Muslimah merupakan komponen dalam
keluarga dan masyarakat yang sangat menentukan perannya dalam membentuk
generasi dan menciptakan peradaban. Sejarah telah mencatat, sejak zaman nabi
Adam, hingga nabi yang terakhir nabi kita Muhammad SAW, banyak kita dapatkan
kisah betapa muslimah (wanita) di sekitar para nabi sangat berperan di dalam
membantu tugas dakwah para nabi. Sebagai contoh misalnya peran Siti Aisiah istri
Firaun, di tengah kehidupan jahil Firaun dan anak buahnya, Aisiah telah
menunjukkan keteguhannya dalam memegang keimanan kepada Allah SWT, dan kepada
Musa AS, walaupun harus menanggung ujian berat. Demikian juga peran ibu Musa
ketika musa masih bayi, yang dengan ikhlas memenuhi perintah Allah untuk
menghanyutkan bayinya. Juga peran kakak Musa AS yang turut serta memantau kotak
yang berisi bayi Musa yang dihanyutkan. Kita lihat juga bagaimana peran Siti
Hajar ibu Ismail AS, dalam mendidik anaknya sehingga mampu menjadi hamba Allah
yang sabar ketika menerima perintah untuk disembelih. Lihatlah juga bagaimana
pengorbanan dan perjuangan Khadijah RA dalam membela dakwah suaminya. Peran
Asma binti Abu Bakar yang telah membantu kesuksesan dakwah Rasulullah SAW.
Kepandaian Aisyah RA, sehingga mampu mendidik kaum wanita sepeninggal Rasul,
dengan mengajarkan berbagai macam hadits.
Munculnya muslimah yang demikian
besar perannya dalam kehidupan dan sejarah perjuangan para nabi, tentu tidak
secara instant dan tiba-tiba. Mereka semua menjadi muslimah yang tangguh dalam
segala hal, adalah berkat adanya proses pembinaan yang berkelanjutan.
Maka jika kita semua, tanpa kecuali,
baik laki-laki ataupun perempuan ingin mengulang sejarah, mengukir kembali
pribadi-pribadi muslimah yang siap mendukung terciptanya peradaban Islam yang
gemilang, mestilah memberikan dukungan yang penuh terhadap aktivitas tarbiyah
muslimah. Pemahaman ini penting, sehingga
akan ada kerja sama yang selaras antara ikhwan dan akhwat dalam
mensukseskan program tarbiyah muslimah.
Pembinaan merupakan sesuatu yang
niscaya, karena fitrah manusia yang senantiasa membutuhkan nasihat dan
perhatian. Kenapa demikian?
Karena manusia adalah makhluk yang
diciptakan Allah SWT di mana salah satunya memiliki sifat lupa. Dengan demikian, manusia, termasuk di dalamnya muslimah
butuh untuk selalu diingatkan dan diarahkan (Fa dzakir fainna dzikra
tanfaaul mu’minin).
Karena tabiat manusia yang
membutuhkan hidup berkelompok. Pembinaan
dalam beberapa hal melatih bagaimana muslimah dapat hidup berkelompok dengan
berbagai tanggung jawabnya.
Karena manusia memiliki tabiat lemah
dan bodoh. Dengan kesadaran ini, maka muslimah
akan terpacu untuk senantiasa menambah ilmu dan wawasan sehingga akan dapat
mengarungi kehidupannya dengan ilmu dan pemahaman
Dari uraian di atas, kita dapat memahami
bahwa beberapa urgensi tarbiyah bagi Muslimah adalah sebagai berikut:
- Dengan tarbiyah muslimah dapat menambah ilmu dan wawasan
- Dengan tarbiyah muslimah dapat mendukung suami dalam dakwah
- Dengan tarbiyah muslimah dapat sukses dalam mendidik anak
- Dengan tarbiyah muslimah dapat eksis di tengah masyarakat untuk bekerja sama dalam memberdayakan lingkungan yang islami.
1. Tarbiyah merupakan sarana untuk
menambah ilmu dan wawasan.
Ilmu akan menjadi cahaya dalam
melangkah. Ilmu akan memandu setiap langkah muslimah. Dengan ilmu juga
seseorang akan menjadi takut kepada Allah. Ilmu juga akan mengangkat derajat
seseorang di sisi Allah dan di sisi manusia.
Al-Qur’an surat al mujaadilah ayat
11:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ
لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا
مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ
خَبِيرٌ
“Hai orang-orang beriman apabila
kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, Maka lapangkanlah
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:
“Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Al Mujaadilah: 11)
Jika para muslimah memiliki ilmu dan
wawasan yang luas, mereka akan mampu memberikan pengajaran dan
pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya, mengetahui jalan-jalan kebaikan,
yang dengannya dia akan banyak kesempatan/peluang untuk beramal, mampu
mengajarkan kebaikan kepada masyarakatnya. Dan seorang muslimah yang memiliki
banyak ilmu dan wawasan tidak akan ditipu dan dibohongi oleh pihak-pihak yang
ingin menjerumuskannya dari kalangan musuh-musuh Allah.
Dengan tarbiyah yang dilakukan
secara rutin setiap pekan dalam halaqah, peluang-peluang untuk mendapatkan
tambahan ilmu akan semakin besar, karena selain mendapatkan ilmu-ilmu secara
langsung dari murabbinya, di dalam halaqah juga seorang muslimah akan
dimotivasi untuk memperbanyak kegiatan menggali ilmu di luar halaqah, misalnya
dengan aktivitas membaca. Para shahabiyah terbiasa menanyakan hal-hal yang
belum diketahui kepada Rasulullah dan para istri-istrinya, karena semangat mencari
ilmu yang tinggi. Aisyah RA termasuk salah seorang shahabiyah sekaligus istri
nabi yang memiliki ilmu dan wawasan yang sangat luas, terbukti dengan
meriwayatkan banyak hadits, yang jumlahnya lebih dari 200.
Muslimah yang memiliki ilmu pada
gilirannya juga akan meningkatkan keimanan. Karena iman harus didahului dengan
ilmu. Perhatikan firman Allah: Fa’lam annahu Laa ilaaha illaLLAH. Kata fa’lam
tersirat makna agar kita punya ilmu, sehingga kita bisa mengimani Allah.
Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa
iman seseorang kadang naik dan kadang berkurang (Al Iimanu yaziidu wayankusu).
Dalam kehidupan seorang muslimah, manakala dia mengalami penurunan iman, maka
akan berdampak buruk bagi orang-orang di sekelilingnya, baik suami, orang tua,
maupun anak-anaknya. Dampak buruk itu misalnya dapat berupa menjadi sasaran
pelampiasan kemarahan. Jika hal ini berlangsung terus menerus, tidak
mustahil akan berakibat pada penurunan produktivitas dari suatu keluarga. Kita
bisa membayangkan seorang suami yang menjadi sasaran kemarahan istri, pasti
tidak dapat bekerja secara konsentrasi dan optimal. Demikian juga anak-anak di
sekolah tidak dapat belajar dengan konsentrasi dan baik, manakala selalu
dimarahi oleh ibunya. Seseorang yang marah, pada hakikatnya dia sedang
membuang-buang energi, yang berarti melakukan kesia-siaan.
Selain menjadi mudah marah, seorang
muslimah yang mengalami penurunan iman juga akan menjadi malas dalam
melakukan aktivitas ibadah. Kemalasan dalam beribadah ini pada akhirnya
juga akan menurunkan kembali keimanan, sehingga menjadi lingkaran tak berujung.
Bisa kita bayangkan jika muslimah tidak mendapatkan siraman dalam tarbiyah yang
akan menghidupkan dan menyegarkan kembali keimanannya. Ibarat tanaman yang
menjadi segar kembali setelah layu karena tidak disiram. Kemalasan dalam
melakukan ibadah juga akan menjadi satu hal yang pada gilirannya akan di contoh
oleh anak-anak. Akhirnya akan lahirlah generasi yang pemalas.
Rasulullah saw mengajarkan kita untuk
berdoa agar terhindar dari sifat malas:
Allahumma inna na’udzubika minal
hammi wal hazan wana’udzubika minal ajzi wal kasal, wanau’dzubika minal jubni wal
buhl, wanau’dzubika min ghalabatidaeni waqohri rijal.
Artinya: “Yaa Allah, aku berlindung
kepada-Mu dari rasa sempit dalam dada dan rasa gelisah. Aku pun berlindung
kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan. Aku berlindung kepada-Mu dari sikap
pengecut dan kikir. Aku berlindung kepada-Mu dari belenggu utang dan tekanan
manusia:
Penurunan keimanan pada gilirannya
juga akan melemahkan motivasi dalam banyak hal. Orang yang lemah motivasinya
akan kehilangan semangat dalam menggapai sesuatu yang lebih baik di masa depan.
Padahal Rasulullah saw menyampaikan kepada kita bahwa:
“Orang yang keadaannya hari ini
lebih buruk dari hari kemarin, adalah orang yang celaka, sementara orang yang
keadaannya hari ini sama dengan hari kemarin, maka dia adalah orang yang rugi.
Dan orang yang beruntung adalah orang yang keadaan hari ini lebih baik dari
hari kemarin.”
Dengan keimanan yang terus
meningkat, seorang muslimah akan lebih produktif di dalam beramal, baik dalam
lapangan kehidupan keluarga maupun kehidupan masyarakat. Dengan demikian tidak
dapat di bantah lagi bahwa semua pihak harus mendukung untuk terlaksananya tarbiyah
bagi muslimah.
Selain hal-hal tersebut di atas,
dengan aktivitas tarbiyah, yang juga terkandung makna aktivitas thalabul ilmi,
seseorang akan dimudahkan jalan masuk ke surga.
“Barangsiapa yang berjalan untuk
mencari ilmu, maka Allah mudahkan jalan baginya untuk masuk surga”
2. Dengan Tarbiyah, muslimah
dapat mendukung suami dalam dakwah
dakwatuna.com – Perempuan dan laki-laki diciptakan oleh untuk saling bekerja
sama dalam kebaikan sebagaimana firman Allah di dalam surat at Taubah 71
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ
الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman,
lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi
sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari
yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan
Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(QS. At Taubah: 71)
Seorang muslimah yang terbina akan
memahami posisi dirinya sebagai mitra suami dalam menjalankan tugas dakwah.
Maka ia akan berusaha bahu membahu dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar,
baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakatnya. Ia akan
memahami betul bagaimana menjadi seorang istri yang shalihah, yang senantiasa
taat kepada suami dalam kebaikan, menjaga kehormatan dan harta suami, serta
menyenangkan bila dipandang. Muslimah yang terbina juga akan senantiasa
mendukung dan memotivasi suami untuk selalu istiqamah di jalan dakwah, dan
tidak akan menghalang-halangi suami dalam amal kebaikan. Langkahnya selalu
terinspirasi oleh sosok Khadijah RA, istri Rasulullah yang secara total
menyerahkan apa saja yang dimilikinya untuk kepentingan dakwah Islam, baik
harta, waktu, serta jiwanya.
Berbahagialah seorang suami yang
memiliki pendamping yang setia dan penuh pengorbanan seperti pengorbanan
Khadijah RA. Sosok Khadijah lahir dari proses pembinaan yang intensif.
Agar muslimah dapat mendukung dakwah
suami secara optimal, maka dirinya dituntut untuk mampu memenej semua sumber
daya yang ada dengan baik, baik sumber daya yang berupa harta, tenaga, ataupun
waktu. Di sinilah pentingnya seorang muslimah memiliki
keterampilan-keterampilan rumah tangga ataupun keterampilan tambahan yang akan
mendukung tugas-tugasnya.
Muslimah membutuhkan banyak
keterampilan dalam menjalankan seluruh aktivitas kehidupannya, baik dalam
lingkungan rumah tangga, maupun dalam lingkungan kehidupan sosial masyarakat.
Mulai dari keterampilan mengurus diri dengan manajemen waktu, keterampilan
dalam kehidupan rumah tangga dengan tugas-tugas merawat dan mendidik anak,
menjaga kerapian dan keindahan rumah dll. Juga keterampilan untuk berkomunikasi
dengan orang lain. Keterampilan-keterampilan tersebut mungkin nampaknya sepele,
tetapi jika tidak disiasati dengan baik, akan berakibat pada kualitas hidup yang
tidak baik, karena terjadi pemborosan sumber daya. Seorang muslimah di tuntut
untuk dapat bekerja dengan cerdas, ikhlas dan tuntas, dan bukan sekadar
bekerja keras, sehingga ia dapat mendukung tugas dakwah suami, dan melaksanakan
tugas dakwah bagi dirinya.
Allah swt berfirman di dalam surat
at Taubah 105 :
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ
عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ
وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu,
Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu,
dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan
yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan.”” (QS. At Taubah: 105)
Tarbiyah adalah jalan bagi seorang
muslimah untuk dapat memahami, termotivasi dan membekali diri agar dapat
melaksanakan tugas-tugas dan fungsinya sebagai seorang istri dalam membantu
tugas suami dengan baik.
3. Dengan tarbiyah, muslimah akan
dapat sukses mendidik anak.
Pemahaman akan nilai strategis seorang
anak sebagai investasi pahala yang tak pernah putus bagi orang tuanya, akan
memotivasi para muslimah untuk senantiasa memperhatikan dan bersemangat dalam
mendidik anak-anaknya menjadi generasi rabbani, saleh dan muslih. Pemahaman dan
kesadaran demikian akan muslimah dapatkan dalam proses tarbiyah. Berawal dari
pemahaman dan kesadaran inilah seorang muslimah akan berjuang sungguh-sungguh
dalam mendidik anak-anaknya.
Pada hakikatnya, tarbiyatul aulad
adalah merupakan kewajiban dan tanggung bersama antara ayah dan ibu, akan
tetapi secara fitrah, muslimah akan lebih dekat interaksinya dengan anak-anak,
karena ia sudah berinteraksi secara fisik dengan “ibu” sejak masih ada dalam
kandungan. Seorang ayah seringkali lebih banyak berperan pada hal-hal yang
bersifat strategis dalam pendidikan anak, adapun manajemennya lebih banyak ada
di tangan ibu. Oleh karena itu, seorang muslimah dituntut untuk memiliki dan
memahami banyak ilmu, keterampilan, dan hal-hal lain terkait dengan pendidikan
anak, sehingga anak-anaknya akan menjadi sukses dunia akhirat.
Rasulullah SAW mengajarkan kepada
kita bagaimana orang tua menyayangi anak-anaknya dengan ciuman kasih sayang,
sehingga beliau mengomentari sahabat yang tidak pernah sekalipun mencium
anak-anaknya dengan ungkapan “barangkali Allah telah mencabut kasih sayang dari
dirinya”
Suatu kali Rasulullah saw juga
mendoakan anak-anak yang sedang bermain dengan dagangannya dengan doa “semoga
Allah memberkahi daganganmu”.
Demikian juga kita melihat contoh
para shahabiyah dan salafusshaleh dalam mentarbiyah anak-anaknya. Misalnya al
Khansa, telah berhasil menanamkan jiwa syuhada kepada kelima anaknya, sehingga
semuanya mendapatkan anugerah syahid.
Seorang muslimah yang terbina sudah
semestinya mencita-citakan agar suami dan anak-anak serta dirinya menjadi
penghuni surga dengan Rahmat dan Kasih SayangNYA. Inilah cita–cita muslimah
seperti yang Allah firmankan dalam surat Ath-Tthuur ayat 21:
وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ
ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ
مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
“Dan orang-orang yang beriman, dan
yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu
mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal
mereka. tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS.
Ath-Thuur: 21)
Jadi, ukuran kesuksesan mendidik
anak adalah berhasil menjadikan anak-anaknya sebagi penghuni surga. Adapun
kesuksesan-kesuksesan yang sifatnya dunia dan materi hakikatnya itu merupakan
asesoris yang akan mempercantik “kesuksesan hakiki menjadi penghuni surga”.
4. Dengan Tarbiyah, muslimah dapat
eksis di tengah masyarakat untuk bekerja sama dan memberdayakan lingkungan
masyarakat yang Islami
Kehadiran muslimah di tengah
lingkungan masyarakatnya harus dapat memberi pengaruh yang positif, mampu
mencetak lukisan indah di tengah masyarakat, dan bukan melebur pada warna
lukisan yang ada di masyarakat. Agar dapat memberikan pengaruh yang demikian,
seorang muslimah membutuhkan bekal-bekal motivasi, keberanian, kebijaksanaan
dan keterampilan. Hal-hal ini insya Allah akan didapatkannya di dalam proses
tarbiyah yang intensif. Di sini muslimah akan mampu memerankan dirinya sebagi agent
of change (agen perubahan) ke arah yang lebih baik, tanpa mengorbankan
prinsip yang kebenaran yang telah diyakininya. Sesuai dengan istilah Yahtalituuna
walakin yatamayazun.
Secara
umum, masyarakat yang melingkupi kehidupan muslimah sekarang ini, masih jauh
dari nilai-nilai kebenaran. Berbagai fenomena menunjukkan betapa manusia masih
diperbudak oleh makhluk dan hawa nafsunya. Lihatlah, betapa banyak
wanita-wanita yang notabene seorang muslim, tampil dengan pakaian yang minim,
betapa banyak remaja yang berbeda jenis bergaul tanpa batas. Lihat pula
gerombolan ibu-ibu yang lebih suka bergosip dengan sesama tanpa merasa
bersalah. Lihat pula betapa banyak ibu-ibu dari kalangan menengah ke atas lebih
senang berburu perhiasan dan perabot rumah yang harganya berlipat-lipat dari
gaji seorang guru. Semua fenomena tersebut membutuhkan perhatian yang serius
dan kerja keras dari para muslimah yang terbina untuk mengembalikan masyarakat kepada
fitrahnya yang hanif dan cinta kebenaran.
Salah satu hadits Rasul SAW yang
dapat di jadikan pedoman dalam merekayasa masyarakat adalah hadits yang artinya
:
“Barang siapa yang melihat kemungkaran,
maka cegahlah dengan tangannya, kalau dia tidak mampu, maka cegahlah dengan
lisannya, dan kalau dia tidak mampu juga, maka cegahlah dengan hati. Dan itulah
selemah-lemah iman.”
Jika seorang muslimah sudah tidak
ada kepekaan dan kepedulian sama sekali melihat kemungkaran dan permasalahan
yang terjadi di tengah masyarakat, maka ia dipertanyakan keimanannya. Selain
itu, Allah juga mengingatkan kita di dalam firman Allah pada surat al Anfal
ayat 25:
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ
الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ
الْعِقَابِ
“Dan peliharalah dirimu dari pada
siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kamu.
dan Ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al Anfal: 25)
Ayat ini seharusnya menjadi
penyemangat bagi para muslimah untuk senantiasa proaktif dalam menyeru
masyarakat nya kepada kebaikan, sehingga akan jauh dari Azab atau siksa Allah.
Di dalam aktivitas tarbiyah, muslimah akan mendapatkan banyak motivasi untuk
selalu berbuat, berjuang dan melakukan banyak hal. Maka tarbiyah bagi muslimah
adalah suatu yang tidak dapat dipisahkan dari dirinya.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2010/03/23/5792/urgensi-tarbiyah-bagi-wanita-muslimah-bagian-ke-2/#ixzz2qGPe70B7
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook