
yaitu nasionalis dan menghargai keberagaman.
5.
Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan
yaitu peduli sosial dan lingkungan.
Pendidikan
karakter dapat dilakukan dengan pembiasaan dalam proses pembelajaran di kelas.
Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai
serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada
tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi
dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Fisika adalah bagian dari ilmu pengetahuan alam yang merupakan hasil
kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisir
tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses
ilmiah. Pembelajaran fisika mutlak memerlukan kegiatan penyelidikan atau
kinerja ilmiah dan selalu harus dikembangkan rasa ingin tahu dengan pemberian
pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan kerja
ilmiah (Supriyati, 2007:7.3).
Fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat berperan dalam
pendidikan karakter dengan menanamkan nilai-nilai moral dan akhlak mulia pada
proses pembelajarannya. Sehingga tenaga pendidik yang mengajar fisika harus
mulai berperan serta dalam pembentukkan karakter bangsa bukan hanya sekedar
membebani peserta didik dengan pengetahuan dan hapalan. Fisika menempati
kedudukan yang sangat penting di antara bidang-bidang ilmu alam lainnya yang
berperan besar dalam pengembangan pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan
hasil pengamatan di SMAN I Talang
Empat selama 5 bulan peneliti melakukan
Praktik Pengalaman Lapangan (PPL), didapatkan bahwa nilai rata-rata pelajaran
fisika semester ganjil tahun 2010/2011 kelas X5 masih rendah, yaitu 58. Nilai
ini masih jauh dari standar minimal ketuntasan belajar yang mencapai 60 untuk
kelas X.
Rendahnya
nilai fisika ini dikarenakan
adanya kesan yang negatif terhadap fisika pada sebagian siswa. Kesan negatif
ini muncul sebagai dampak dari adanya pandangan bahwa fisika merupakan salah
satu pelajaran yang sulit dipelajari. Hal ini karena dalam pelajaran fisika
banyak ditemukan rumus-rumus matematis yang membutuhkan pemikiran yang tajam
serta imajinasi yang tinggi untuk memahami sebuah konsep. Faktor lainnya adalah
penyampaian pelajaran fisika di sekolah-sekolah yang pada umumnya masih
menggunakan cara konvensional, tidak menarik dan menegangkan sehingga siswa
tidak tertarik dan belum ada rasa ingin tahu untuk mempelajarinya.
Perpaduan dua hal ini menjadikan penyampaian pelajaran fisika menegangkan
bagi sebagian murid. Penerimaan pelajaran dalam kondisi fisik dan psikis yang
tegang menjadikan murid-murid tidak mampu mengembangkan imajinasinya untuk
menerima pelajaran fisika sebagai bagian dari kehidupannya sehari-hari.
Diperlukan sebuah upaya yang serius dari para guru untuk menjembatani
agar fisika sebagai sebuah ilmu dapat diterima oleh para murid dengan baik dan
menjadi bagian kehidupan mereka. Hal itu tentu saja berkaitan dengan peningkatan
kualias pendidikan, baik dari segi perbaikan mutu guru di sekolah, strategi,
model, metode, maupun media pembelajaran yang menunjang. Dengan kualitas
pendidikan yang baik maka akan menghasilkan penguasaan konsep dan hasil belajar
fisika yang baik pula dari para siswa.
Terdapat berbagai macam
metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar. Salah
satu metode yang telah dikenal luas dalam dunia pendidikan adalah quantum
learning. Metode
pembelajaran quantum learning merupakan salah satu metode pembelajaran
yang dapat dipilih agar pembelajaran menjadi efektif, efisien, dan
menyenangkan. Menurut De Porter (2010: 32) :
“Quantum
teaching adalah penggubahan belajar
yang meriah, dengan segala nuansanya. Dan quantum
teaching juga menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang
memaksimalkan momen belajar. Quantum
teaching berfokus pada hubungan
dinamis dalam lingkungan kelas-interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka
untuk belajar.”
Penggunakan metode pembelajaran quantum
learning diharapkan mengubah situasi pembelajaran fisika yang menegangkan
menjadi lebih menyenangkan sehingga siswa lebih mudah mencapai kompetensi yang
diharapkan. Pembelajaran quantum learning menciptakan ruang kelas yang
didalamnya siswa akan menjadi aktif dan bukan hanya menjadi pengamat yang
pasif. Pembelajaran
yang efektif seyogyanya menggunakan alat peraga. Zhulaikha (197 :129)
mengungkapkan:
“Para guru menyadari betapa
pentingnya alat peraga dan alat-alat sederhana dalam proses pembelajaran,
selain mempermudah siswa memahami konsep-konsep/ prinsip-prinsip yang umumnya
bersifat abstrak, juga dapat menciptakan suatu kondisi agar siswa dapat belajar
dengan penuh kegembiraan, yang berarti pula akan meningkatkan motivasi dan
kegairahan belajar.”
Alat peraga sederhana dapat dibuat dengan memanfaatkan
benda-benda sederhana yang ada di
sekitar sekolah, bahkan barang-barang bekas sekali pun. Dengan demikian
kendala biaya dan pengadaan yang membutuhkan waktu lama dapat diatasi dan siswa
bisa mendapatkan pembelajaran yang efektif dan efisien dengan segera. Agus (2007: 91) mengatakan
:
“Jika tidak mampu
menciptakan alat peraga, paling tidak seorang guru harus mampu membuat alat
peraga meskipun dengan mencontoh karya cipta orang lain dan tidak harus
membeli. Sehingga alat peraga yang dibutuhkan tidak selamanya hanya dipenuhi
degan biaya tinggi. Alternatif yang memungkinkan untuk ditempuh adalah membuat
alat peraga sederhana dengan biaya yang rendah, misalnya dengan memanfaatkan
barang-barang bekas.”
Penggunakan alat peraga, guru diharapkan dapat
berusaha memberikan serta menciptakan kesan pada siswa bahwa fisika itu
sebenarnya ilmu yang menyenangkan sehingga pemahamannya tentang konsep-konsep
fisika yang abstrak menjadi lebih nyata. Sehingga pada akhirnya akan
berpengaruh baik pada peningkatan hasil belajar fisika itu sendiri.
Dari uraian di atas, maka dianggap perlu
dilaksanakan penelitian mengenai pembentukan karakter bertanggung jawab dan
rasa ingin tahu melalui penerapan metode quantum learning
dengan menggunakan media alat peraga sederhana. Penelitian
ini untuk membuktikan apakah penggunaan metode tersebut mampu membentuk karakter bertanggung jawab dan rasa
ingin tahu siswa khususnya pada
pelajaran fisika.
Selanjutnya, untuk mempermudah dan memperjelas penelitian dan pembahasan,
penggunaan metode ini akan membatasi pada pokok bahasan suhu dan kalor pada
mata pelajaran fisika. Quantum learning
yang digunakan yaitu melalui penciptaan lingkungan belajar yang mendukung
(lingkungan sekeliling, alat bantu, dan pengaturan bangku) serta pembelajaran
dengan kerangka TANDUR (tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi dan
rayakan). Perilaku berkarakter yang akan ditingkatkan pada penelitian ini
dibatasi pada perilaku bertanggungjawab dan rasa ingin tahu.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Menurut
Suyono penelitian tindakan kelas mampu menawarkan cara dan prosedur baru untuk
memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran di
kelas dengan melihat berbagai indikator keberhasilan proses dari hasil
pembelajaran yang terjadi pada siswa. Kunandar (2010: 46) mengemukakan bahwa PTK adalah sebuah bentuk kegiatan
refleksi diri yang dilakukan oleh para pelaku pendidikan dalam suatu situasi
kependidikan untuk memperbaiki rasionalitas dan keadilan tentang (a)
praktik-praktik kependidikan mereka, (b) pemahaman mereka tentang
praktik-praktik tersebut, dan (c) situasi dimana praktik-praktik tersebut
dilaksanakan.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X5 SMA Negeri Talang Empat pada siswa semester 2 tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah 32 orang yang terdiri dari 20 siswi dan 12
siswa.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2011.
Pembelajaran
dilakukan persiklus. Siklus pembelajaran dalam PTK ini tidak dapat dibatasi, bisa jadi hanya satu
kali siklus (pengulangan) dan dapat juga dilakukan melalui beberapa siklus.
Semakin banyak siklus akan memberikan gambaran yang semakin akurat mengenai dampak
yang sebenarnya. Pelaksanaan siklus tindakan dihentikan jika tujuan penelitian
diyakini telah tercapai. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang
ingin dicapai, seperti apa yang telah di desain
dalam faktor yang diteliti. Dalam penelitian ini penulis melakukan tiga kali siklus.
Pada pelaksanaannya setiap siklus terdiri dari rencana tindakan, pelaksanaan
tindakan, observasi, dan refleksi.
Sebelum
melaksanakan tindakan, terlebih dahulu dilakukan pengamatan kelas. Pengamatan
bertujuan untuk mengetahui kondisi pengajaran pelajaran fisika. Hal-hal yang
diamati adalah kegiatan guru dan siswa di kelas selama proses pembelajaran,
kemampuan siswa memahami materi serta karakter siswa dalam mengikuti
pembelajaran. Pengamatan kelas dilaksanakan pada saat kegiatan Praktek
Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 1 Talang Empat.
a. Perencanaan (Planning).
Kegiatan
yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), skenario pembelajaran untuk setiap siklus, lembar observasi
perilaku berkarakter siswa, lembar diskusi untuk siswa dan membuat alat peraga
sederhana.
b.
Pelaksanaan Tindakan (action)
Tahap pelaksanaan tindakan tiap siklus akan
dilaksanakan selama 3 x 45 menit. Adapun kegiatan yang dilakukan mengacu kepada
skenario pembelajaran yaitu:
1)
Tahap Tumbuhkan
Pada tahap ini guru memotivasi siswa melalui
cerita kejadian alam yang berhubungan
dengan suhu dan kalor kemudian mengajukan beberapa pertanyaan prasyarat.
2)
Tahap Alami
Pada tahap ini guru menciptakan atau mendatangkan
pengalaman sehari-hari kepada siswa yang berhubungan dengan materi.
3)
Tahap Namai
Pada tahap ini guru mempersilahkan siswa untuk
memberikan identitas atau mendefinisikan pengalaman mereka.
4)
Tahap Demonstrasikan
Pada tahap ini guru memberikan
kesempatan bagi siswa untuk menunjukkan bahwa mereka tahu, dengan cara setiap
kelompok melakukan percobaan dengan menggunakan alat peraga sederhana.
5)
Tahap
ulangi
Pada tahap ini guru melakukan
pengulangan terhadap point-point penting yang merupakan kata kunci untuk
memahami topik pembelajaran.
6)
Tahap
Rayakan
Pada tahap ini guru memberikan penghargaan berupa
pujian, ucapan selamat kepada siswa karena telah menyelesaikan proses
pembelajaran denagn baik.
c.
Observasi (observation)
Pelaksanaan observasi ini dilakukan oleh
peneliti dan dibantu oleh dua orang observer yaitu guru bidang studi fisika
dalam mengisi lembar observasi aktivitas siswa. Satu orang observer,
mengobservasi 10-11 orang siswa atau 2 kelmpok. Lembar observasi siswa digunakan
untuk mengamati aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
d.
Refleksi (reflection)
Pada tahapan ini diadakan analisis terhadap hasil
observasi. Dari data yang dievaluasi dapat dilihat tingkat keberhasilan yang
telah dilaksanakan. Data yang di refleksi tersebut digunakan untuk menentukan
tingkat keberhasilan yang telah dilakukan sekaligus menganalisis faktor-faktor
penyebabnya. Dari kegiatan refleksi tersebut diperoleh data. Dari data tersebut
dapat digunakan untuk menetapkan langkah selanjutnya atau membuat rencana
tindakan pada siklus berikutnya.
Data yang akan digunakan adalah data yang bersifat
kualitatif yang diperoleh melaui observasi. Safari (2008: 122) mengatakan bahwa
observasi merupakan suatu alat penilaian yang pengisiannya dilakukan oleh guru
atas dasar pengamatan tehadap perilaku siswa secara langsung yang sesuai dengan
kompetensi yang hendak diukur. Lembar observasi ini digunakan untuk mengetahui data tentang aktivitas
siswa dan efektifitas penggunaan metode pembelajaran quantum
learning dengan menggunakan media alat peraga sederhana selama proses
pembelajaran berlangsung.
Tabel 2.1 Lembar
Observasi aktivitas Siswa
Fase
|
Aspek yang Diamati
|
Perilaku Berkarakter
|
Siswa
|
|||
Fase
Tumbuhkan
|
1.
Siswa menjawab pertanyaan prasyarat yang diajukan oleh guru.
|
Ingin tahu
|
||||
2.
Siswa menyebutkan manfaat yang akan mereka dapat
dari proses pembelajaran.
|
Tanggung jawab
|
|||||
Fase
Alami
|
3.
Siswa menyampaikan pengalaman mereka yang
berhubungan dengan pelajaran.
|
Tanggung jawab
|
||||
Fase
Namai
|
4.
Siswa memberikan nama/ identitas dari pengalaman
mereka yang berhubungan dengan pelajaran.
|
Tanggung jawab
|
||||
Fase
Demonstrasi
|
5.
Siswa bergabung dalam kelompoknya masing-masing
sesuai dengan yang ditunjuk oleh guru.
|
Tanggung jawab
|
||||
6.
Siswa melakukan percobaan menggunakan alat peraga
sederhana.
|
Ingin tahu
|
|||||
7.
Siswa mengisi LKS yang telah disediakan.
|
Tanggung jawab
|
|||||
8.
Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.
|
Tanggung jawab
|
|||||
9.
Siswa dari kelompok lain menanggapinya dan
bertanya tentang hasil diskusi.
|
Ingin tahu
|
|||||
Fase
Ulangi
|
10.
Siswa membuat kesimpulan dari proses pembelajaran
yang telah dilaksanakan
|
Tanggung jawab
|
||||
Fase
Rayakan
|
11.
Siswa merayakan keberhasilan belajar yang telah
dicapai
|
|||||
Jumlah Skor
|
||||||
Rata-Rata Skor
|
||||||
Kriteria Penilaian
|
Data yang didapat dari
observasi diolah menggunakan rumus sebagai berikut :
Rata-rata
skor =
Skor tertinggi = jumlah
butir observasi x skor tertinggi tiap butir observasi.
Skor terendah = jumlah
butir observasi x skor terendah tiap butir observasi.
Untuk tiap butir observasi skor terendah adalah 1 dan
skor tertinggi adalah 3. Dengan jumlah
butir observasi 11 maka skor terendah yang mungkin didapatkan adalah 11 dan
skor tertinggi yang mungkin didapatkan adalag 33. Dengan demikian didapatkan
kisaran nilai untuk tiap kriteria (KNTK) :
KNTK =
=
=
= 7,33
dibulatkan 8
Jadi, kisaran nilai
untuk kriteria pengamatan dapat di lihat dalam tabel berikut:
Tabel 2.2
Interval Kategori Penilaian Observasi Aktivitas Siswa
No
|
Interval
|
Kriteria
Penilaian
|
1
|
11-18
|
Kurang
|
2
|
19-26
|
Cukup
|
3
|
27-34
|
Baik
|
Selanjutnya hasil observasi dianalisis
dengan metode analisis statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah statistik
yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud
membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi (Sugiyono, 2010: 147).
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan penelitian
pada proses pembelajaran melalui metode quantum
learning dengan menggunakan alat peraga sederhana pada konsep suhu dan
kalor pada 3 siklus yang telah dilaksanakan, yaitu:
Tabel
2.3 Perkembangan Hasil Observasi Aktivitas Siswa
No
|
Siklus
|
Skor
Rata- rata
|
Kriteria
|
1.
|
I
|
24
|
Cukup
|
2.
|
II
|
28
|
Baik
|
3.
|
III
|
31
|
Baik
|
Proses pembelajaran
siklus I dilaksanakan pada hari rabu tanggal 9 Maret 2011 dengan sub pokok bahasan “pengaruh kalor tehadap suhu dan
wujud zat”. Rata-rata
skor yang diperoleh dari pengamatan terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran
memperoleh skor sebesar 24. Data tersebut menunjukkan aktivitas siswa termasuk
dalam kriteria cukup.
Pembelajaran siklus II dilaksanakan pada hari rabu
tanggal 16 Maret 2011 dengan sub
pokok bahasan “perpindahan kalor”. Rata-rata skor yang diperoleh
dari pengamatan terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran memperoleh skor
sebesar 28. Data tersebut menunjukkan aktivitas siswa termasuk dalam kriteria
baik.
Proses pembelajaran
siklus III dilaksanakan pada hari rabu tanggal 23 Maret 2011 dengan sub pokok bahasan “Asas Black”. Rata-rata skor yang diperoleh dari
pengamatan aktivitas siswa dalam pembelajaran memperoleh skor sebesar 31. Data
tersebut menunjukkan aktivitas siswa termasuk dalam kriteria baik.
Pada proses pembelajaran masih terdapat beberapa
kekurangan, diantaranya: pada fase tumbuhkan siswa kurang aktif dalam menjawab pertanyaan prasyarat
dari guru, hal ini disebabkan karena siswa belum membaca materi yang akan
dipelajari. Hal ini menunjukkan bahwa siswa belum memiliki rasa ingin tahu
terhadap materi yang akan dipelajari. Solusi dari masalah ini adalah guru
meminta siswa untuk membaca materi pelajaran di rumah atau sebelum proses
pembelajaran dimulai. Pada fase demonstrasi, siswa belum merasa bertanggung
jawab dalam mengisi LKS yang telah disiapkan. Saat diminta untuk mengumpulkan
LKS ternyata masih banyak kelompok yang belum mengisinya, antar anggota
kelompok saling mengandalkan dan saling lepas tangan. Solusi dari permasalahan
ini adalah memberi pemahaman kepada siswa bahwa mengisi LKS adalah tanggung
jawab semua anggota kelompok dan semua anggota kelompok harus saling bekerja
sama untuk menyelesaikannya karena pengisian LKS merupakan penilaian kelompok
dan individu.
Masih pada fase demonstrasi yaitu saat beberapa
kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dan membuka kesempatan bertanya,
siswa kurang aktif dalam menanggapi dan bertanya. Hal ini menunjukkan bahwa
siswa belum memiliki rasa ingin tahu terhadap apa yang dijelaskan oleh kelompok
lain meskipun kesimpulan yg dimilikinya berbeda. Solusi dari masalah ini adalah
guru meminta siswa untuk bertanya jika ada perbedaan pendapat dan meminta
setiap kelmpok untuk mengajukan pertayaan atau menanggapi hasil peresentasi.
Banyak siswa tidak membuat kesimpulan yaitu pada
fase ulangi, hal ini disebabkan karena siswa tidak merasa bertanggungjawab
dalam membuat kesimpulan. Solusi dari
masalah ini adalah sebelum memulai pelajaran guru meminta siswa untuk
mendengarkan penjelasan guru dan memperhatikan percobaan sehingga mudah untuk
menyimpulkan pelajaran yang dilaksanakan pada hari itu.
Pada siklus ke II dan ke III terjadi peningkatan
pada siswa, peningkatan ini terutama dalam hal-hal berikut diantaranya: pada
fase tumbuhkan siswa menjadi lebih aktif dalam menjawab pertanyaan prasyarat
dari guru. Hal ini dikarenakan siswa telah memiliki bekal awal yaitu telah
membaca materi yang akan dipelajari sehingga siswa tidak merasa kesulitan untuk
menjawab pertanyaan prasyarat. Pada
fase demonstrasi, rasa tanggungjawab anggota kelompok mulai terlihat dan semua
anggota kelompok saling bekerja sama untuk menyelesaikannya sehingga LKS dapat
dikumpulkan tepat waktu. Pada fase demonstrasi rasa ingin tahu siswa mulai
tumbuh, siswa mulai bertanya jika ada perbedaan pendapat atau perbedaan jawaban
LKS. Siswa juga mulai banggungjawab dalam membuat kesimpulan.
Berdasarkan uraian di atas, karakter bertanggungjawab dan rasa ingin tahu
siswa selama pembelajaran melalui penerapan metode quantum learning (QL) dengan menggunakan alat peraga sederhana
mengalami peningkatan pada setiap siklusnya yaitu 24 pada siklus I, 28 pada
siklus II dan 31 pada siklus III. Hal ini disebabkan karena siswa lebih aktif
dibanding pertemuan sebelumnyanya, perhatian, sikap tanggungjawab dan rasa
ingin tahu siswa semakin terlihat dalam setiap langkah pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan De Porter (2010 :32)
yaitu quantum teaching adalah
penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya. Dan quantum teaching juga menyertakan segala
kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar.
Metode quantum learning (QL)
ini menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak membosankan
sehingga siswa bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran. Selain itu,
alat peraga sederhana yang digunakan memudahkan siswa memahami mengenai teori
atau materi yang akan dibahas atau dipelajari.
Sesuai dengan pernyataan Zhulaikha (197 :129) yang mengungkapkan:
“Selain mempermudah siswa memahami
konsep-konsep/ prinsip-prinsip yang umumnya bersifat abstrak, juga dapat
menciptakan suatu kondisi agar siswa dapat belajar dengan penuh kegembiraan,
yang berarti pula akan meningkatkan motivasi dan kegairahan belajar.”
D. PENUTUP
Penerapan metode quantum learning
dengan menggunakan media alat peraga sederhana dapat membentuk
karakter bertanggung jawab dan rasa ingin tahu siswa kelas X5 SMAN 1 Talang
Empat. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya aktivitas siswa pada setiap
siklus. Skor rata-rata aktivitas siswa pada siklus I sebesar 24 dalam kategori
cukup, kemudian meningkat pada siklus II yaitu menjadi 28 dalam kategori baik,
kemudian meningkat lagi pada siklus III yaitu menjadi 31 dalam kategori baik.
Pembangunan karakter bangsa sangat
penting, tidak hanya harus dilakukan pada lingkungan keluarga dan lingkungan
masyarakat saja, tetapi juga harus dikembangkan pada tingkat satuan pendidikan.
Pembentukan perilaku berkarakter khususnya bertanggungjawab dan rasa ingin tahu
dapat dilakukan melalui proses pembelajaran fisika dengan cara mengintegrasikan
nilai-nilai karakter yang baik dalam proses pembelajaran fisika. Pendidikan
karakter dapat dilakukan dengan pembiasaan dalam proses pembelajaran di kelas. Tenaga
pendidik harus memberikan contoh teladan yang baik bagi peserta didiknya serta
sebaiknya ada kerjasama antara semua pihak dalam menanamkan karakter yang baik
pada diri peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Agus,
Mujahidin. 2007. Alat Peraga Sederhana Multifungsi untuk
Pembelajaran Geografi. Jakarta
: Jurnal Pendidikan inovatif
Vol.2/No.2/Maret/2007. [tersedia online]. http://jurnaljpi.wordpress.com, Diakses 30 oktober 2010).
De Porter, Bobbi. 2010. Quantum Teaching.
Bandung: Kaifa.
Diknas. 2010.
Konsep Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Di Kelas. http://
mgpmgl.blogdetik.com/2010/12/02/konsep-pendidikan-karakter/comment-page-1/. Diakses Tanggal 20 Oktober 2011.
Kunandar.
2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan
Kelas, Jakarta:Rajawali Press.
Safari. 2008. Penulisan Butir Soal Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Jakarta: APSI Depdiknas.
Sugiono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Supriyati, Yetti dan Sri Anitah W.
2007. Strategi Pembelajaran Fisika, Jakarta:
Universitas Terbuka.
Zulaikha, Siti. 1997. Survey tentang kendala yang di
hadapi guru dalam menggunakan alat peraga dan merakit alat-alat sederhana dalam
pembelajaran ipa di sekolah dasar sekecamatan denpasar selatan, Jurnal
ISSN 0215 – 8250. Denpasar: Aneka Widya STKIP Singaraja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar