Senin, 15 September 2014

Urgensi Tarbiyah Bagi Wanita Muslimah



Muslimah merupakan komponen dalam keluarga dan masyarakat yang sangat menentukan perannya dalam membentuk generasi dan menciptakan peradaban. Sejarah telah mencatat, sejak zaman nabi Adam, hingga nabi yang terakhir nabi kita Muhammad SAW, banyak kita dapatkan kisah betapa muslimah (wanita) di sekitar para nabi sangat berperan di dalam membantu tugas dakwah para nabi. Sebagai contoh misalnya peran Siti Aisiah istri Firaun, di tengah kehidupan jahil Firaun dan anak buahnya, Aisiah telah menunjukkan keteguhannya dalam memegang keimanan kepada Allah SWT, dan kepada Musa AS, walaupun harus menanggung ujian berat. Demikian juga peran ibu Musa ketika musa masih bayi, yang dengan ikhlas memenuhi perintah Allah untuk menghanyutkan bayinya. Juga peran kakak Musa AS yang turut serta memantau kotak yang berisi bayi Musa yang dihanyutkan. Kita lihat juga bagaimana peran Siti Hajar ibu Ismail AS, dalam mendidik anaknya sehingga mampu menjadi hamba Allah yang sabar ketika menerima perintah untuk disembelih. Lihatlah juga bagaimana pengorbanan dan perjuangan Khadijah RA dalam membela dakwah suaminya. Peran Asma binti Abu Bakar yang telah membantu kesuksesan dakwah Rasulullah SAW. Kepandaian Aisyah RA, sehingga mampu mendidik kaum wanita sepeninggal Rasul, dengan mengajarkan berbagai macam hadits.
Munculnya muslimah yang demikian besar perannya dalam kehidupan dan sejarah perjuangan para nabi, tentu tidak secara instant dan tiba-tiba. Mereka semua menjadi muslimah yang tangguh dalam segala hal, adalah berkat adanya proses pembinaan yang berkelanjutan.
Maka jika kita semua, tanpa kecuali, baik laki-laki ataupun perempuan ingin mengulang sejarah, mengukir kembali pribadi-pribadi muslimah yang siap mendukung terciptanya peradaban Islam yang gemilang, mestilah memberikan dukungan yang penuh terhadap aktivitas tarbiyah muslimah. Pemahaman ini penting, sehingga akan ada kerja sama yang selaras antara ikhwan dan akhwat dalam mensukseskan program tarbiyah muslimah.
Pembinaan merupakan sesuatu yang niscaya, karena fitrah manusia yang senantiasa membutuhkan nasihat dan perhatian. Kenapa demikian?
Karena manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT di mana salah satunya memiliki sifat lupa. Dengan demikian, manusia, termasuk di dalamnya muslimah butuh untuk selalu diingatkan dan diarahkan (Fa dzakir fainna dzikra tanfaaul mu’minin).
Karena tabiat manusia yang membutuhkan hidup berkelompok. Pembinaan dalam beberapa hal melatih bagaimana muslimah dapat hidup berkelompok dengan berbagai tanggung jawabnya.
Karena manusia memiliki tabiat lemah dan bodoh. Dengan kesadaran ini, maka muslimah akan terpacu untuk senantiasa menambah ilmu dan wawasan sehingga akan dapat mengarungi kehidupannya dengan ilmu dan pemahaman
Dari uraian di atas, kita dapat memahami bahwa beberapa urgensi tarbiyah bagi Muslimah adalah sebagai berikut:
  1. Dengan tarbiyah muslimah dapat menambah ilmu dan wawasan
  2. Dengan tarbiyah muslimah dapat mendukung suami dalam dakwah
  3. Dengan tarbiyah muslimah dapat sukses dalam mendidik anak
  4. Dengan tarbiyah muslimah dapat eksis di tengah masyarakat untuk bekerja sama dalam memberdayakan lingkungan yang islami.
1. Tarbiyah merupakan sarana untuk menambah ilmu dan wawasan.
Ilmu akan menjadi cahaya dalam melangkah. Ilmu akan memandu setiap langkah muslimah. Dengan ilmu juga seseorang akan menjadi takut kepada Allah. Ilmu juga akan mengangkat derajat seseorang di sisi Allah dan di sisi manusia.
Al-Qur’an surat al mujaadilah ayat 11:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mujaadilah: 11)
Jika para muslimah memiliki ilmu dan wawasan yang luas, mereka akan mampu memberikan pengajaran dan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya, mengetahui jalan-jalan kebaikan, yang dengannya dia akan banyak kesempatan/peluang untuk beramal, mampu mengajarkan kebaikan kepada masyarakatnya. Dan seorang muslimah yang memiliki banyak ilmu dan wawasan tidak akan ditipu dan dibohongi oleh pihak-pihak yang ingin menjerumuskannya dari kalangan musuh-musuh Allah.
Dengan tarbiyah yang dilakukan secara rutin setiap pekan dalam halaqah, peluang-peluang untuk mendapatkan tambahan ilmu akan semakin besar, karena selain mendapatkan ilmu-ilmu secara langsung dari murabbinya, di dalam halaqah juga seorang muslimah akan dimotivasi untuk memperbanyak kegiatan menggali ilmu di luar halaqah, misalnya dengan aktivitas membaca. Para shahabiyah terbiasa menanyakan hal-hal yang belum diketahui kepada Rasulullah dan para istri-istrinya, karena semangat mencari ilmu yang tinggi. Aisyah RA termasuk salah seorang shahabiyah sekaligus istri nabi yang memiliki ilmu dan wawasan yang sangat luas, terbukti dengan meriwayatkan banyak hadits, yang jumlahnya lebih dari 200.
Muslimah yang memiliki ilmu pada gilirannya juga akan meningkatkan keimanan. Karena iman harus didahului dengan ilmu. Perhatikan firman Allah: Fa’lam annahu Laa ilaaha illaLLAH. Kata fa’lam tersirat makna agar kita punya ilmu, sehingga kita bisa mengimani Allah.
Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa iman seseorang kadang naik dan kadang berkurang (Al Iimanu yaziidu wayankusu). Dalam kehidupan seorang muslimah, manakala dia mengalami penurunan iman, maka akan berdampak buruk bagi orang-orang di sekelilingnya, baik suami, orang tua, maupun anak-anaknya. Dampak buruk itu misalnya dapat berupa menjadi sasaran pelampiasan kemarahan. Jika hal ini berlangsung terus menerus, tidak mustahil akan berakibat pada penurunan produktivitas dari suatu keluarga. Kita bisa membayangkan seorang suami yang menjadi sasaran kemarahan istri, pasti tidak dapat bekerja secara konsentrasi dan optimal. Demikian juga anak-anak di sekolah tidak dapat belajar dengan konsentrasi dan baik, manakala selalu dimarahi oleh ibunya. Seseorang yang marah, pada hakikatnya dia sedang membuang-buang energi, yang berarti melakukan kesia-siaan.
Selain menjadi mudah marah, seorang muslimah yang mengalami penurunan iman juga akan menjadi malas dalam melakukan aktivitas ibadah. Kemalasan dalam beribadah ini pada akhirnya juga akan menurunkan kembali keimanan, sehingga menjadi lingkaran tak berujung. Bisa kita bayangkan jika muslimah tidak mendapatkan siraman dalam tarbiyah yang akan menghidupkan dan menyegarkan kembali keimanannya. Ibarat tanaman yang menjadi segar kembali setelah layu karena tidak disiram. Kemalasan dalam melakukan ibadah juga akan menjadi satu hal yang pada gilirannya akan di contoh oleh anak-anak. Akhirnya akan lahirlah generasi yang pemalas.
Rasulullah saw mengajarkan kita untuk berdoa agar terhindar dari sifat malas:
Allahumma inna na’udzubika minal hammi wal hazan wana’udzubika minal ajzi wal kasal, wanau’dzubika minal jubni wal buhl, wanau’dzubika min ghalabatidaeni waqohri rijal.
Artinya: “Yaa Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa sempit dalam dada dan rasa gelisah. Aku pun berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan. Aku berlindung kepada-Mu dari sikap pengecut dan kikir. Aku berlindung kepada-Mu dari belenggu utang dan tekanan manusia:
Penurunan keimanan pada gilirannya juga akan melemahkan motivasi dalam banyak hal. Orang yang lemah motivasinya akan kehilangan semangat dalam menggapai sesuatu yang lebih baik di masa depan. Padahal Rasulullah saw menyampaikan kepada kita bahwa:
“Orang yang keadaannya hari ini lebih buruk dari hari kemarin, adalah orang yang celaka, sementara orang yang keadaannya hari ini sama dengan hari kemarin, maka dia adalah orang yang rugi. Dan orang yang beruntung adalah orang yang keadaan hari ini lebih baik dari hari kemarin.”
Dengan keimanan yang terus meningkat, seorang muslimah akan lebih produktif di dalam beramal, baik dalam lapangan kehidupan keluarga maupun kehidupan masyarakat. Dengan demikian tidak dapat di bantah lagi bahwa semua pihak harus mendukung untuk terlaksananya tarbiyah bagi muslimah.
Selain hal-hal tersebut di atas, dengan aktivitas tarbiyah, yang juga terkandung makna aktivitas thalabul ilmi, seseorang akan dimudahkan jalan masuk ke surga.
“Barangsiapa yang berjalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan jalan baginya untuk masuk surga”
2. Dengan Tarbiyah, muslimah dapat mendukung suami dalam dakwah
dakwatuna.com – Perempuan dan laki-laki diciptakan oleh untuk saling bekerja sama dalam kebaikan sebagaimana firman Allah di dalam surat at Taubah 71
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Taubah: 71)
Seorang muslimah yang terbina akan memahami posisi dirinya sebagai mitra suami dalam menjalankan tugas dakwah. Maka ia akan berusaha bahu membahu dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar, baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakatnya. Ia akan memahami betul bagaimana menjadi seorang istri yang shalihah, yang senantiasa taat kepada suami dalam kebaikan, menjaga kehormatan dan harta suami, serta menyenangkan bila dipandang. Muslimah yang terbina juga akan senantiasa mendukung dan memotivasi suami untuk selalu istiqamah di jalan dakwah, dan tidak akan menghalang-halangi suami dalam amal kebaikan. Langkahnya selalu terinspirasi oleh sosok Khadijah RA, istri Rasulullah yang secara total menyerahkan apa saja yang dimilikinya untuk kepentingan dakwah Islam, baik harta, waktu, serta jiwanya.
Berbahagialah seorang suami yang memiliki pendamping yang setia dan penuh pengorbanan seperti pengorbanan Khadijah RA. Sosok Khadijah lahir dari proses pembinaan yang intensif.
Agar muslimah dapat mendukung dakwah suami secara optimal, maka dirinya dituntut untuk mampu memenej semua sumber daya yang ada dengan baik, baik sumber daya yang berupa harta, tenaga, ataupun waktu. Di sinilah pentingnya seorang muslimah memiliki keterampilan-keterampilan rumah tangga ataupun keterampilan tambahan yang akan mendukung tugas-tugasnya.
Muslimah membutuhkan banyak keterampilan dalam menjalankan seluruh aktivitas kehidupannya, baik dalam lingkungan rumah tangga, maupun dalam lingkungan kehidupan sosial masyarakat. Mulai dari keterampilan mengurus diri dengan manajemen waktu, keterampilan dalam kehidupan rumah tangga dengan tugas-tugas merawat dan mendidik anak, menjaga kerapian dan keindahan rumah dll. Juga keterampilan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Keterampilan-keterampilan tersebut mungkin nampaknya sepele, tetapi jika tidak disiasati dengan baik, akan berakibat pada kualitas hidup yang tidak baik, karena terjadi pemborosan sumber daya. Seorang muslimah di tuntut untuk dapat bekerja dengan cerdas, ikhlas dan tuntas, dan bukan sekadar bekerja keras, sehingga ia dapat mendukung tugas dakwah suami, dan melaksanakan tugas dakwah bagi dirinya.
Allah swt berfirman di dalam surat at Taubah 105 :
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan.”” (QS. At Taubah: 105)
Tarbiyah adalah jalan bagi seorang muslimah untuk dapat memahami, termotivasi dan membekali diri agar dapat melaksanakan tugas-tugas dan fungsinya sebagai seorang istri dalam membantu tugas suami dengan baik.
3. Dengan tarbiyah, muslimah akan dapat sukses mendidik anak.
Pemahaman akan nilai strategis seorang anak sebagai investasi pahala yang tak pernah putus bagi orang tuanya, akan memotivasi para muslimah untuk senantiasa memperhatikan dan bersemangat dalam mendidik anak-anaknya menjadi generasi rabbani, saleh dan muslih. Pemahaman dan kesadaran demikian akan muslimah dapatkan dalam proses tarbiyah. Berawal dari pemahaman dan kesadaran inilah seorang muslimah akan berjuang sungguh-sungguh dalam mendidik anak-anaknya.
Pada hakikatnya, tarbiyatul aulad adalah merupakan kewajiban dan tanggung bersama antara ayah dan ibu, akan tetapi secara fitrah, muslimah akan lebih dekat interaksinya dengan anak-anak, karena ia sudah berinteraksi secara fisik dengan “ibu” sejak masih ada dalam kandungan. Seorang ayah seringkali lebih banyak berperan pada hal-hal yang bersifat strategis dalam pendidikan anak, adapun manajemennya lebih banyak ada di tangan ibu. Oleh karena itu, seorang muslimah dituntut untuk memiliki dan memahami banyak ilmu, keterampilan, dan hal-hal lain terkait dengan pendidikan anak, sehingga anak-anaknya akan menjadi sukses dunia akhirat.
Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita bagaimana orang tua menyayangi anak-anaknya dengan ciuman kasih sayang, sehingga beliau mengomentari sahabat yang tidak pernah sekalipun mencium anak-anaknya dengan ungkapan “barangkali Allah telah mencabut kasih sayang dari dirinya”
Suatu kali Rasulullah saw juga mendoakan anak-anak yang sedang bermain dengan dagangannya dengan doa “semoga Allah memberkahi daganganmu”.
Demikian juga kita melihat contoh para shahabiyah dan salafusshaleh dalam mentarbiyah anak-anaknya. Misalnya al Khansa, telah berhasil menanamkan jiwa syuhada kepada kelima anaknya, sehingga semuanya mendapatkan anugerah syahid.
Seorang muslimah yang terbina sudah semestinya mencita-citakan agar suami dan anak-anak serta dirinya menjadi penghuni surga dengan Rahmat dan Kasih SayangNYA. Inilah cita–cita muslimah seperti yang Allah firmankan dalam surat Ath-Tthuur ayat 21:
وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. Ath-Thuur: 21)
Jadi, ukuran kesuksesan mendidik anak adalah berhasil menjadikan anak-anaknya sebagi penghuni surga. Adapun kesuksesan-kesuksesan yang sifatnya dunia dan materi hakikatnya itu merupakan asesoris yang akan mempercantik “kesuksesan hakiki menjadi penghuni surga”.
4. Dengan Tarbiyah, muslimah dapat eksis di tengah masyarakat untuk bekerja sama dan memberdayakan lingkungan masyarakat yang Islami
Kehadiran muslimah di tengah lingkungan masyarakatnya harus dapat memberi pengaruh yang positif, mampu mencetak lukisan indah di tengah masyarakat, dan bukan melebur pada warna lukisan yang ada di masyarakat. Agar dapat memberikan pengaruh yang demikian, seorang muslimah membutuhkan bekal-bekal motivasi, keberanian, kebijaksanaan dan keterampilan. Hal-hal ini insya Allah akan didapatkannya di dalam proses tarbiyah yang intensif. Di sini muslimah akan mampu memerankan dirinya sebagi agent of change (agen perubahan) ke arah yang lebih baik, tanpa mengorbankan prinsip yang kebenaran yang telah diyakininya. Sesuai dengan istilah Yahtalituuna walakin yatamayazun.
Secara umum, masyarakat yang melingkupi kehidupan muslimah sekarang ini, masih jauh dari nilai-nilai kebenaran. Berbagai fenomena menunjukkan betapa manusia masih diperbudak oleh makhluk dan hawa nafsunya. Lihatlah, betapa banyak wanita-wanita yang notabene seorang muslim, tampil dengan pakaian yang minim, betapa banyak remaja yang berbeda jenis bergaul tanpa batas. Lihat pula gerombolan ibu-ibu yang lebih suka bergosip dengan sesama tanpa merasa bersalah. Lihat pula betapa banyak ibu-ibu dari kalangan menengah ke atas lebih senang berburu perhiasan dan perabot rumah yang harganya berlipat-lipat dari gaji seorang guru. Semua fenomena tersebut membutuhkan perhatian yang serius dan kerja keras dari para muslimah yang terbina untuk mengembalikan masyarakat kepada fitrahnya yang hanif dan cinta kebenaran.
Salah satu hadits Rasul SAW yang dapat di jadikan pedoman dalam merekayasa masyarakat adalah hadits yang artinya :
“Barang siapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tangannya, kalau dia tidak mampu, maka cegahlah dengan lisannya, dan kalau dia tidak mampu juga, maka cegahlah dengan hati. Dan itulah selemah-lemah iman.”
Jika seorang muslimah sudah tidak ada kepekaan dan kepedulian sama sekali melihat kemungkaran dan permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat, maka ia dipertanyakan keimanannya. Selain itu, Allah juga mengingatkan kita di dalam firman Allah pada surat al Anfal ayat 25:
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kamu. dan Ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al Anfal: 25)
Ayat ini seharusnya menjadi penyemangat bagi para muslimah untuk senantiasa proaktif dalam menyeru masyarakat nya kepada kebaikan, sehingga akan jauh dari Azab atau siksa Allah. Di dalam aktivitas tarbiyah, muslimah akan mendapatkan banyak motivasi untuk selalu berbuat, berjuang dan melakukan banyak hal. Maka tarbiyah bagi muslimah adalah suatu yang tidak dapat dipisahkan dari dirinya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar